Blognya Anak Kuliahan

Sunday, March 25, 2012

The Versatile Blogger (Award Ke-2)

March 25, 2012 2
Siapa yang gak senang dapat award, ya akhirnya saya mendapatkan award yang ke-2 saya. Sebenarnya ini seperti “ketiban durian runtuh” karena saya mendapatkan award disaat yang tidak terduga, maklum award ke-2 ini didapatkan tanpa harus melakukan perburuan, berbeda dengan award yang pertama dulu, saya harus mengerahkan segenap tenaga untuk mendapatkannya (agak lebhay).

Award The Versatile Blogger saya dapatkan dari mantan guru saya Kak Chaira Hisan. Ini adalah jenis award berantai yang diberikan dengan gratis tanpa diskon kepada para blogger lainnya, yang mana si penerima wajib melakukan dua tugas nan mulia, yaitu menuliskan 7 fakta tentang dirinya kemudian melanjutkan award ini kepada 7 blogger lainnya.

Anyway busway, berikut 7 fakta tentang diri saya versi “on the spot”, cekidot :

Yang Pertama : Selalu jalan kaki dari TK sampe kuliah. Seharusnya hal ini sangat layak untuk masuk dalam daftar “guinness world record” atau minimal “museum rekor Indonesia”, bagaimana tidak, lebih kurang sudah 10 tahun dalam karir saya untuk mengejar cita-cita yakni menuntut ilmu saya selalu menggunakan salah satu nikmat terbesar dari Allah ini yaitu berjalan kaki.

Yang Kedua : Gak suka ikan. Entah kenapa waktu kecil saya kurang menyukai salah satu makanan yang kaya akan manfaat ini. Namun hal tersebut kini sedikit berubah, sejak merantau ke kota pelajar Jogja saya telah jatuh cinta terhadap salah satu jenis ikan yang digandrungi oleh semua umur dari anak-anak sampai lansia yaitu Lele, karena di Jogja terdapat salah satu makanan favorit saya yaitu Pecel Lele (Maknyuss tenan iki).

Yang Ketiga : Mati gaya kalau difoto. Kebanyakan orang kalau melihat kamera maka mereka akan menyiapakan berbagai macam jurus (gaya) untuk menghadapinya, namun hal tersebut tidak berlaku bagi saya, saya cukup menyiapkan senyum terbaik saya, itu saja sudah cukup bagi saya.

Yang Keempat : I’m sufi (suka film). Menonton film adalah salah satu kegemaran saya. Namun ada fakta menarik dibalik itu, walaupun saya hobi dengan menonton film, seumur hidup saya baru satu kali nonton film di bioskop itupun secara tidak sengaja, sisanya saya nonton di “bioskop TransTV” dan laptop buntut saya. Jadi saya orangnya kuper (kurang pergi) banget.

Yang Kelima : Kuliah di Ilmu Pemerintahan. Dari kecil saya bercita-cita apabila besar kelak ingin menjadi seorang Dokter, jadi saya mempersiapkan diri dengan memilih jurusan IPA ketika duduk dibangku sekolah, dan tiga tahun saya habiskan waktu untuk bergelut dengan Fisika, Kimia, dan Biologi dkk agar kelak mampu berkuliah di Fakultas Kedokteran. Namun ternyata Allah berkehendak lain, kini saya kuliah di sebuah jurusan yang sama sekali tidak pernah terlintas di benak saya yaitu Ilmu Pemerintahan. Banyak hikmah yang dapat saya ambil dari sini, salah satunya adalah the man purpose, and the god dispose.

