Siklus manajemen
perkotaan seperti hal nya perencanaan melalui beberapa tahapan, yaitu input,
poses, output, dan outcome. Makalah ini akan membahas mengenai proses dalam
manajemen perkotaan, yaitu konsep dan praktek Good Governance dalam manajemen kota di Indonesia. Konsep good governance merupakan salah satu
konsep kunci dalam manajemen perkotaan karena implemetasi dari perencanaan kota
melibatkan semua aktor, lintas sektor dan lintas disiplin. Dengan demikian,
semua komponen dan aktor dalam lingkungan perkotaan terlibat dalam implemenatsi
dari perencanaan kota atau manajemen perkotaan, baik terlibat secara langsung
maupun tidak langsung. Keterlibatan semua komponen ini harus dipayungi oleh
dasar dan konsep yang kuat sehingga menghasilkan hubungan yang harmonis satu
dengan yang lainnya. Makalah ini akan membahas mengeai konsep good governance ditinjau dari
teori-teori yang ada dan praktiknya dalam manajemen Kota Solo.
Konsep
Good Governance
Reformasi yang dimulai
pada tahun 1998 memperjuangkan adanya good
governance. Tuntutan yang diajukan ini merupakan reaksi terhadap keadaan
pemerintah pada era Orde Baru dengan berbagai permasalahan yang terutama
meliputi pemusatan kekuasaan pada Presiden, baik akibat konstitusi (UUD 45)
maupun tidak berfungsi dengan baiknya lembaga teringgi dan lembaga tinggi
negara lainnya, serta tersumbatnya saluran partisipasi masyarakat dalam
memberikan kontrol sosial. Kemudian dari sini lah berkembang sebuah konsep tata
pemerintahan yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan
tersebut. Konsep itu yaitu Good Governance.
Munculnya istilah governance mendorong para ilmuwan
politik untuk tidak sekedar memperhatikan pemerintah sebagai lembaga, melainkan
juga pemerintahan sebagai proses multi arah, yaitu proses memerintah yang
melibatkan pemerintah dengan unsur-unsur diluar pemerintah. Dalam memahami
perbedaan antara governance dan government, Schwab dan Kubler (2001)
melihatnya dari 5 dimensi:
- Dimensi actor. Governance dicirikan dengan banyaknya jumlah peserta baik yang berasal dari sektor publik maupun privat yang terlibat dalam pengaturan sebuah kebijakan. Adapun government dicirikan dengan sangat sedikit dan terbatasnya jumlah peserta dalam proses pengaturan kebijakan tersebut, faktor yang terlibat pun biasanya merupakan badan-badan (lembaga) pemerintahan.
- Dimensi fungsi. Governance dicirikan melalui banyaknya konsultasi yang dilakukan dalam pengaturan kebijakan. Hal ini memungkinkan bagi adanya kerjasama dalam pembuatan kebijakan antara aktor-aktor yang terlibat sehingga issue-issue kebijakan yang dihasilkan menjadi lebih sempit. Adapun government dicirikan dengan sedikitnya konsultasi, tidak adanya kerjasama antar aktor dalam pembuatan kebijakan yang menyebabkan luasnya issue kebijakan yang dihasilkan.
- Dimensi struktur. Governance dicirikan dengan adanya batas-batas yang didefinisikan secara fungsional dan sangat terbuka selain keanggotaan dari struktur yang bersifat sukarela. Batas-batas yang didefinisikan secara fungsional disini berarti pertimbangan pengaturan kebijakan didasarkan atas kebutuhan fungsional. Adapun government mendefinisikan batas-batas berdasarkan kewilayahan dan bersifat tertutup selain tentu saja keanggotaannya yang tidak sukarela, artinya untuk dapat masuk sebagai struktur harus merupakan anggota dari organisasi sector publik.
- Dimensi konvensi interaksi. Governance dicirikan dengan konsultasi yang sifatnya horizontal dengan pola hubungan yang bersifat kooperatif sehingga lebih banyak keterbukaan.Government dicirikan dengan adanya hirarkhi kewenangan sehingga pola hubungan yang terjadi lebih banyak bersifat konflik dan dipenuhi dengan banyak kerahasiaan.
- Dimensi distribusi kekuasaan. Governance dicirikan dengan rendahnya dominasi negara, dipertimbangkannya kepentingan masyarakat dalam pengaturan kebijakan serta adanya keseimbangan atau simbiosis antar aktor. Adapun government dicirikan dengan adanya dominasi negara yang dalam banyak hal tidak terlalu memperhatikan kepentingan masyarakat serta tidak adanya keseimbangan antar actor yang terlibat.
- Partcipation. Semua warga negara berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, langsung maupun melalui DPR; dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif
- Rule of law. Proses mewujudkan cita GG harus diimbangi dengan komitmen untuk penegakan hukum (gakkum), dengan karakter : (a) supremasi hukum, (b) kepastian hukum, (c) hokum yang responsif, (d) gakkum yang konsisten dan non-diskriminatif, dan (e) independensi peradilan.
- Transparency. Keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk memberantas KKN diperlukan keterbukaan dalam transaksi dan pengelolaan keuangan negara, serta pengelolaan sektor-sektor publik.
