Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Ilmu Komunikasi. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Komunikasi. Show all posts

Saturday, February 4, 2012

Hubungan Antara Media Massa, Politik, Dan Demokrasi

February 04, 2012 2
Dalam ilmu politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi. Pertama, pemahaman demokrasi secara normatif. Kedua, pemaham demokrasi secara empirik. Dalam pemahaman normatif, demokrasi merupakan suatu kondisi yang secara ideal ingin diselenggarakan oleh suatu negara. Sedangkan dalam pemahaman empirik, demokrasi dikaitkan dengan kenyataan penerapan demokrasi dalam tataran kehidupan politik praktis.
Untuk melihat apakah demokrasi yang normatif diterapkan dengan baik dalam kehidupan politik secara empirik, para ahli politik membuat berbagai indikator untuk mengukurnya. Antara lain Huntington yang mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat di dalam sistem politik, para calon secara bebas bersaing untuk mendapatkan suara, dan hampir semua penduduk dewasa berhak untuk memberikan suaranya. Selain itu, demokrasi juga mensyaratkan adanya kebebasan sipil dan politik, yaitu adanya kebebasan untuk berbicara, berpendapat, berkumpul, berorganisasi, yang dibutuhkan untuk perdebatan politik, dan pelaksanaan kampanye pemilihan umum. Suatu sistem dikatakan tidak demokratis bila oposisi dikontrol dan dihalangi dalam mencapai apa yang dapat dilakukannya, seperti koran-koran oposisi dibredel, hasil pemungutan suara dimanipulasi atau perhitungan suara tidak benar.
Sedangkan Dahl mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah sistem politik dimana para anggotanya saling memandang antara yang satu dengan yang lainnya sebagai orang-orang yang sama dalam segi politik, secara bersama-sama berdaulat, memiliki kemampuan, sumber daya, dan lembaga-lembaga yang mereka perlukan untuk memerintah diri mereka sendiri. Indikator demokrasi yang diajukan Dahl adalah sebagai berikut:
  • Adanya kontrol terhadap kebijakan pemerintah.
  • Adanya pemilihan umum yang diadakan secara damai dalam jangka waktu tertentu, terbuka, dan bebas.
  • Semua orang dewasa mempunyai hak untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum.
  • Hampir semua orang dewasa mempunyai hak untuk mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilihan umum.
  • Setiap warga negara memiliki hak politik, seperti kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat, termasuk didalamnya mengkritik pemerintah.
  • Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan akses informasi alternatif yang tidak dimonopoli oleh pemerintah atau kelompok tunggal lain.
  • Setiap warga negara berhak untuk membentuk dan bergabung dengan lembaga-lembaga otonom, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan yang berusaha untuk mempengaruhi pemerintah dengan mengikuti pemilihan umum dan dengan perangkat-perangkat lainnya.
Berdasarkan pada pendapat Huntington dan Dahl di atas jelaslah bahwa kehadiran media massa menempati ruang penting dalam proses demokrasi, bahkan banyak ahli yang menyatakan bahwa pers sesungguhnya merupakan salah satu pilar demokrasi. Keberadaan media massa dilihat sebagai salah satu indikator demokratis tidaknya sebuah sistem politik karena terkait dengan kebebasan untuk menyatakan pendapat dan mendapatkan akses informasi. Negara yang demokratis akan menjamin kebebasan media massa dan negara yang otoriter akan mengekang kehidupan media massa. Disinilah letak hubungan media massa dan politik.
Gurevitch dan JG Blumler, sebagaimana dikutip dalam buku Cangara, berpendapat bahwa dalam hal penegakkan demokasi media massa memiliki peran:
  • Mengawasi lingkungan sosial politik dengan melaporkan perkembangan hal-hal yang menimpa masyarakat.
  • Melakukan agenda setting dengan mengangkat isu-isu kunci yang perlu dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah atau masyarakat.
  • Menjadi platform dalam rangka menciptakan forum diskusi antara politisi dan juru bicara negara dengan kelompok kepentingan dan kasus-kasus lainnya.
