Blognya Anak Kuliahan

Tuesday, May 1, 2012

Profil Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama

May 01, 2012 13

Ir. Joko Widodo
Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 50 tahun), lebih dikenal dengan nama julukan JokoWi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Ia dicalonkan oleh PDI-P.
Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.
Ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka dengan masyarakat.
Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya.
Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008.
Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″. Ia pun akan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dengan Basuki Tjahaja Purnama, mantan bupati Kabupaten Belitung Timur.

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M. (Ahok) adalah mantan Bupati Belitung Timur 2005-2010 yang maju sebagai bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Joko Widodo yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966, umur 45 tahun.
Sekarang ia adalah anggota komisi II, Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar. Dia berhasil menjadi anggota legislatif setelah gagal dalam Pemilihan Gubernur Provinsi Bangka Belitung (Babel) pada tahun 2007, saat itu putra pertama pasangan Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing (Bun Nen Caw) ini mundur sebagai Bupati Belitung Timur karena memutuskan maju di Pilkada Babel.
Ahok melewatkan pendidikan dasar dan menengah pertama di Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Melanjutkan Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insinyur Geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung, menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV. Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Setelah dua tahun menjadi kontraktor, Ahok menyadari bahwa untuk menjadi pengelola mineral dia membutuhkan modal (investor) dan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM) menyebabkan dia diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta.
Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Ahok memutuskan berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Pada 1992 Ahok mendirikan PT. Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Pabrik di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkannya dapat menjadi proyek percontohan untuk menyejahterakan (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT. Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Sukses menjadi pengusaha, tak membuat Ahok puas akan kariernya. Pada tahun 2004 ia tertarik terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah bendera Partai PIB sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur.
Pada Pemilu 2004 dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Masuknya Ahok ke dunia politik didasari oleh pesan sang ayah (Zhong Kim Nam) yang pernah berkata.
“Kamu cocoknya jadi pejabat. Karena pengusaha mau pikirkan rakyat banyak, itu tidak mungkin,” demikian pesan ayahnya. Ahok lalu mengikuti saran ayahnya, ia pun kemudian masuk DPRD melalui Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB). PPIB adalah partai politik yang didirikan oleh Alm Sjahrir.
Pada Pilkada Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Ahok terpilih sebagai Bupati berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK). Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama.
Selama memimpin Belitung Timur, Ahok, dikenal memiliki keinginan kuat dan kepedulian besar terhadap kesejahteraan rakyat. Semangat nasionalisme warga negara Indonesia keturunan Tionghoa ini bertumbuh seiring didikan keluarga yang ditanamkan sejak kecil. Kejujuran dan ketulusannya dalam mengabdikan diri untuk kesejahteraan rakyat dan Republik Indonesia juga menghantarkan Ahok menjadi salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia oleh Tempo.
Pada tahun 2007, Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara menobatkan Ahok sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara Negara. Ahok dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Ahok mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini

May 01, 2012 0

Dr. HM. Hidayat Nur Wahid, MA
Hidayat Nur Wahid dilahirkan pada 8 April 1960 M, bertepatan dengan 9 Syawal 1379 Hijriyah. Ia lahir di Dusun Kadipaten Lor, Desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Anak sulung dari tujuh bersaudara ini berasal dari keluarga pemuka agama. Kakeknya dari pihak ibu adalah tokoh Muhammadiyah di Prambanan, sementara ayahnya H. Muhammad Syukri, meskipun berlatar Nahdhatul Ulama, juga merupakan pengurus Muhammadiyah. Ny. Siti Rahayu, ibunda Hidayat, adalah aktivis Aisyiyah, organisasi kewanitaan Muhammadiyah.
Ia (Hidayat Nur Wahid)politisi, ustad dan cendekiawan yang bergaya lembut serta menge-depankan moral dan dakwah. Lulusan IAIN Sunan Kalijogo, Yogyakarta dan Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia ini mulai serius beraktivitas di Jakarta sebagai tenaga pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Muhammadiyah dan Universitas Islam Asy Syafiiyah. Rekan-rekan Hidayat yang semula membuat LSM, kemudian mendirikan partai. Tunduk pada keputusan musyawarah, Hidayat pun didaulat menjadi deklarator Partai Keadilan (PK).
Berawal di PK inilah Hidayat berkiprah di dunia politik yang terkenal kejam, penuh intrik dan secara salah kaprah dianggap sebagai dunia yang kotor dan menghalalkan segala cara. Namun, politik tidak mengubah prinsip hidup Hidayat yang dipegangnya sejak dari kecil. Hidayat bertekad menjadikan politik sebagai bagian dari solusi permasalahan bangsa. Bukan sebaliknya, menjadikan politik sebagai sumber masalah bagi bangsa.
Kiprah Hidayat di PK dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terus menanjak. Bahkan, Hidayat pernah dua kali menjadi “Presiden”. Yakni, Presiden PK dan PKS. Hidayat juga menunjukkan prestasi yang luar biasa. Di bawah kepemimpinannya PKS telah berhasil meraih suara 7,3 persen ada Pemilu 2004.
Hidayat seorang pembelajar yang cepat. Dia belajar dengan maksimal di mana saja saat mendapatkan amanah dan tugas. Termasuk ketika terpilih sebagai Ketua MPR periode 2004-2009. Hidayat mengaku, dahulu dia tak akrab dengan Undang-Undang Dasar. Tetapi kini UUD 1945 dihafalnya luar kepalanya. Ini karena Hidayat selalu berprinsip bagaimanapun amanah yang didapat, akan dia kerjakan dengan maksimal.
Dosen Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak pernah bercita-cita jadi politisi. Namun setelah memasuki kegiatan politik praktis namanya melejit, bahkan dalam berbagai poling sebelum Pemilu 2004 namanya berada di peringkat atas sebagai salah seorang calon Presiden atau Wakil Presiden. Namun dia mampu menahan diri, tidak bersedia dicalonkan dalam perebutan kursi presiden kendati PKS dengan perolehan suara 7 persen lebih dalam Pemilu Legislatif berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden. Dia menyatakan akan bersedia dicalonkan jika PKS memperoleh 20 persen suara Pemilu Legislatif.
Pada Pemilu Presiden putaran pertama PKS mendukung Capres-Cawapres Amien Rais-Siswono. Lalu karena Amien-Siswono tidak lolos ke putaran kedua, PKS mendukung Capres-Cawapres Susilo BY dan Jusuf Kalla dalam Pilpres putaran kedua. Dukungan PKS ini sangat signifikan menentukan kemenangan pasangan ini.
Kemudian partai-partai pendukung SBY-Kalla plus PPP (keluar dari Koalisi Kebangsaan) yang bergabung di legislatif dengan sebutan populer Koalisi Kerakyatan mencalonkannya menjadi Ketua MPR. Hidayat Nur Wahid sebagai Calon Paket B (Koalisi Kerakyatan) ini terpilih menjadi Ketua MPR RI 2004-2009 dengan meraih 326 suara, unggul dua suara dari Sucipto Calon Paket A (Koalisi Kebangsaan) yang meraih 324 suara, dan 3 suara abstain serta 10 suara tidak sah. Pemilihan berlangsung demokratis dalam Sidang Paripurna V MPR di Gedung MPR, Senayan, Jakarta 6 Oktober 2004. Setelah terpilih menjadi Ketua MPR, dia pun mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum DPP PKS, 11 Oktober 2004. Majelis Surya DPP PKS memilih Tifatul Sembiring menggantikannya sampai akhir periode (2001-2005).
Saat ini Hidayat Nur Wahid diusung oleh PKS untuk maju dalam Pilgub DKI Jakarta bersama dengan Prof. Didik J Rachbini sebagai Wakilnya.