Yang Keenam : Pingin lanjutin kuliah (S2) keluar negeri. Saya kira ini adalah mimpi banyak orang, dan ini juga ikut menjadi salah satu dari mimpi saya. Dan Belanda adalah negri yang saya impikan untuk bisa saya jadikan tempat menimba ilmu selanjutnya. Ada dua alasan mengapa saya memilih Belanda, pertama karena saya mendengar bahwa salah satu fakultas ilmu social politik terbaik di dunia ada di perguruan tinggi Belanda, hal tersebut saya ketahui ketika saya mengunjungi pameran beasiswa Belanda dua tahun yang lalu dan sejak saat itu saya meniatkan diri agar kelak S2 nya kalau bisa disitu. Alasan kedua adalah karena di Belanda terdapat salah satu situs sejarah Aceh yang katanya di Aceh sendiri tidak ada, oleh karena itu saya ingin mengunjungi dan melihat situs sejarah tersebut. Mudah-mudahan cita-cita yang mulia ini tercapai aamin ya Allah… 

Yang Ketujuh : Calon Presiden 2034. Merujuk pada fakta yang ke-5, salah satu hikmah saya ditelantarkan di Ilmu Pemerintahan bukanyya Kedokteran Umum bisa jadi karena Allah punya rencana yang lebih baik bagi hambanya. Mungkin saja Allah tidak ingin melihat saya menjadi seorang dokter, melainkan mentakdirkan seorang Saddam (presiden Iraq) Rafsanjani (presiden Iran) mejadi seorang Mr. Presiden di masa depan. :D 

Itulah sedikit fakta tentang saya, selebihnya nanti akan saya tulis dalam buku best seller saya dan akan diterbitkan beberapa tahun kemudian (coming soon). Dan berikut adalah 7 orang penerima Award yang akan melanjutkan estafet yang tiada hentinya ini :
  1. Saling Sharing
  2. ..Visit Banda Aceh 2011 .. Furqan Ar-Rasyid..
  3. .....A Little Princess Diary.....
  4. Perkasa Alam
  5. Restu Andrian
  6. Secercah Sinar Mentari
  7. Wawasan Kebumian

Selamat Mengerjakan PRnya sobat.... :)