  • Membangun jembatan dialog antara pemegang kekuasaan atau pemerintah dengan masyarakat luas.
  • Membangun mekanisme supaya masyarakat memiliki keterlibatan dalam hal kebijakan publik.
  • Merangsang masyarakat untuk belajar memilih dan melibatkan diri  dalam proses politik.
  • Menolak upaya dalam bentuk campur tangan pihak-pihak tertentu yang membawa pers keluar dari kemerdekaan, integritas, dan dedikasinya untuk melayani kepentingan masyarakat.
  • Mengembangkan potensi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan politiknya.
Pendapat yang melihat hubungan sejajar antara sistem politik dengan media massa dapat ditelusuri dalam teori pers yang dimunculkan oleh Siebert pada tahun 1956 dalam bukunya Four Theories of the Press (dalam Hari Wiryawan) yang dapat dirangkum sebagai berikut:
  1. Teori Pers Otoriter. Pers berkembang dalam sistem politik yang otoriter dimana kekuasaan negara sangat besar. Pers dikendalikan oleh negara dan mengabdi untuk kepesntingan negara, kerajaan, atau bangsawan. Teori pers ini muncul terutama pada saat negara-negara Eropa menganut syitem monarkhi absolute pada abad ke-17 sebelum meluasnya demokrasi. Teori Pers Otoriter di Eropa berakhir sejalan dengan berkembangnya ide-ide liberalisme dan demokrasi.
  2. Teori Pers Liberal. Teori ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap Teori Pers Otoriter. Prinsip pers liberal sejalan dengan ide-ide liberalisme yang mengedepankan rasionalisme, kebebasan individu, kebenaran, kemajuan, dan kedaulatan rakyat. Negara memberikan kebebasan kepada mesia, namun media juga tidak lepas dari peraturan perundangan yang mengatur konsekuensi atas pelanggaran hak-hak orang lain dan tuntutan dari masyarakat. Kesulitan yang muncul dalam teori pers liberal ini adalah adanya hak kepemilikan media secara individual (hak privat) yang memunculkan kepentingan pemilik, sehingga pertanyaan yang kemudian timbul adalah: siapakah yang berhak menikmati kebebasan pers? Pemilik media, wartawan, reporter, atau editor?
  3. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial. Teori ini muncul sebagai bentuk respon terhadap permasalahan yang muncul dari Teori Pers Liberal, dengan menggabungkan unsur kemandirian atau kebebasan pers dengan kewajiban pers kepada masyarakat. Kepemilikan media dipandang sebagai tugas pengelolaan, bukan semata-mata sebagai hak privat. Media harus menjalankan fungsi yang lebih esensial terhadap masyarakat dan diperlukan pedoman substansial untuk pengaturan media.
  4. Teori Media Soviet. Teori ini dibangun berdasarkan faham Marxisme, Neo Marxisme, dan Leninisme. Pers ditempatkan pada posisi di bawah penguasaan kelas pekerja, dalam hal ini Partai Komunis yang berkuasa. Pers tidak boleh memicu konflik dalam masyarakat. Pers memegang peran penting dalam pembentukan masyarakat dan gerakan ke arah komunisme. Pers harus mencerminkan realitas obyektif dan harus menghilangkan penafsiran pribadi dalam pembuatan berita, oleh karena itu pers harus dikendalikan oleh negara dan bukan oleh perusahaan bisnis.
Keempat Teori Pers di atas lahir dari eksistensi pers di negara-negara Eropa dan Amerika. Selanjutnya Denis McQuail menambahkan dua teori pers lain, yaitu Teori Pers Pembangunan dan Teori Pers Demokratis Partisipan yang benyak bermunculan di negara-negara berkembang:
  1. Teori Pers Pembangunan. Teori pers ini menyatakan bahwa pers harus ikut berperan aktif dalam pembangunan negara, sejalan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan nasional. Kebebasan pers juga disesuaikan dengan tujuan utama pembangunan bangsa dan memprioritaskan kebudayaan dan bahasa nasional.
  2. Teori Pers Demokratis Partisipan. Teori ini menggabungkan beberapa unsur dalam pers liberal dan pers pembangunan dimana memberikan penekanan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses informasi, hak menjawab kembali, dan hak untuk menggunakan sarana informasi. Teori ini muncul sebagai bentuk reaksi terhadap komersialisasi pers, pemonopolian pers secara pribadi, dan sentralisasi atau birokratisasi lembaga siaran publik.
 Sumber : Diktat Komunikasi Politik, Dian Eka Rahmawati, S. IP, M. Si

