Meskipun
dikenal sebagai Bapak Proklamator, presiden pertama Indonesia, Soekarno, hingga
saat ini belum bergelar pahlawan nasional. Tak hanya Soekarno, Bung Hatta juga
mengalami nasib serupa.
"Sampai
kini Bung Karno memang belum jadi pahlawan nasional," kata Jimly
Asshidiqie, anggota Dewan Gelar Pahlawan Nasional, seusai menghadiri seminar
Kebangsaan dan Kepahlawanan di Surabaya, Senin, 16 Juli 2012. Menurut Jimly,
kendati segala bahan riset, seminar, diskusi tentang Bung Karno selama ini
sudah sangat lengkap, tetapi pengajuan gelar kepahlawanan tetap saja harus
diproses sesuai mekanisme yang berlaku. Karena itu, seusai seminar ini, dirinya
minta dilakukan proses pembahasan di tingkat akademisi. Apalagi gelar
kepahlawanan tidak hanya soal formalitas, melainkan juga harus dijadikan
instrumen kepahlawanan bagi segenap anak bangsa.
Khusus
pemberian gelar kepahlawanan bagi Bung Karno, Jimly mengusulkan dilakukan pada
tanggal 1 Juni sehingga ketokohan Bung Karno bisa lebih istimewa dan tidak
bersamaan dengan pemberian gelar kepahlawanan bagi pahlawan nasional kebanyakan
yang dilakukan tiap tanggal 10 November. "Saya ini anggota Dewan Gelar,
tidak etis sebenarnya kalau bicara teknis, tapi saya harap gelar Bung Karno
bisa diberikan 1 Juni," kata Jimly. Jika gelar Bung Karno selesai, Jimly
berharap bisa dilanjutkan untuk memproses pemberian gelar bagi Bung Hatta.
Menurut
Jimly, hal yang mengganjal dalam pemberian gelar kepahlawanan bagi Bung Karno
di antaranya adalah adanya TAP MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasaan
Soekarno. Dalam TAP tersebut di Bab II Pasal 6 disebutkan juga jika
penyelesaian proses hukum menyangkut Soekarno selanjutnya dilakukan menurut
ketentuan hukum yang berlaku dan menyerahkan pelaksanaanya kepada pejabat
Presiden.
"Asumsinya,
Bung Karno telah melakukan tindakan hukum, tapi proses hukum ternyata tidak
pernah dilakukan oleh Presiden Soeharto," kata Jimly. Karena itu, asumsi
Bung Karno melakukan pelanggaran hukum bisa dipandang tidak benar, meskipun
juga tidak dapat dinafikan seolah-olah benar. Jimly menambahkan, Keputusan
Presiden Nomor 081 Tahun 1986 yang memberikan gelar bagi Soekarno bersama Bung
Hatta sebagai pahlawan proklamator secara dwitunggal jelas tidak memiliki dasar
perundang-undangananya. Apalagi, gelar kepahlawanan tidak mengenal istilah
pahlawan proklamator. "Justru dwitunggal itu mengkrangkeng nama besar Bung
Karno dan Bung Hatta yang tidak bisa sendiri-sendiri diabadikan secara
semestinya," kata Jimly.
Gubernur
Jawa Timur Soekarwo yang hadir dalam seminar itu mengatakan polemik terkait
status hukum bagi Bung Karno sebenarnya sudah bisa dianggap selesai.
"Beliau sudah wafat, Pak Harto juga sudah wafat, jadi tidak ada lagi
alasan untuk mengulur gelar bagi Bung Karno," kata Soekarwo.
Seminar
itu setidaknya juga dihadiri sejarawan muda JJ Rizal serta Daniel Dhakidae.
Pengajar hukum Tata Negara Universitas Surabaya (Ubaya), Martono, yang menjadi
panitia acara mengatakan, hasil diskusi selanjutnya akan dijadikan pijakan
akademis untuk mengusulkan Bung Karno sebagai pahlawan nasional.
No comments:
Post a Comment