Monday, March 19, 2012

Pemimpin, Kepemimpinan, dan Signifikansinya Dalam Islam

March 19, 2012 2
Ketika ingin memulai suatu pembahasan ada baiknya kita melakukan suatu pendefinisian atas pokok bahasan kita. Pendefinisian ini membantu kita untuk memahami dan mensistematiskan alur pembahasan. Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang artinya adalah orang yang berada di depan dan memiliki pengikut, baik orang tersebut menyesatkan atau tidak. Ketika berbicara kepemimpinan maka ia akan berbicara mengenai prihal pemimpin, orang yang memimpin baik itu cara dan konsep, mekanisme pemilihan pemimpin, dan lain sebagainya. Terdapat ragam istilah mengenai Kepemimpin ini, adanya yang menyebutkan Imamah dan ada Khilafah. Masing–masing kelompok Islam memiliki pendefinisian berbeda satu sama lain, namun ada juga yang menyamakan arti Khilafah dan Imamah.
Seorang ulama bernama Syekh Abu Zahra dari kelompok Sunni menyamakan arti Khilafah dan Imamah. Ia berkata, ”Imamah itu disebut juga sebagai Khilafah. Sebab orang yang menjadi khilafah adalah penguasa tertinggi bagi umat Islam yang menggantikan Rasul SAW. Khalifah itu juga disebut sebagai Imam (pemimpin) yang wajib ditaati. Manusia berjalan di belakangnya, sebagaimana manusia shalat di belakang imam.”[1]
Kelompok Syiah dalam hal kepemimpinan membedakan pengertian antara khilafah dan Imamah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan fakta sejarah kepemimpinan dalam Islam setelah Rasulullah SAW wafat. Kelompok Syiah sepakat bahwa pengertian Imam dan Khilafah itu sama ketika Ali Bin Abi Thalib diangkat menjadi pemimpin. Namun sebelum Ali menjadi pemimpin mereka membedakan pengertian Imam dan Khilafah. Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan Utsman adalah Khalifah, namun mereka bukanlah Imam.[2]
Bagi kelompok Syi’ah sikap seorang Imam haruslah mulia sehingga menjadi panutan para pengikutnya. Imamah didefinisikan sebagai kepemimpinan masyarakat umum, yakni seseorang yang mengurusi persoalan agama dan dunia sebagai wakil dari Rasulullah SAW, Khalifah Rasulullah SAW yang memelihara agama dan menjaga kemuliaan umat dan wajib di patuhi serta diikuti. Imam mengandung makna lebih sakral dari pada khalifah.[3]
Secara implisit kaum Syi’ah meyakini bahwa khalifah hanya melingkupi ranah jabatan politik saja, tidak melingkupi ranah spiritual keagamaan. Sedangkan Imamah melingkupi seluruh ranah kehidupan manusia baik itu agama dan politik.
Wacana mengenai kepemimpinan di kalangan umat Islam memiliki ragam pendapat. Pada golongan besar umat Islam. yakni Sunni dan Syi’ah terdapat konsep kepemimpinan yang signifikan berbeda. Bahkan di kalangan umat Islam yang mengklaim dirinya bukanlah bagian dari suatu kelompok besar tersebut juga memiliki pandangan berbeda, kelompok ini cenderung pada pemikiran konsep kepemimpinan barat. Kelompok ini sering disebut sebagai kalangan umat Islam yang sekuler. Banyak ragam pendapat mengenai kepemimpinan dalam Islam. Akan tetapi ketiga kelompok Islam di atas memiliki kesepahaman bahwa suatu masyarakat haruslah memiliki seorang pemimpin. Suatu masyarakat tidaklah mungkin dipisahakan dari sebuah kepemimpinan.
Menurut Ali Syari’ati, secara sosiologis masyarakat dan kepemimpinan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Syari’ati berkeyakinan bahwa ketiadaan kepemimpinan menjadi sumber munculnya problem-problem masyarakat, bahkan masalah kemanusiaan secara umum. Menurut Syari’ati pemimpin adalah pahlawan, idola, dan insan kamil, tanpa pemimpin umat manusia akan mengalami disorientasi dan alienasi.[4]
Ketika suatu masyarakat membutuhkan seorang pemimpin, maka seorang yang paham akan realitas masyarakatlah yang pantas mengemban amanah kepemimpinan tersebut. Pemimpin tersebut harus dapat membawa masyarakat menuju kesempurnaan yang sesungguhnya. Watak manusia yang bermasyarakat ini merupakan kelanjutan dari karakter individu yang menginginkan perkembangan dirinya menuju pada kesempurnaan yang lebih.
Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kelompok Islam sekuler dengan kelompok Islam yang tidak memisahkan kehidupan beragama dengan kehidupan berpolitik. Kelompok Islam Sekuler menyatakan bahwa kaum ulama tidaklah wajib untuk berkecimpung didalam dunia politik. Pandangan ini didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan agama merupakan urusan pribadi masing-masing individu (privat), tidak ada hubungannya dengan dunia politik (publik). Sehingga peran ulama hanya terbatas pada ritual-ritual keagamaan semata, jangan mengurusi kehidupan dunia politik. Dalam kondisi seperti ini maka ulama tidaklah mungkin menjadi pemimpin dari suatu masyarakat, ulama hanya selalu menjadi subordinasi dan/atau alat legitimasi pemimpin politik dari masyarakat.
Sedangkan kelompok anti sekuler yang meyakini bahwa kehidupan beragama dan dunia tidak dapat dipisahkan khususnya dunia politik. Kelompok ini mendukung dan meyakini bahwa ulama haruslah memimpin. Ulama harus dapat membimbing manusia tidak hanya menuju pada kebaikan yang bersifat dunia, akan tetapi juga hal-hal yang menuju pada kesempurnaan spiritual. Para ulama yang menduduki jabatan politik haruslah dapat melepaskan manusia dari belenggu-belenggu dunia yang menyesatkan.
Ulama berasal dari kata bahasa arab dan semula ia berbentuk jamak, yaitu alim artinya adalah orang yang mengetahui atau orang pandai. Seorang pemimpin revolusi Iran, yaitu Imam Khomaini dalam konteks pemerintahan ia menggunakan kata Fuqaha untuk mengganti istilah ulama. Bagi Khomeini kepemimpinan seorang Fuqaha (ulama) adalah suatu kemestian. Ia memiliki 2 alasan, yaitu : Pertama, alasan yang teologis berupa riwayat dari Nabi Muhammad SAW,adalah ”Fuqaha adalah pemegang amanat rasul, selama mereka tidak masuk keduania”, kemudian seseorang bertanya, ” Ya Rasul, apa maksud dari perkataan mereka tidak masuk ke dunia. Lalu Rasul menjawab, ” mengikuti penguasa. Jika mereka melakukannya maka khawatirkanlah (keselamatan) agama kalian dan menjauhlah kalian dari mereka.”[5] Kedua, alasan Rasional bahwa tidaklah adil sekiranya Tuhan membiarkan ummatnya bingung karena ketidakmampuan mereka menafsirkan maksud Tuhan dalam konteks zamannya. Jabatan ulama bukanlah jabatan struktur akan tetapi ia merupakan suatu pengakuan dari ummatnya. Ummat dalam hal ini haruslah juga bersikap kritis terhadap ulamanya untuk menguji kwalitas dari seorang ulama tersebut.
Pendapat yang tidak rasional dari kedua kelompok di atas adalah kelompok Islam sekuler. Kelompok Islam sekuler hanya memahani Islam secara parsial ,atau bisa jadi mereka ditugaskan oleh kelompok pembenci Islam untuk mendistorsi pahaman umat Islam akan agamanya.
Alam semesta dan manusia memiliki dimensi materi dan imateri. Islam merupakan agama yang sempurna dimana pengaturannya meliputi seluruh alam semesta ini. Ketika kehidupan beragama dipisahkan dari aktivitas politik, maka seolah-olah Islam tidak mengatur bagaimana kehidupan berpolitik dan bermasyarakat. Justru terkadang manusia memiliki pengetahuan yang terbatas terhadap realitas alam semesta ini. Sehingga manusia dapat saja berbuat kekeliruan dalam bertindak dan memutus suatu perkara. Manusia dalam hal ini seolah-olah tidak berdaya, akan tetapi kalau dicerna lebih lanjut maka ini sebenarnya menguntungkan, karena ada kerja Ilahi yang mengantarkan manusia pada kesempurnaan. Manusia cukup mentaati dan menerapkan hukum Allah tersebut.
Hanya manusia-manusia yang dibimbing oleh Tuhanlah yang dapat memahami realitas alam semesta. Manusia yang memahami agama Islam secara komprehensif baik dimensi materi ataupun imateri yang dapat membawa suatu masyarakat menuju arah kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki. Selain itu diangkatnya seseorang menjadi pemimpin (nabi, para imam, atau ulama/fuqaha) juga berdasarkan gerak dan kebijaksanaan yang diraih oleh orang tersebut dalam perjalanan spiritualnya. Dalam hal ini terdapat faktor dari dari manusia itu sendiri yang kemudian dijaga dan diridhoi Allah SWT.