Friday, February 3, 2012

Pengertian Komunikasi Politik Dan Sistem Politik

February 03, 2012 3
Komunikasi politik merupakan penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan dalam arti luas. Berdasarkan pembatasan konsep komunikasi politik tersebut, terdapat dua hal yang perlu mendapatkan penekanan dalam proses komunikasi politik. Pertama, bahwa yang membedakan komunikasi politik dengan komunikasi yang lain terletak pada pesan yang disampaikan berupa pesan-pesan politik. Kedua, pengertian “dalam arti luas” menunjuk pada saluran yang digunakan dalam komunikasi politik dan level masyarakat. Artinya, komunikasi politik dapt menggunakan saluran atau media apapun yang ada dalam masyarakat dan dapat terjadi pada level manapun dalam masyarakat. Sedangkan sistem politik didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

  1. David Easton: Sistem politik merupakan alokasi nilai-nilai, dimana pengalokasian nilai-nilai itu bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan mengikat masyarakat secara keseluruhan.
  2. Robert A. Dahl: Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan-hubungan antar manusia yang melibatkan, sampai pada tingkat yang berarti, kontrol, pengaruh, kekuasaan, atau wewenang.
  3. Gabriel A. Almond:  Sistem politik merupakan sistem interaksi yang terjadi di dalam masyarakat merdeka yang menjalankan fungsi integrasi untuk mencapai kesatuan dalam masyarakat dan fungsi adaptasi terhadap lingkungan, baik lingkungan dalam sistem sendiri maupun lingkungan diluar sistem.
Dengan demikian secara umum sistem politik dapat diartikan sebagai sistem interaksi yang terjadi dalam masyarakat melalui mana dialokasikan nilai-nilai, dengan menggunakan paksaan yang bersifat sah (otoritatif). Sistem interaksi berarti adanya interaksi antar aktor politik, baik individu dengan individu, individu dengan institusi, atau institusi dengan institusi. Alokasi nilai berarti adanya transfer nilai yang dianggap berharga dalam suatu masyarakat yang bisa jadi berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Sedangkan kekuasaan otoritatif berarti pengalokasian nilai dilakukan oleh pihak-pihak  yang memiliki kewenangan atau otoritas yang diakui dalam masyarakat tersebut.
Istilah Komunikasi Politik mulai banyak disebut sejak tahun 1960an ketika Gabriel Almond menerbitkan bukunya “The Politics of Development Area”, dimana dia menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Menurut Almond, fungsi yang dijalankan oleh sistem politik adalah:

  • Fungsi Input
  1. Sosialisasi Politik dan Rekruitmen
  2. Sosialisasi politik merupakan proses internalisasi nilai-nilai politik yang ada dalam masyarakat, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan rekrutmen merupakan seleksi individu-individu yang berkualitas untuk duduk dalam jabatan politik maupun jabatan publik.
  3. Artikulasi Kepentingan. Merupakan proses penyampaian kepentingan atau kebutuhan masyarakat, baik oleh individu, kelompok, atau lembaga,  kepada lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang berwenang untuk membuat kebijakan.
  4. Agregasi Kepentingan. Merupakan proses untuk mengubah atau mengkonversikan berbagai kepentingan atau kebutuhan masyarakat yang telah diartikulasikan menjadi alternative-alternatif kebijakan.
  5. Komunikasi Politik. Merupakan proses penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan berbagai media dan menghasilkan efek tertentu.

  • Fungsi Output
  1. Pembuatan Peraturan. Merupakan proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh lembaga pembuat kebijakan (lembaga eksekutif dan lembaga legislatif).
  2. Penerapan Peraturan. Merupakan proses implementasi atau penerapan kebijakan yang telah dibuat sebelumnya oleh lembaga pembuat kebijakan, penerapan peraturan dilaksanakan oleh lembaga eksekutif (pemerintah).
  3. Ajudikasi Peraturan. Merupakan proses pencegahan terjadinya pelanggaran hukum dalam penerapan peraturan ataupun pengawasan terhadap penerapan peraturan yang dinyatakan dengan keputudan hokum. Ajudikasi peraturan dilaksanakan oleh lembaga yudikatif.
Semua fungsi yang dijalankan oleh sistem politik tersebut pada dasarnya dilaksanakan melalui sarana komunikasi. Proses komunikasi terjadi pada saat fungsi-fungsi yang lain dijalankan. Komunikasi politik menyambungkan antar semua bagian dari sistem politik, sehingga sistem politik itu bisa berjalan dengan baik.
Menurut Almond, pemisahan fungsi komunikasi politik adalah untuk menjelaskan fungsi komunikasi politik sebagai sebuah fungsi tersendiri dalam sebuah sistem politik, sekalipun memang arus komunikasi politik melintasi semua fungsi yang terdapat dalam sistem politik. Disamping itu, bila komunikasi politik tidak disendirikan dalam bahasan mengenai fungsi yang dijalankan oleh suatu sistem politik, maka kita akan kehilangan satu alat yang esensial dalam membandingkan antar sistem politik dan untuk mencirikan penampilan dari sistem-sistem tersebut.


