Yogyakarta
dijuluki dengan nama Kota Pelajar, karena Jogja telah menjadi rujukan bagi
mahasiswa seluruh daerah yang ada di Indonesia untuk menimba ilmu di Kota Gudeg
tersebut, manusia-manusia dari Sabang sampe Merauke semuanya berkumpul di daerah
yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa itu.
Biaya
hidup yang relatif murah menjadi salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Jogja
dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa. Banyaknya mahasiswa di Jogja
menjadi keuntungan tersendiri bagi penyedia layanan kuliner, harga bervariasi
dari seribuan hingga enamribuan. Dan berikut beberapa tempat yang menjadi
tempat favorit bagi mahasiswa Jogja untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Cekidot!!!
Padang
Siapa
sih yang gak kenal dengan masakan Padang??? Masakan Padang adalah kuliner
daerah pertama yang mampu me-nasional di Indonesia. Sudah sejak puluhan tahun
yang lampau, rumah-rumah makan Padang dapat dijumpai di semua kota besar di
seluruh penjuru Nusantara, termasuk di kota pelajar Yogyakarta.
Masakan
Padang merupakan representasi dari masakan Minangkabau (Sumatra Barat).
Karakter utama masakan Padang adalah pedas, gurih, dan bersantan. Rendang
menjadi menu andalan di warung makan Padang, ada juga Ayam dengan berbagai
macam variasi olahan, Telur, Ikan, Perkedel, dkk.
Di
jogja Rumah Makan Padang sudah sangat menjamur, jadi bisa kita temukan dimana
saja diseluruh sudut kota dan kabupaten yang ada di Yogyakarta, mulai dari
kelas kaki 5 hingga bintang 5, harga bervariasi mulai dari empat ribu hingga
delapan ribu rupiah. Saking populernya masakan Padang, di Jogja banyak juga
akhirnya bermunculan masakan Padang KW yang penjualnya bukan orang Padang asli tapi
orang Jawa sendiri, dengan tanpa menghilangkan aksen Jawa yaitu Rames (sayur),
mereka menggabungkan dua konsep sekaligus yaitu masakan Padang dan Jawa, warung
makan tersebut dikenal dengan nama Padang
Van Java.
Burjo
Sebenarnya
saya agak bingung dengan penamaan tempat makan yang satu ini, entah bagaimana
sejarahnya hingga tempat makan tersebut akrab dipanggil dengan sebutan Burjo, padahal
Burjo adalah warung makan yang tidak sekedar hanya menjual bubur kacang ijo,
namun juga menyediakan nasi dan juga mie, ditambah lagi tidak semuanya warung
Burjo menyediakan bubur kacang ijo, hal tersebut terjadi karena bubur kacang ijo
tidak menjadi menu favorit disini atau kurang laku, malah menu lain yang
menjadi primadona ditempat tersebut seperti nasi telur, nasi ayam, mie rebus,
dan mie goreng, namun walaupun begitu orang-orang tetap saja menamakan warung
yang didominasi oleh brand Indomie tersebut
dikenal dengan nama Burjo.
Ekspansi
ekonomi Sunda di tanah Jawa terlihat dengan menjamurnya Burjo di Jogja. Hampir
di setiap perempatan jalan terdapat warung Burjo yang diasuh 0leh Aa-Aa yang
masih muda-muda dan khanteng-khanteng…:p Bisa dikatakan Burjo adalah saingan
terberat warung makan Padang yang ada di Jogja.
Sekalipun
menu makanan yang disajikan biasa-biasa saja, tapi Burjo tidak pernah sepi dari
pengunjung. Gorengan-gorengan yang senantiasa ter-update (hangat) bisa jadi
merupakan nilai tambah dari warung makan yang satu ini. Kemudian warung makan
yang juga dijadikan tempat nongkrong oleh kebanyakan mahasiswa ini umumnya buka
24 jam sehingga tempat ini sering jadi rujukan saat kelaparan di tengah malam.
Angkringan
Ini
adalah salah satu tempat makan yang sangat unik dengan cirri khasnya yang
sangat tinggi, dan tidak ada ditempat lain diluar DIY dan Jateng. Menurut bahasa
yang dikemukakan oleh mbah Wikipedia yang serba tahu, pengertian angkringan
adalah “angkring” yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti duduk santai.