Prof. Didik J Rachbini
Didik Junaidi Rachbini adalah bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Hidayat Nurwahid yang diusung PKS sebagai calon gubernur DKI 2012. Kelahiran Pamekasan, Madura, 2 September 1960 ini digandeng PKS sebagai profesional, meski Didiek adalah politikus Partai Amanat Nasional (PAN). Saat ini dia menjabat sebagai anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN.
Didik bernama kecil Ahmad Junaidi, dengan panggilan Didik. Kemudian dalam ijazah SD, gurunya menulis nama Didik Junaidi Rachbini. Tidak tertulis nama Ahmad, diganti dengan panggilan Didik dan di belakang ditambah nama ayahnya, Rachbini.
Dia menikmati masa kecil dan remajanya di Pemekasan, Madura dan Jember. Selain aktif bermain, dia juga cerdas dan rajin belajar. Sehingga dia selalu juara kelas. Ketika di SMP-SMA dia senang matematika. Dia pun bercita-cita jadi insinyur teknik sipil atau pertambangan. Namun, akhirnya dia tidak memilih jurusan teknik sipil dan  pertambangan itu ketika masuk perguruan tinggi. Dia malah kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus S1 tahun 1983.
Didik kemudian melanjutkan program Studi Pembangunan, di Central Luzon State University, Filipina, pada 1988. Dia melanjutkan program S3-nya di Universitas yang sama dan lulus pada 1991.
Karirnya di kancah politik dimulai setelah Didik menjabat sebagai anggota Majelis Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Berkat aktivitasnya di ICMI, Didik diangkat menjadi Anggota MPR Utusan Golongan pada 1998. Mantan aktivis HMI ini bergabung dengan Partai Amanat Nasional mulai 1999 sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP), sebelum menjadi Ketua DPP Partai Amanat Nasional (2000-2005).
Pada Pemilu 2004, Didik terpilih menjadi anggota DPR mewakili daerah pemilihan Batu dan Malang, Jawa Timur dan kembali terpilih sebagai anggota legislatif pada pemilu 2009 dari daerah pemilihan Depok.
Sebelum terjun ke politik, Didik adalah akademisi. Dia tercatat sebagai Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Dosen IPB, dosen Universitas Nasional, pernah menjadi Pembantu Rektor I, Universitas Mercu Buana Jakarta, pendiri dan pengajar di Universitas Paramadina Mulya, dan dosen Program Magister Manajemen UI dan MPKP UI.
Selain mengajar di Universitas Indonesia, Prof. Rachbini mengajar di program Pasca Sarjana, Universitas Mercu Buana dan Departemen Ilmu Administrasi, FISIP UI (pasca sarjana).  Pengalamannya cukup banyak  dalam memimpin di lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan, seperti Direktur sekaligus pendiri INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) 1995-2000; Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana 1995-1997; Wakil Rektor Universitas Mercu Buana 1997-2004; anggota MPR RI 1998-1999; Tim Ahli MPR RI untuk Amandemen UUD 1945 bidang ekonomi 1999-2004; anggota KPPU 2000-2004; Anggota DPR RI 2004-2009; Wakil Ketua Yayasan Menara Bhakti (Universitas Mercu Buana) 2005-2010;  Ketua Komisi VI DPR RI 2005-2007 bidang Industri, Perdagangan, BUMN dan Penanaman Modal, Wakil Ketua Komisi X DPR RI bidang Pendidikan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga; Ketua Umum Yayasan Paramadina (Universitas) 2005-sekarang; Ketua Majelis Wali Amanat IPB 2007-sekarang; Dewan Penyantun Universitas Pancasila 2008-sekarang; Ketua LP3E (Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi) KADIN 2011-sekarang.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli

May 01, 2012 2

Dr. Ing. H. Fauzi Bowo
Dr. Ing. H. Fauzi Bowo lahir di Jakarta, 10 April 1948, umur 64 tahun. Ia adalah Gubernur DKI Jakarta Periode 2007-2012. Setelah lulus SMA, Fauzi pernah kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/1967.  Kemudian pada usia 19 tahun, Fauzi kuliah di Technische Universitat Braunschweig, Jerman. Saat lulus sarjana muda, Fauzi belajar ilmu politik di Berlin, lalu belajar sosiologi di Zurich. Setelah itu ia kembali melanjutkan kuliah arsitekturnya dan mendapat gelar master untuk Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Universitat Braunschweig tahun 1976. Setelah mendapat gelar Master tersebut Fauzi Bowo kembali ke Indonesia, dan mulai berkarier di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1978.
Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi saat kampanye dan terbukti mampu mendulang suara sekaligus memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang sempat menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Sutiyoso pada periode 2002-2007 akhirnya terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 bersama dengan pasangannya Prijanto dengan 57,87 persen suara.
Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilkada, pria yang memiliki kegemaran mengoleksi motor gede ini berjanji akan membawa Jakarta ke arah yang lebih baik. Bahkan ia berjanji tidak akan melakukan diskriminasi dalam pelayanan publik kepada seluruh warga ibu kota. Semua warga ibu kota berhak atas semua pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, apabila terjadi perlakukan istimewa kepada salah satu golongan saja, maka sistem pemerintahan ke depan tidak akan berjalan dengan baik.
Fauzi Bowo juga berjanji akan merampingkan struktur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selama lima tahun ke depan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem pemerintah daerah yang mandiri dan profesional. Hal tersebut tidak lain adalah amanat yang terkandung dalam PP 41/2007 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah disarankan untuk melakukan perampingan struktur di pemerintah daerah.
Tahun ini, Foke berniat maju kembali sebagai orang nomor 1 di DKI bersama Nachrowi Ramli sebagai Cawagubnya yang diusung oleh Partai Demokrat.
Visinya jika terpilih sebagai menjadi Gubernur Jakarta: ”Menata Jakarta”, yang lahir dari refleksi terhadap berbagai persoalan Jakarta yang harus ditata ulang.  Program utama yang akan dia lakukan adalah menata kembali kota Jakarta di seluruh aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, keamanan dan kebebasan berpendapat berserikat, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan lingkungan.
Politik: penataan pada penumbuhan sikap dan tatanan yang mendukung berjalannya sistem demokrasi. Sikap tersebut adalah penghargaan terhadap kebebasan dan saling menghargai. Pemerintah bertugas untuk memastikan terciptanya tata kelola pemerintahan yang aspiratif sesuai prosedur demokrasi.
Ekonomi: mengatasi kesenjangan dengan meningkatkan kesejahteraan, terutama di kalangan bawah, dengan melakukan penataan sarana, pra sarana, dan relasi pasar.
Budaya: melakukan penataan etos kerja yang tinggi yang akan bersinegri dengan penataan ekonomi, dan merawat keragaman budaya dan mengantisipasi ekses negatif budaya global.
Penataan bidang agama yang diarahan pada upaya merawat kerukunan antar umat beragam dan perlindungan terhadpa minoritas (sangat vital dalam menjaga keharmonisan sosial).

Mayor Jenderal (Purn) Nachrowi Ramli
Mayor Jenderal (Purn) Nachrowi Ramli adalah salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta. Haji Nachrowi Ramli atau akrab kita panggil “Bang Nara” lahir dan besar di Jakarta, tepatnya di Gang Masjid Jalan Kramat Sentiong, pada 12 Juli 1951, umur 61 tahun.
Nara, merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1973, teman satu angkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun setelah lulus dari Akmil, sebagian besar kariernya dihabiskan di dunia militer dan intelijen. Puncaknya, dia menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara pada 2002 hingga 2008.
Beliau adalah satu dari sedikit putra Betawi yang berhasil menjadi Jenderal TNI AD dan perwira teknik elektro. Di Akademi Militer (Akmil), Nara teman satu angkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan lulus tahun 1973. Setelah itu, Nara berkarier di dunia intelijen sejak tahun 1974 hingga menjadi Kepala Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia tahun 2002 – 2008.
Komitmen Nara terhadap perkembangan masyarakat dan budaya Betawi ditunjukkan dengan kegemarannya mendalami silat Betawi serta kiprahnya sebagai Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) dan Ketua Dewan Penasehat Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi).
Selesai mengabdi di militer dan Lembaga Sandi Negara, Nara kemudian berkiprah di dunia politik sebagai Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta. Terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah pada bulan November 2010. Nara berhasil melakukan konsolidasi dan menegakkan disiplin bagi para kader partai. Partai Demokrat adalah partai pemenang Pemilihan Umum 2009. Di DKI Jakarta, Partai Demokrat mendapatkan 32 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta
Kesuksesan dalam memimpin berbagai organisasi inilah yang membuat pria kelahiran 12 Juli 1951 ini memutuskan untuk maju sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, kunci kepemimpinannya adalah ‘TARIF’ yakni Transparan, Akuntabel, Rensponsif, Inovatif, dan Fairness. Filosofi hidupnya ialah “bekerja dan beribadah untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat“

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id