Sumber : Diktat Komunikasi Politik, Dian Eka Rahmawati, S. IP, M. Si

Sunday, January 29, 2012

Komunikasi Politik Sebagai Kajian Dalam Ilmu Politik

January 29, 2012 0
Komunikasi politik merupakan studi multidisipliner yang melibatkan beberapa cabang ilmu terutama cabang ilmu komunikasi dan ilmu politik. Hal ini bisa dilihat dari kajian komunikasi politik yang secara umum membahas keterkaitan antara proses komunikasi dan proses politik yang berlangsung dalam sebuah sistem politik. Kesulitan yang dialami oleh kebanyakan studi multidisipliner seperti studi komunikasi politik adalah sulitnya menemukan keberimbangan penekanan ataupun perspektif dan penguasaan metodologi lintas ilmu.
Selama ini studi komunikasi politik masih lebih banyak menjadi perhatian ilmuwan komunikasi ketimbang ilmuwan politik, sehingga bisa dipahami ketika ada perspektif yang berbeda dalam melihat proses komunikasi politik yang terjadi dalam sebuah sistem politik. Perbedaan penekanan dan perspektif antara ilmuwan komunikasi dan ilmuwan politik dalam melihat komunikasi politik terletak pada:
  1. Ilmuwan komunikasi lebih cenderung melihat peran media massa dalam komunikasi politik, sedangkan ilmuwan politik (khususnya penganut mazhab behavioralisme) cenderung melihat proses komunikasi politik dari segi pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik dalam kegiatan kemasyarakatan.
  2. Ilmuwan komunikasi cenderung melihat saluran komunikasi politik dalam bentuk media massa sebagai saluran terpenting. Sedangkan ilmuwan politik melihat saluran media massa dan saluran tatap muka yang melibatkan pemimpin opini (opinion leader) memainkan peran yang sama pentingnya.
Penelusuran yang dilakukan dengan cara memperlihatkan bahwa kajian komunikasi politik berawal dari kajian tentang propaganda dan opini publik pada tahun 1922 dimana Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmann melakukan penelitian tentang opini publik, disusul oleh peneliti-peneliti berikutnya. Pada tahun 1027 Harold Lasswell dalam disertasinya melakukan penelitian tentang propaganda berjudul “Propaganda Technique in the World War”. Berdasar pada disertasi Lasswell, Amerika Serikat yang semula memandang propaganda memiliki arti yang negatif, justru kemudian memanfaatkannya dalam Perang Dunia II dengan melibatkan sejumlah ilmuwan dan praktisi. Berkat rintisan Lasswell dalam disertasinya yang dipandang sangat penting, Wilbur Schramm ahli di bidang content analysis menempatkan Lasswell sebagai tokoh utama dalam studi komunikasi politik.  
Istilah komunikasi politik dalam ilmu politik memang terbilang masih relatif baru, sekalipun obyek kajiannya sudah lama mendapatkan perhatian dalam ilmu politik  seperti partisipasi politik, perilaku pemilih, sosialisasi politik, lembaga politik, dan lain-lain. Istilah Komunikasi Politik dalam ilmu politik mulai banyak disebut sejak tahun 1960an ketika Gabriel Almond menerbitkan bukunya “The Politics of Development Area”, dimana dia menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Adapun fungsi yang dijalankan oleh sebuah sistem politik tersebut menurut Almond adalah:
  1. Sosialisasi Politik, internalisasi nilai-nilai politik dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  2. Rekrutmen Politik, penyeleksian individu-individu yang berkompeten untuk duduk dalam jabatan politik maupun jabatan publik.
  3. Artikulasi Kepentingan, proses penyerapan kepentingan publik atau masyarakat.
  4. Agregasi Kepentingan, proses pengolahan kepentingan publik menjadi alternatif kebijakan untuk dimasukkan dan diproses dalam sistem politik.
  5. Komunikasi Politik, proses penyampaian pesan-pesan politik dalam infra struktur politik, supra struktur politik, maupun dalam masyarakat.
