Selama ini,
banyak artikel dan gagasan menarik untuk memberantas korupsi. Tulisan itu hanya
menyumbangan ide dan gagasan pemberantasan korupsi. Namun, solusi yang
ditawarkan oleh beberapa kalangan sangat normatif dan masih 'remang-remang'.
Sehingga, ide itu sama sekali tak menyentuh dan memberikan solusi cerdas dalam
memberantas korupsi secara total. Banyak solusi yang ditawarkan oleh para
akademisi dan politisi, salah satunya adalah perlu adanya 'ketegasan pemimpin'
untuk memberantas korupsi.
Padahal, korupsi
merupakan perbuatan tercela yang semakin menggurita. Artinya, jika
pemberantasan korupsi hanya sekadar gerakan 'remang-remang', maka hasilnya juga
tidak jelas. Apalagi, tulisan-tulisan itu seolah-olah cenderung menyalahkan
pemimpin atau figur dalam pemerintahan. Padahal, korupsi merupakan permasalahan
sosial dan tergolong perbuatan luar biasa (extra ordinary crime). Maka, dalam
pemberantasannya juga harus dilakukan dengan 'kekuatan sosial' dan secara
radikal pula.
Sinergi
Pemerintah dan Masyarakat
Pemberantasan
korupsi tidak cukup dilakukan melalui penegakan hukum saja. Penyelesaian
korupsi harus dilakukan secara kompak, ada sinergi antara pemerintah dan
masyarakat. Intinya, ada di tangan pemerintah, namun jika tak ada dukungan
masyarakat, maka pemberantasan korupsi menjadi 'omong kosong'.
Menurut beberapa
artikel di media cetak, disebutkan bahwa pemimpin yang tegas sangat mendukung
penghentian korupsi. Namun, dia luput mengkaji kekolektifan kinerja pemerintah.
Artinya, pemerintahan tidak hanya ada satu atau dua orang saja, namun puluhan
dan bahkan ratusan. Jika ingin memberantas korupsi, seluruh aparat pemerintah
harus berkomitmen memberantasnya. Apalagi, tindak korupsi saat ini tak lagi
perorangan, melainkan sudah masuk dalam kategori 'korupsi berjamaah'. Ini
mengharuskan bahwa pemberantas korupsi juga harus dilakukan berjamaah, melalui
herakan kompak secara bersama-sama.
Dalam konteks
ini, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara maksimal oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). 'Nakhoda' kapal KPK harus berani, tegas, dan
'cekatan' dalam memberantas korupsi. Tanpa tindakan tegas dari KPK, maka
pemberantasan korupsi hanya akan merupakan mimpi belaka. Jika dirumuskan,
pemberantasan korupsi bisa dimulai dari pencegahan, penindakan, termasuk dengan
melibatkan peran masyarakat.
Pemberantasan
korupsi harus difokuskan pada 'perbaikan sistem' (hukum, kelembagaan, ekonomi).
Selain itu, perbaikan kondisi manusia juga penting. Antara lain, melalui
bimbingan dari segi moral, kesejahteraan, di samping lewat pendidikan
antikorupsi. Yang terpenting bukan sekadar 'mencegah', tapi juga 'menindak
tegas' koruptor.
Solusi Radikal
Korupsi
merupakan extra ordinary crime, maka penanganannya harus dengan cara radikal.
Jadi, 'hukuman mati' untuk koruptor harus dilegalkan. Meskipun belum ada
terdakwa kasus korupsi dijatuhi hukuman mati, tapi suatu saat pasal ini akan
efektif dan harus diberlakukan di Indonesia. Sehingga, hukuman mati menjadi
solusi jitu untuk memberantas korupsi. Jika tak ada pemberlakuan hukuman mati
kepada koruptor, dan hukuman yang diberikan kepada mereka terlalu ringan, maka
hal itu pasti tidak akan menimbulkan efek jera. Untuk itulah, perlu pembenahan
sistem hukum, sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Menurut Ketua
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia, pihaknya menyetujui jika
ada hukuman mati bagi koruptor. (Suara Karya, 18/7/2012). Namun, pemberlakuan
hukuman mati kepada koruptor bisa menjadi kontroversi. Pasalnya, hal itu
bersentuhan dengan HAM, khususnya terkait hak untuk hidup.
Karena itu, yang
mendesak dilakukan seharusnya menyangkut reformasi dan pembenahan sistem hukum.
Ini penting untuk memberikan efek jera kepada koruptor, dan bukan mematikannya.
Sebab, sistem hukum selama ini tidak memberikan efek jera. Pembenahan itu
terkait banyaknya koruptor yang divonis bebas. Apalagi, banyak koruptor
mendapat fasilitas mewah di dalam tahanan.
Lebih
disayangkan, hukuman yang dijatuhkan pengadilan terlalu ringan. Inilah
sesungguhnya yang perlu diperbaiki, karena banyak koruptor mendapat hukuman
tidak setimpal dengan perbuatannya. Padahal, dampak dari korupsi sangatlah
luas.
Hukuman Mati?
Jika korupsi
terus menggurita dan merugikan rakyat Indonesia, maka sudah sepantasnya
koruptor dihukum mati, sehingga hal itu membuat calon pelaku lainnya berpikir
dua kali. Hukuman mati memang dianggap belum cocok dan melanggar hak asasi
manusia (HAM), dan Tuhan saja maha pengampun. Lalu, hukuman apa yang cocok
untuk koruptor? Tentu berupa tindakan radikal. Meskipun dianggap tak cocok dan
melanggar HAM, khusus koruptor, hukuman mati sangat cocok dan merupakan solusi
cerdas. Jika perlu, pemerintah harus membuat UU HAM khusus untuk koruptor.
Hukuman mati
sangat cocok diberlakukan kepada koruptor di negeri ini. Jika tidak, Indonesia akan
terpuruk jika penegakan hukumnya masih 'remeh-temeh'. Jadi, sudah saatnya
Pemerintah Indonesia meniru
kebijakan Pemerintah China
dalam menciptakan pemerintahan bersih dengan menerapkan hukuman mati kepada
koruptor. Buktinya, di negeri Tirai Bambu ini, pemberantasan korupsi berjalan
lancar dan sangat efektif.
Memang, hukuman
itu membuat perekonomian China
maju, dan menjadikan pemerintahan menjadi lebih disiplin, jujur, dan
bertanggung jawab. Lalu, kapan Indonesia
berani meniru langkah pemerintahan China? Apakah menunggu koruptor
menguasai negeri ini? Tentu tidak. Wallahu a'lam bisshawab.
Korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia,
ReplyDeleteselamanya tak kan bs diberantas karena setiap manusia pada dasarnya doyan DUIT!!
Bosan dengan berita - berita yang itu-itu aja??
Mau tau berita terupdate??
Mau tau yang serba unik??
Mau tau yang seru - seru??
silahkan kunjungi >> http://www.mautau.net/
@AWS : bukan tidak bisa, tapi sulit, dan gak bisa juga langsung dihilangkan, perlahan pasti bisa dikurangi.. :)
ReplyDelete