[1] Al-Milal wan-Nihal I/24 atau lihat Dr Ali As-Salus, Imamh dan Khilafah dalam Tinjauan Syar’i, Gema Insani Press, Jakarta, hlm16.
[2] Ibrahim Amini, Para Pemimpin Teladan, Al-huda, Jakarta 2005, hlm 18
[3] Ibid.
[4] Haidar Bagir dalam Ali Syari’ati, Ummah dan Imamah, Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung, Pustaka Hidayah, 1989, Hlm 16-17.
[5] Ushul Kafi, jilid 1 hal 58 kitab Fadhlu al ilm, bab al-musta ‘kilubi ilmihi wal mubahy bihi, hadis 5. lihat Imam Khomeini. Sistem Pemerintahan Islam, hal 90.

Saturday, March 17, 2012

Kriteria Pemimpin Ideal Dalam Islam

March 17, 2012 4
Perihal mengenai kepemimpinan dalam Islam merupakan suatu wacana yang selalu menarik untuk didiskusikan. Wacana kepemimpinan dalam Islam ini sudah ada dan berkembang, tepatnya pasca Rasulullah SAW wafat. Wacana kepemimpinan ini timbul karena sudah tidak ada lagi Rasul atau nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Maka ada bebrapa kriteria pemimpin yang patut kita jadikan pedoman dalam memilih seorang pemimpin. Yaitu :
  1. Beriman & Bertaqwa dengan sebenarnya, yaitu: mampu memelihara hubungan baiknya dengan Allah (seperti dengan shalat), memelihara hubungan baiknya dengan manusia (seperti dengan zakat) & tunduk secara bersama kepada Allah, Rasul-Nya & orang-orang beriman.
  2. Amanah /credible / dapat dipercaya sebagai wujud keimanannya pad Allah (HR. Ahmad, QS. 2: 283). Allah mengisyaratkan untuk mengangkat “pelayan rakyat” yang kuat & dapat dipercaya (الْقَوِيُّ الْأَمِينُ : QS. 28: 26). Secara umum, orang dipercaya karena 2 hal, yaitu:
    • Integritas kepribadiannya, seperti: shiddiq (benar & jujur), adil, ramah, istiqamah & bertanggung jawab. Uswatun hasanah
    • Kemampuannya, seperti: profesional/ahli       dalam memenej tugas, atau fathanah /cerdas. Pemimpin yang fathanah harus memiliki 3 kecerdasan, yaitu:
      • Kecerdasan intelektual: Berilmu, berwawasan luas, cerdas-kreatif, memiliki pandangan jauh ke depan / visioner (QS. 59: 18)
      • Kecerdasan spiritual: Kemampuan menterjemahkan kehendak Allah dalam pikiran, sikap & prilaku. Dia melakukan sesuatu bukan karena yang lain melainkan hanya karena Allah semata (Ikhlas) 
      • Kecerdasan emosional: Sabar, yakni mampu mengendalikan emosi jiwanya, tahu kapan harus bertindak tegas & kapan toleran.
  3. Syajâ‘ah, yaitu: berani menyatakan kebenaran & memutuskan perkara secara adil & bijak, serta berani menyeru pada kebaikan & mencegah kemungkaran. Hanya orang yang benar-benar bersih & yakin akan kebenaran yang diperjuangkannya serta takut pada Allah yang berani menyampaikan kebenaran risalah Ilahi.
  4. Mencintai & dicintai Rakyatnya, Bukti kecintaan pemimpin terhadap rakyatnya yaitu dia kenal & dekat dengan rakyatnya, peka dan peduli terhadap nasib rakyatnya, tidak mau menyusahkan mereka dan selalu mendoakannya. Kemampuan merasakan penderitaan manusia dan sangat peduli dengan keselamatan mereka, dan dimiliki oleh Nabi saw yang tulus mencintai mereka.
  5. Uswatun Hasanah, yaitu: bisa menjadi teladan yang baik dan teduh sehingga mampu mendidik orang yang dipimpinnya dengan keteladanan dan nasihat yang baik pula.
Ketika dalam sebuah komunitas, tidak ada calon pemimpin yang bisa memenuhi kriteria pemimpin ideal seperti di atas, maka kita dituntut untuk bisa menimbang calon pemimpin yang paling mendekati kriteria tersebut. Untuk itu, cari info sebanyak-banyaknyanya dari orang-orang terdekat atau orang yang pernah dekat dengannya.
Jika track record-nya buruk, bermasalah, dzalim apalagi  suka mempermainkan agama (QS.5: 51,57) maka haram untuk memilihnya. Jika tetap mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, maka pilih yang paling sedikit madlaratnya. Kaidah fiqhiyyah menuntunkan: أَخَفُّ الضَّرُورين : pilih yang paling ringan madharatnya di antara keduanya.