  6. Pembuatan Peraturan, proses pembuatan kebijakan.
  7. Penerapan Peraturan, proses implementasi kebijakan.
  8. Ajudikasi Peraturan, proses pengawasan dan evaluasi kebijakan.
Dari penjabaran fungsi system politik tersebut terlihat bahwa komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, tapi inhern dalam setiap sistem politik dan dapat ditemukan dalam tiap-tiap fungsi sistem politik yang lain. Proses komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan politik yang terjadi pada saat fungsi-fungsi yang lain dijalankan. Dengan kata lain, komunikasi politik melekat pada fungsi-fungsi yang lain dan merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi yang lain. Ketika fungsi sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan peraturan, penerapan aturan, dan ajudikasi peraturan berjalan, sesungguhnya didalamnya sedang berlangsung pula proses komunikasi politik. 
Sumbangan pemikiran yang diberikan Almond tersebut adalah bahwa semua sistem politik, dimanapun dan kapanpun, memiliki persamaan yang mendasar, yaitu ditinjau dari fungsi yang dijalankan. Sekalipun bentuk atau sifat dari fungsi tersebut bisa berbeda-beda karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti, lingkungan, budaya, dan lain-lain, namun menurut Almond perbedaan itu tidak bersifat mendasar. Dengan demikian, kajian komunikasi politik dalam ilmu politik yang perlu dicermati adalah:
  • Adanya perhatian yang sama besar terhadap arus komunikasi dari atas ke bawah (dari pemerintah/penguasa politik pada masyarakat) dan dari bawah ke atas (dari masyarakat pada pemerintah/penguasa politik).
  • Indikator arus komunikasi politik dari bawah ke atas atau dari masyarakat ke penguasa politik (bottom up) paling tidak bisa dilihat dari agregasi kepentingan dan partisipasi politik.
  • Komunikasi politik yang ideal dalam sebuah sistem politik adalah ketika dikaitkan dengan demokratisasi. Frekuensi penggunaan komunikasi politik oleh masyarakat merupakan salah satu indikator peningkatan demokratisasi politik, yang menunjukkan arus komunikasi politik tidak sekedar datang dari atas ke bawah, melainkan juga dari bawah ke atas. Hal yang penting di sini adalah keterbukaan saluran komunikasi politik dan keterbukaan penguasa politik.
  • Peran sebagai komunikator yang dijalankan masyarakat dalam komunikasi politik memerlukan beberapa kualifikasi, yaitu:
  1. Masyarakat harus mengerti dengan baik masalah yang akan dikomunikasikan. Masyarakat dituntut untuk bisa menjelaskan masalah secara argumentatif dan rasional.
  2. Masyarakat harus mampu merumuskan masalah atau tuntutan dengan jelas supaya bisa diterima dan dipahami dengan baik.
  3. Masyarakat harus mampu untuk tidak menyinggung soal diri pribadi pejabat tertentu. Masalah politik adalah masalah rakyat keseluruhan, karena itu tuntutan yang diwarnai oleh sentimen pribadi bisa mengurangi kualitas tuntutan itu sendiri.
  4. Kualifikasi tersebut berpangkal pada adanya sosialisasi dan pendidikan politik yang baik dalam sebuah masyarakat.
  • Adanya ketidakjelasan dan ketumpangtindihan (overlap) konsep komunikasi politik dengan fungsi-fungsi sistem politik lainnya ataupun dengan konsep-konsep lain dalam ilmu politik. Hal ini menyebabkan studi komunikasi politik dalam ilmu politik tidak terlihat nyata, meskipun sebenarnya obyeknya telah banyak dikaji dalam ilmu politik.
  • Masih kurangnya penggunaan metode dan pendekatan yang biasa digunakan ilmu komunikasi dalam mengkaji proses komunikasi. Oleh karena itu, untuk memperjelas eksistensi studi komunikasi politik, ilmuwan politik perlu menggunakan bantuan dari ilmu komunikasi yang telah berhasil menciptakan berbagai pendekatan, metode, dan konsep yang bermanfaat bagi para ilmuwan politik.

