Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah (bupati, walikota, dan gubernur) dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilihan kepala daerah oleh DPRD ternyata membawa kekecewaan masyarakat. Karena, pertama, politik oligarki yang dilakukan DPRD dalam memilih kepala daerah, dimana kepentingan partai, bahkan kepentingan segelintir elit partai, kerap memanipulasi kepentingan masyarakat luas. Kedua, mekanisme pemilihan kepala daerah cenderung menciptakan ketergantungan kepala daerah terhadap DPRD. Dampaknya, kepala-kepala daerah lebih bertanggungjawab kepada DPRD daripada kepada masyarakat. Dampak lebih lanjutnya adalah kolusi dan money politics, khususnya pada proses pemilihan kepala daerah, antara calon dengan anggota DPRD. Ketiga, terjadi pencopotan atau tindakan lain dari para anggota DPRD terhadap kepala daerah, seperti kasus di Surabaya dan Kalimantan Selatan, yang berdampak pada gejolak dan instabilitas politik dan pemerintahan lokal.
Keputusan politik untuk memilih sistem Pilkada langsung bukan datang dengan tiba-tiba. Banyak faktor yang mendorong munculnya sistem pilkada langsung tersebut. Adapun faktor-faktor pendorong tersebut antara lain :
Sistem Pemilihan Perwakilan (Lewat DPRD) diwarnai banyak kasus. Sebagai sebuah sistem, Pilkada selama ini yang melalui DPRD terdapat 3 kelompok kasus. Pertama proses pemilihan dan pelantikan, dugaan kasus politik uang dan intervensi pengurus Partai Politik di level lokal maupun pusat. Kedua laporan LPJ. Kasus suap untuk meloloskan LPJ tahunan sering menggunakan politik uang. Ketiga proses pemecatan. Kasus pemecatan atau pemberhentian akibat kepentingan DPRD tidak di akomodasi.
Rakyat Dapat Berperan Langsung. Pilkada Langsung sering disebut sebagai kemenangan demokrasi rakyat atas demokrasi perwakilan. Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati sehingga menjadi wajar apabila kepercayaan yang diberikan kepada wakil rakyat tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka kepercayaan tersebut dikembalikan kepada pemiliknya sendiri. Dengan demikian memanipulasi dan intervensi berlebihan gaya politisi lokal (Anggota DPRD) dapat dihindarkan. Negara berkewajiban memfasilitasi rakyat untuk mewujudkan kedaulatan tersebut.
Peluang Terjadinya Politik Uang Akan Makin Tipis. Politik uang merupakan fenomena yang tak terhindari dalam pilkada dengan sistem perwakilan. Mekanismenya, calon Kepala Daerah memberi uang kepada Anggota DPRD untuk memilihnya, karena jumlah Anggota DPRD sedikit (20-100 orang) maka kontrol terhadap penerima uang menjadi sangat mudah. Berbeda dengan Pilkada langsung, yang memilih adalah rakyat secara langsung sehingga politik uang tidak akan efektif karena calon yang memberi uang tidak mudah melakukan kontrol.
Peluang Campur Tangan Partai Politik Berkurang. Seringkali terjadi calon Kepala Daerah merupakan calon drop-dropan atau calon rekayasa yang terkesan dipaksakan sehingga terkadang calon tersebut tidak populer. Adanya campur tanggan atau intervensi partai politik tingkat lokal maupun pusat sering terjadi menyingkirkan calon yang memiliki basis massa dan dikenal masyarakat.
Hasil Akan Lebih Obyektif. Siapapun yang terpilih dalam Pilkada Langsung itulah kehendak mayoritas rakyat. Hasil obyektif ini tidak selalu indentik dengan terpilihnya kepala daerah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dan dibutuhkan daerah. Namun hal itu harus diterima sebagai bagian dari proses pembelajaran demokrasi.
Dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung, rakyat berpartisipasi langsung menentukan pemimpin daerah. Pilkada langsung juga merupakan wujud nyata asas responsibilitas dan akuntabilitas. Melalui pemilihan secara langsung, kepala daerah harus bertanggungjawab langsung kepada rakyat. Pilkada langsung lebih accountable, karena rakyat tidak harus menitipkan suara melalui DPRD tetapi dapat menentukan pilihan berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara lain sebagai berikut :
Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat. Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.
Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah ada dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalahan, tetapi itu semua wajar karena indonesia baru menghadapi Pemilukada untuk pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar. Aamien…
No comments:
Post a Comment