Blognya Anak Kuliahan

Wednesday, January 5, 2011

Model-model Dalam Kebijakan Publik


1. Model Rasional
Model rasional adalah model yang mana di dalam pengambilan keputusan melalui prosedur nya akan mengajak pada pilihan alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, yang ditekankan pada penerapan rasionalisme dan positifisme.
Contoh kasus:
Pada saat bulan puasa tahun 2009 kemarin harga gula pasir di pasar jawa tengah, khususnya di semarang melambung tinggi, dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah provinsi jawa tengah melakukan kebijakan untuk melakukan “operasi pasar”, sehingga memberikan alternatif kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas kenaikan harga tersebut untuk membeli gula pasir di pasar yang disediakan pemprov tersebut, tentu saja masyarakat sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut, karna perbedaan yang signifikan antara harga gula pasir di pasar milik pemprov dan di pasar-pasar biasa.(sindo)

2. Model Incremental
Model incremental adalah pembuatan kebijakan yang melalui proses politisi dimana didalamnya ada tawar menar dan kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri.
Contoh kasus:
Pemerintah berencana menaikkan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara pada tahun 2001. Kebijakan ini di berlakukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan kinerja para pejabat negara. Melalui Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara intrsumen yang akan dijadikan dasar untuk mengatur kenaikan gaji tersebut telah disiapkan. Namun penentuan besarnya nominal gaji akan ditentukan oleh Departemen Keuangan, adapun beberapa pertimbang yang dijadikan dasar kenaikan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara yakni, kenaikan gaji berkala yang sudah sejak lama tidak diberikan kepada presiden dan pejabat negara. Sejak lima tahun lalu, gaji presiden dan pejabat negara tidak pernah mengalami kenaikan padahal kebutuhan semakin meningkat, selain itu kenaikan juga dipertimbangkan dari kinerja masing-masing pejabat negara. Karena itu Kemeneg PAN telah menyusun pedoman berdasarkan kinerja.

3. Model Mixed Scanning
Pada dasarnya model ini adalah usaha-usaha yang menggabungkan model rasional dan incremental. Model ini disusun berdasarkan cara kerja metafora observasi situasi dan kondisi yang menggunakan dua pandangan. Pertama melakukan observasi kondisi seluruh kawasan dengan pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil penganalisaan apa yang menjadi potensi yang detail dan menyeluruh dari kondisi suatu daerah observasi. Yang kedua memperhatikan pada daerah observasi tersebut bagaimana kondisi masyarakatnya yang sama dengan observasi terakhir atau hasil yang lalu dan akan membuat analisa gabungan dengan pandangan pertama apabila terdapat ketidaklaziman pada potensi yang dimiliki daerah observasi tersebut.
Contoh kasus:
Proses penyusunan RAPBD 2010 jateng sudah dimulai sebelum pelantikan anggota DPRD 2009 – 2014, yakni dengan pengajuan kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara (KUA PPAS) oleh pemprov jateng, dalam pembahasannya RAPBD 2010 akan memprioritaskan peningkatan perekonomian rakyat dengan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Diharapkan hal ini dapat berdampak langsung pada peningkatan perekonomian rakyat dan bisa menjadikan masyarakat lebih sejahtera sesuai dengan program gubernur. Tahun depan (2010) akan dimulai tahapan Program Bali Ndeso Mbangun Deso. Pemprov tentunya berupaya memfokuskan anggaran bagi program yang berdampak langsung atas peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Kalau nilainya berapa, belum bisa di sampaikan karena RAPBD belum mulai dibahas, yang jelas akan meningkatkan anggaran dari tahun sebelumnya untuk hasil yg lebih signifikan. Tidak hanya di bidang anggaran, bagian kelembagaan juga harus di bangun kapasitasnya, fraksi harus mampu melihat persoalan di jateng dan mencari jalan keluarnya, khususnya pada fraksi yang mengusung gubernur-wagub, akan sangat aneh jika dalam realisasinya malah menjadi penghalang program pemerintah, atau sama sekali tidak tahu visi dan misi program gubernur. (sindo)

4. Model Garbage Can
Model ini mengusulkan alternatif kebijakan, menyeleksi, menilia dan memilih alternatif kebijakan dalam pembuatan keputusan kebijakan publik dengan fokus pada elemen-elemen irasional sikap para pembuat kebijakan publik, dengan memperhatikan irasional kepentingan publik dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
Contoh kasus:
Pada masa orde baru, pemerintah membuat kebijakan hak siar berita. Jadi pemerintah melakukan penyaringan terlebih dahulu sebelum berita di tayangkan atau dijejalkan ke masyarakat, walaupun sebenarnya rakyat perlu atau membutuhkan berita tersebut tapi apabila pemerintah tidak memberikan izin untuk berita itu dijejalkan ke masyrakat maka berita itu akan tersimpan rapi, atau pecah diperut pemerintah itu sendiri.