Sumber : Diktat Komunikasi Politik, Dian Eka Rahmawati, S.IP, M.Si

Monday, November 7, 2011

Enam Prinsip Dasar Public Relations

November 07, 2011 0
Terdapat 6 (Enam) prinsip dasar dalam public relations (PR), yaitu :
1. Sampaikan kebenaran, biarkan publik tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi serta berikanlah gambaran yang akurat  tentang karakter, idealisme, dan praktik perusahaan.
2. Buktikan dengan tindakan. 90% persepsi publik terhadap organisasi ditentukan oleh perbuatan dan 10% lainnya oleh pembicaraan.
3. Dengarkan pelanggan. Agar perusahaan berjalan dengan baik pahamilah apa kebutuhan dan keinginan publik. Pastikan para pembuat keputusan dan pekerja lainnya di perusahaan tahu tentang produk.
4. Persiapkan untuk hari esok. Buatlah antisipasi PR dan hapuslah kegiatan yang membuat sulit, ciptakan itikad baik.
5. Berlakukan PR seakan semua bagian perusahaan bergantung padanya. Hubungan korporasi merupakan fungsi manajemen. Tidak ada satupun perusahaan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan pengaruhnya pada publik.
6. Bersikap tenang, sabar, dan memiliki rasa humor. Buatlah bingkai dasar kerja PR bagai sebuah mukjizat dengan sikap konsisten, tenang, serta perhatian pada informasi dan kontak.

Friday, November 4, 2011

Peran Bahasa dalam Komunikasi

November 04, 2011 0
Berkomunikasi dengan orang lain adalah rutinitas kita sehari- hari. Dalam berkomunikasi tentunya kita menggunakan bahasa dalam penyampaiannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia, alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor biologis diantaranya evolusi biologis, ikatan biologis, bahasa binatang, dan masa kritis belajar bahasa. Evolusi biologis, perubahan biologis membentuk manusia linguistik, karena berkenaan dengan evolusi biologis, otak, sistem saraf, dan sistrem vokal berubah selama beratus-ratus juta tahun dan akhirnya bahasa adalah pemerolehan yang selalu baru terjadi. Ikatan biologis, bahasa adalah suatu kemampuan gramatikal yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan anak mendeteksi kategori bahasa tertentu. Peranan otak, otak yang paling berperan dalam perkembangan bahasa adalah otak kiri, tetapi dalam melakukan kegiatan ada keterkaitan antara dua belahan otak yaitu kana dan kiri. Bahasa binatang, binatang dapat berkomunikasi dengan sesamanya dan dapat dilatih untuk dimanipulasi simbul-simbul bahasa. Periode kritis belajar, bahasa harus digerakan melalui belajar dan waktu yang efektif untuk pengembangan bahasa adalah selama usia dini. Faktor lingkungan, mencakup perubahan kultural dan konteks sosiokultural bahasa, dukungan sosial untuk perkembangan bahasa yang meliputi simplikasi pengasuhan dan pemetaan melalui motherese, recasting, echoing, expanding, labeling, modeling, dan correctiver feedback., dan pandangan behavioral. Dalam berbahasa seseorang melalui beberapa tahap, diantaranya perkembangan bahasa usia bayi, perkembangan bahasa usia dini, perkembangan bahasa usia sekolah, dan perkembangan membaca dan menulis.
Bila kegiatan belajar mengajar yang diciptakan efektif, maka perkembangan bahasa anak dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya bahwa jika kurang efektif, maka perkembangan bahasa anak mengalami hambatan. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif yang memungkinkan semua pihak yang terlibat interaksi belajar mengajar dapat berperan aktif dan produktif. Sehingga guru SD diharapkan lebih banyak menggunakan bahasa anak daripada bahasa orang dewasa.  Lingkungan yang kondusif dapat tercipta sesuai dengan kebutuhan anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif terhadap perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, melainkan juga dapat menjadi pengguna bahasa yang aktif.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/19/peran-bahasa-dalam-komunikasi/