Bagi masyarakat di Kota Glasgow sepakbola adalah
identitas, hal tersebut merujuk pada adanya tiga klub sepakbola yang bermarkas
di kota ini dan bermain di level tertinggi kompetisi sepakbola Skotlandia,
yaitu Celtic, Rangers, dan Partick Thistle. Ketiga klub tersebut masing-masing
mewakili district di kota Glasgow dan menjadi kebanggan masyarakat setempat.
Tidak
seperti dua nama yang disebutkan pertama, nama terakhir mungkin kurang familiar
bagi pecinta sepakbola di tanah air, maklum Partick Thistle hanyalah klub papan
tengah dengan prestasi yang tidak begitu diperhitungkan, raihan terbaik mereka
sejauh ini selama mengikuti kompetisi adalah satu gelar Scottish Cup (1920-21),
dan satu gelar Scottish League Cup (1971-72), dan sama sekali belum pernah
mencicipi manisnya tropi Scottish Football League (sekarang bernama Scottish
Premiership).
Lain halnya dengan dua klub gaek Celtic dan Rangers
yang namanya sudah sangat mendunia karena prestasi dan persaingan antara
keduanya, bahkan dari sekian banyak derby bergengsi di semua liga top Eropa,
rasanya tidak ada yang menyamai derby dua tim asal Glasgow ini. Derby kedua tim
ini bisa dibilang salah satu rivalitas tertua dan tersengit dalam dunia
sepakbola. Pertemuan kedua klub disebut juga dikenal dengan derby Old Firm, disebut Old karena persaingan keduanya telah berlangsung sangat lama,
yaitu sejak abad ke-19 dan masih berlangsung sampai sekarang. Kemudian Firm bisa berarti karena keuntungan
besar yang akan dan pasti selalu diperoleh oleh pihak penyelenggara ketika
kedua tim bertemu, karena sudah pasti akan dipenuhi para pendukung dari kedua
klub.
Kalau digabungkan dari seluruh ajang Scottish
Premiership, Scottish Cup, Scottish League Cup, keduanya sudah 408 kali
bertemu. Dari jumlah tersebut, Rangers mampu mencatatkan 159 kali kemenangan, lalu
sebanyak 98 pertandingan imbang, dan sisanya 151 kali dimenangkan oleh Celtic. Musim
2016/17 ini, keduanya telah bertemu sebanyak lima kali di semua ajang, empat
kemenangan untuk Celtic, dan satu pertandingan berakhir seri. Terakhir (29/04),
Rangers dilibas tanpa ampun oleh Celtic dengan skor 1-5 di kandang sendiri.
Kemudian dalam hal prestasi, nampaknya kedua klub
tersebut terlalu sangat dominan terhadap klub-klub peserta lainnya. Sejak
kompetisi resmi untuk pertama kali digulirkan pada tahun 1890 hingga musim
2016/2017, tercatat sebanyak 120 gelar juara liga terdistribusi untuk 11 klub
berbeda, dengan 102 gelar liga dimenangi bergantian oleh Rangers dan Celtic. Sejauh
ini, Rangers tetap lebih unggul dengan mengklaim 54 gelar, Celtic menguntit
dengan 48 kali naik podium. Sementara itu di level kompetisi Eropa, Celtic
lebih beruntung dengan pernah mencicipi manisnya gelar Liga Champions di tahun
1967, sedangkan prestasi terbaik Rangers di Eropa adalah menjuarai Piala
Winners di tahun 1972.
Meski Celtic tertinggal 6 tropi Liga dari Rangers, dalam
beberapa tahun terakhir prestasi Celtic terlihat lebih moncer dibandingkan dengan
sang tetangga, baik itu di kompetisi lokal maupun Eropa. Musim 2016/2017
menjadi salah satu musim terbaik bagi kubu The
Hoops, dibawah asuhan pelatih Brendan Rodgers mereka berhasil menjuarai Scottish
Premiership untuk enam kali berturut-turut. Kemudian catatan manis di akhir
musim ditorehkan dengan juga berhasil merengkuh gelar League Cup dan Scottish
Cup (domestic treble winner), hebatnya
lagi dari total 47 pertandingan diseluruh turnamen domestik mereka lewati tanpa
satupun kekalahan, yaitu 43 kemenangan dan sisanya empat kali imbang.