- Responsiveness. Peka dan cepat tanggap terhadap persoalan masyarakat. Pemerintah harus memiliki etik individual, dan etik sosial. Dalam merumuskan kebijakan pembangunan sosial, pemerintah harus memperhatikan karakteristik kultural, dan perlakuan yang humanis pada masyarakat.
- Consensus orientation. Pengambilan keputusan melalui musyawarah dan semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama.
- Kesetaraan dan Keadilan. Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Pemerintah harus memberikan kesempatan pelayanan dan perlakuan yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan.
- Effectiveness and efficiency. Berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Efisiensi diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Pemerintah harus mampu menyusun perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyayarakat, rasional, dan terukur.
- Accountability. Pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberikan kewenangan mengurus kepentingannya. Ada akuntabilitas vertikal (pemegang kekuasaan dengan rakyat; pemerintah dengan warga negara; pejabat dengan pejabat di atasnya), dan akuntabilitas horizontal (pemegang jabatan publik dengan lembaga setara; profesi setara).
- Strategic vision. Pandangan strategis untuk menghadapi masyarakat oleh pemimpin dan publik. Hal ini penting, karena setiap bangsa perlu memiliki sensitivitas terhadap perubahan serta prediksi perubahan ke depan akibat kemajuan teknologi, agar dapat merumuskan berbagai kebijakan untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan.
Good
governance merupakan sebuah konsep yang netral, untuk
menggambarkan pola-pola relasi antara negara, masyarakat, dan pasar. GG dibagi
menjadi empat model, berdasarkan dua kriteria utama, yaitu basis politik
(negara atau masyarakat); dan basis ekonomi (pasar atau nonpasar).
Libertarian bercirikan
system ekonomi pasar dan system politik berbasis masyarakat. Contohnya adalah
Amerika Utara dan Eropa Barat. Coporatist ditandai oleh system politik yang
dikendalikan oleh negara (otoriter-monosentris), tetapi dari sisi ekonomi
berbasis pada pasar. Contohnya adalah Singapura. Communitarian ditandai oleh
system politik yang berbasis masyarakat dan sistem ekonomi yang berbasis
nonpasar, terutama komunitas. Contoh yang menerapkan sistem ini adalah
pemerintahan dan masyarakat di Bali dan Sumatera Barat. Model ini bisa disebut
demokrasi sosialis. Statis (totaliter) ditandai oleh system politik yang
dikendalikan negara secara total dan system ekonomi nonpasar, terutama negara.
Dalam model ini negara adalah segala-galanya yang mengandalikan secara total
dan monosentris terhadap proses politik dan mode
of production.
Model GG yang
diterapkan di suatu negara akan mempengaruhi penyelenggaraan manajemen
perkotaan di negara tersebut karena manajemen perkotaan juga menyangkut
kewenangan pemerintah daerah sebagai eksekutor sekaligus regulator, dan
menyangkut pula keterlibatan masyarakat dan pasar (swasta) dalam implmentasinya.
Good governance akan mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan manajemen perkotaan melalui berbagai
proses di dalamnya, termasuk proses birokrasi, partisipasi masyarakat, dan
kerjasama dengan dunia swasta. Konsep good
governance merupakan konsep yang ideal yang dalam pelaksanaannya sulit
dilakukan. GG membutuhkan komitmen kuat, daya tahan dan waktu yang tidak singkat,
diperlukan pembelajaran, pemahaman, serta implementasi nilai-nilai kepemerintahan
yang baik pada seluruh stakeholder. Perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa
optimistik yang tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa kepemerintahan yang
baik dapat diwujudkan demi mencapai masa depan bangsa dan negara yang lebih
baik.
Dalam praktek good governance perlu dikembangkan
indikator keberhasilan pelaksanaan good
governance. Keberhasilan secara umum dapat dilihat dari indicator ekonomi
makro atau tujuan-tujuan pembangunan atau indikator quality of life yang dituju. Untuk negara-negara terkena krisis,
indikator recovery. Tetapi bias juga secara sektoral (produksi tertentu),
peningkatan eskpor, investasi, jaringan jalan, tingkat danpenyebaran
pendidikan). Dan juga secara mikro seperti laporan hasil audit suatu badan usaha.
Tidak saja perusahaan tetapi juga unit-unit birokrasi (misalnya dalam pelayanan).
Misalnya Lembaga Administrasi Negara telah mengembangkan Modul tentang
Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah dan Modul tentang Evaluasi Kinerja Instansi
Pemerintah. Pengembangan indicator keberhasilan atau kegagalan dilakukanantara
lain mengenai :
- Pelayanan publik UU No.I/1995
- Koordinasi sector public dan swasta (terutama dari keluhan sector swasta/masyarakat )
- Pengelolaan usaha yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan ISO 14.000.
- ISO 9.000 Kendali Mutu. Penilaian aspek manajemen tertentu.
- Sertifikasi dan Standarisasi, juga suatu pengukuran/indikator kualitas produk.
- MRA Standard and Conformance. Adanya kesepakatan aturan penilaian mutu produk antar negara.
- Audit Report, Neraca Untung Rugi dan lain sebagainya bagi sesuatu badan usaha.
- Beberapa manfaat utama diterapkannya konsep Good Governance adalah sebagai berikut.
- Berkurangnya secara nyata praktek KKN di birokrasi pemerintahan
- Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, professional, dan akuntabel
- Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat
- Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun daerah
No comments:
Post a Comment