5. Model Institusional
Dalam proses pembuatan kebijakan model ini masih merupajan model tradisional, dimana fokus model ini terletak pada struktur organisasi pemerintahan. Jadi yang sangat berpengaruh di dalam model ini hanyalah lembaga-lembaga pemerintah dari tingkat pusat atau daerah, sedang. Adapun aktor eksternal pada model ini seperti media massa, kelompok think-thank (LSM, Kelompok budayawan, kelompok mahasiswa, cendikiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain,) serta masyarakat hanya berfungsi memberikan pengaruh dalam batas kewenangannya. Jadi kebijakan yang telah dibuat akan dijalankan dahulu oleh aktor internal, yaitu lembaga-lembaga pemerintahan tersebut.
Contoh kasus:
Di kota salatiga, belasan pedagang ayam yang biasa mangkal di jalan taman pahlawan sekitar eks pertokoan hasil, mendatangi komisi II DPRD Kota Salatiga, pertemuan tersebut dalam rangka audiensi dan dihadiri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM yang mana dinas tersebutlah yang mengurusi aktivitas pedagang di pasar. Para pedagang mengungkapkan keluh kesahnya kegiatan berjualan di tempat mereka mangkal dengan mengantongi perizinan usaha, sementara aktivitas mereka tidak diakui secara sah oleh dinas terkait. Para pedagang tersebut meminta agar tetap dapat berjualan di pinggir jalan Taman Pahlawan dekat eks pertokoan hasil, karena memiliki izin usaha. Namun permintaan pedagang tersebut tidak disetujui oleh Disperindagkop, sebab pasar sudah ditata berdasarkan lokasi jenis dagangan, yang mana kebijakan pemerintah setempat telah membangun pasar-pasar tersebut untuk pedagang ayam, daging, dan lain sebagainya, di daerah pasara raya I.

6. Model Elit-Massa
Model ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk piramida, dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung piramida dan aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik (dalam hal ini adalah pemerintah) berada ditengah-tengah antara masyarakat dan elit.

7. Model Kelompok
Pada model ini pemerintah membuat kebijakan karena adanya tekanan dari berbagai kelompok. Kebijakan publik merupakan hasil perimbangan (equilibrium) dari berbagai tekanan kepada pemerintah dari berbagai kelompok kepentingan. Besar kecil tingkat pengaruh dari suatu kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaannya, kekuatan, dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggotanya.
Contoh kasus:
Pemerintah Kabutpaten Kebumen, melalui bupati KH. M. Nashirudin Al Mansyur menyatakan status “quo”, yakni kembali pada keadaan semula atas permasalahan tanah dinas penelitian pengembangan (Dislitbang) TNI AD dengan Masyarakat wilayah Urut Sewu Kebumen. Artinya penggunaan lahan untuk kegiatan dilaksanakan seperti sebelum ada permasalahan. “TNI dapat melaksanakan latihan seperti sedia kala. Sedangkan para petani dapat melaksanakan kegiatan bercocok tanam,” selanjutnya penyelesaian permasalahan tanah selanjutnya akan diadakan peninjauan di lapangan oleh TNI, Pemerintah daerah, serta masyarakat. Hal itu dalam rangka penentuan batas kepemilikan tanah.(suara merdeka)

8. Model Sistem Politik
Model ini didasarkan pada konsep-konsep kekuatan-kekuatan lingkunang, sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, geografis, dan sebagainya yang ada disekitarnya. Kebijakan publik merupakan hasil (output) dari sistem politik. Kebijakan model ini juga melihat dari tuntutan-tuntutan, dukungan, masukan yang selanjutnya di ubah menjadi kebijakan punlik yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat. Intinya sistem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.
Contoh kasus:
Setelah batik mendapat sertifikat dari UNESCO sebagai warisan budaya indonesia, kini pemerintah membuat kebijakan untuk mendaftarkan angklung ke UNESCO agar alat musik khas daerah tersebut tidak diklaim oleh pihak lain. Melalui tahap verifikasi akan terbukti bahwa angklung sangat berperan dalam kelangsungan suku bangsa khusunya di indonesia, jika lolos verifikasi, UNESCO akan mengeluarkan sertifikat dan angklung akan diakui sebagai warisan ahli budaya asli indonesia. Kesenian dan kebudayaan Jawa Barat yang berbahan dasar bambu tengah dihadapkan pada percepatan dunia industri yang membutuhkan inovasi dan kreativitas. Sepanjang tahun 2008, angklung juga berfungsi sebagai alat promosi budaya dengan berbagai inovasi dalam seni pertunjukkan. Angklung telah menjadi salah satu kekuatan diplomasi budaya serta komunikasi nonverbal lintas sektoral yang cukup efektif. Bermain musik bambu juga bermain dengan menggunakan rasa, yang menimbulkan kepekaan dan solidaritas yang menciptakan harmoni sehingga perlu ditanamkan di kalangan generasi pelajar indonesia. Dengan begitu sangat pantaslah pemerintah mengambil kebijakan untuk mendaftarkan angklung sebagai salah satu warisan budaya asli indonesia, yang mana bangsa ini memiliki solidaritas dan kepekaan yang tinggi.(sindo)

Sumber : http://lembahperasaan.blogspot.com

No comments:

Post a Comment