Sementara
itu, nasib buruk menimpa Rangers dengan harus rela terdegradasi hingga ke
divisi keempat pada tahun 2012 karena masalah finansial, namun akhirnya kembali
lagi ke level tertinggi empat musim berselang, yaitu musim 2015-2016. Pada
musim pertama dan keduanya setelah promosi, Rangers belum memperlihatkan
performa terbaiknya sebagai penguasa Skotlandia, The Teddy Bears hanya sanggup finish
diposisi ketiga secara berturut-turut.
Selain di dalam lapangan, rivalitas kedua klub
tersukses di Skotlandia tersebut bukan hanya sekedar gengsi prestasi. Di luar
lapangan perang urat syaraf ini juga ikut merambah kedalam tensi aliran agama
(Katolik-Protestan) dan ideologi politik (Loyalis-Republik). Glasgow Celtic
yang telah berdiri sejak tahun 1888 ini dibentuk untuk memfasilitasi derasnya
hasrat kaum Protestan di dalam bidang olahraga, terutama sepakbola, dan dengan
serangkaian prestasi yang diukir oleh klub ini, akhirnya kaum Katolik mampu
memutuskan mitos keunggulan kaum Protestan terhadap kaum Katolik.
Melihat kesuksesan Celtic di Liga, umat Protestan pun
tidak mau hanya berdiam diri menunggu keruntuhan reputasi mereka. Semangat
untuk menguasai kembali kompetisi di Glasgow dan bahkan di Skotlandia akhirnya
memaksa Glasgow Rangers yang 16 tahun lebih tua dari Celtic dan sebenarnya sama
sekali tidak mengusung aliran religius dan politik tertentu pada saat pertama
kali didirikan, diakuisi oleh kaum Protestan untuk dijadikan kenderaan oleh
mereka dalam menyalurkan aspirasi agamannya.
Selain itu sentimen politik ikut mewarnai perselisihan
panjang antara keduanya. Rangers mengklaim diri sebagai loyalis kerajaan
Inggris Raya dan mendukung penuh atas kedaulatan Ratu Elizabeth II di tanah
Skotlandia, sedangkan Celtic kerap dikait-kaitkan dengan Irish Republican Army
(IRA) yang mempunyai keinginan untuk memerdekan diri dan membangun negara Republik
Irlandia.
Rivalitas penuh kebencian dua supporter tersebut ikut
menyita perhatian dari berbagai pihak setempat, mulai dari Parlemen,
kelompok-kelompok gereja, dan organisasi/komunitas lainnya. Salah satu
pemandangan yang menarik adalah adanya peringatan “Match-day” yang dikeluarkan
oleh penyedia sarana transportasi setempat (Bus, Kereta Api, dan Subway) di hari Celtic maupun Rangers
bermain, tujuannya adalah untuk menginformasikan pada pengguna jasa
transportasi untuk menghindari jam-jam tertentu dalam menggunakan moda
transportasi umum, karena bisa dipastikan pada jam-jam tertentu tersebut stasiun-stasiun
transportasi yang ada akan penuh sesak oleh kedua supporter tersebut. Dan juga
peringatan ini berfungsi untuk melindungi warga maupun wisatawan dari hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti menghindarkan mereka dari sejumlah titik-titik yang
berpotensi menjadi arena kerusuhan antar supporter yang bisa mengakibatkan
jatuhnya korban.
Selain itu, intervensi dari sejumlah stakeholders terhadap
fenomena perang saudara ini sedikit tidaknya juga ikut andil dalam menurunkan
intensitas ketegangan antara keduanya. Bedasarkan hasil mediasi yang pernah
dibangun, Celtic pernah meluncurkan kampanye Youth Against Bigotry yang membawa pesan moral untuk menghormati
keberagaman. Begitu pula dengan Rangers yang meluncurkan kampanye
anti-sektarian untuk memadamkan fanatisme buta yang bertajuk Follow with Pride. Walaupun isu
perseteruan antar aliran agama maupun politik bisa dibilang sudah agak mereda, namun
tidak bisa juga diklaim sudah menghilang sepenuhnya. Dari tahun ke tahun, aroma
perseteruan terus saja menghiasi dinamika perjalanan kedua klub di dalam dan di
luar lapangan, dan hal itulah sebenarnya yang menambah kenikmatan cerita dalam dunia
persepakbolaan.
No comments:
Post a Comment