Angkringan
adalah sebuah warung makanan dan minuman yang berbentuk gerobak yang ditutup
dengan terpal atau tenda plastik yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas
jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Warung angkringan yang berbentuk gerobak
ini biasanya hanya memuat sekitar 6-8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari
hingga tengah malam, ia hanya mengandalkan penerangan tradisional yaitu
senthir, dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan. Makanan yang dijual
meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan
lain-lain, minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi,
tape, wedang jahe dan susu.
Efek
ekonomi global sepertinya berefek juga ke pedagang-pedagang angkringan, hal
tersebut terlihat dengan melambungnya harga nasi kucing yang biasanya bisa
dijangkau hanya dengan merogoh kocek sebesar seribu rupiah menjadi seribu lima
ratus hingga dua ribu rupiah, walaupun demikian tidak jarang masih ada juga
angkringan yang masih bertahan dengan Rp. 1000 untuk sebungkus nasi kucing.
Ketika
penyakit kangker (kantong kering) menyerang kaum mahasiswa diakhir bulan,
angkringan merupakan pilihan yang tepat, cukup mengeluarkan tiga lembar kertas
bergambarkan Kapitan Pattimura dijamin anda pasti akan kenyang.
Pecel Lele
Ketika
bergulirnya waktu malam pinggir jalan yang paginya amat sepi menjadi ramai
dengan kehadiran tempat makan yang satu ini, tidak perlu bersusah payah untuk
menemukannya, mulai dari pinngiran jalan raya yang ada dikota, hingga pinggiran
jalan yang ada dikelurahan dipastikan anda akan menemukannya.
Diwaktu
pagi dan siang warung Padang boleh saja tersenyum lebar karena dibanjiri oleh
pelanggan yang ingin mengganjal perut, namun diwaktu malam warung padang harus
merelakan pelangganya diambil oleh Pecel Lele, jadi tidak heran jika kita lihat
warung Padang sudah tutup sekitar jam 7 atau 8.
Sama
halnya Angkringan, makanan yang berasal dari Pekalongan ini juga beroperasi di
sore hari hingga malam hari. Pecel Lele juga dibatasi oleh luasnya area, dengan
bermodalkan spanduk yang dihiasi oleh nama warung, kemudian satu meja panjang
dan beberapa buah kursi tempat ini mampu memuat pelanggan sekitar 10-12 orang
saja.
Sesuai
dengan namanya yaitu Pecel Lele, yang menjadi menu andalannya disini adalah
Lele baik digoreng maupun dibakar, lalu dengan ditemani oleh sambel, lalapan,
dan sepiring nasi putih Pecel Lele siap disantap. Selain Lele ada juga menu
lainnya yaitu ayam, telur, tahu, tempe, terong, dan ati ampela. Yang membedakan
antar warung Pecel Lele yang satu dengan yang lainnya adalah rasa Sambelnya.
Cukup mengeluarkan biaya enam ribu rupiah Pecel Lele bisa dibawa pulang.
Empat tempat yang saya sebut diatas merupakan tempat yang memang sangat tidak asing lagi bagi mahasiswa, karena memang di empat tempat diataslah mahasiswa sering menjajakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain keempat tempat makan diatas masih banyak lagi tempat-tempat makan yang menjadi favorit mahasiswa di Jogja, melihat khazanah kebudayaan kita yang beragam, tentu saja dalam kuliner kita memiliki berbagai macam khazanah yang beragam, dan juga mengingat keterbatasan saya yang tidak mungkin saya sebutkan semua, mungkin di lain waktu akan coba saya buat artikel tersendiri. thx... :)
Burjo, tempat itu sering didatengin pacar saya waktu dia kerja di Jogja dulu, hehe....
ReplyDeletehihi lucu, ada Padang van Java :D
@HN : memag burjo t4 palig asik untuk nongkrong... :)
ReplyDeletepadang van java maksudnya tu, padang dai jawa, hehehe... :D
Memang usaha warung makan atau kuliner sangat menjanjikan mas bro apapun itu namanya, walaupun murah meriah tetapi tidak bisa dianggap remeh sebagai mata pencaharian, karena hasilnya juga mantab mas bro :)salam kenal.
ReplyDelete@MB : sepakat juga ane mas broe, salam kenal kembali... :)
ReplyDeleteJiah.... jadi inget waktu jadi mahasiswa. Ada warung borjo, gak ada yang jual borjo. Top...
ReplyDeleteBenar sekali mas, masak warung borjo gak jual borjo
ReplyDelete