Blognya Anak Kuliahan

Thursday, December 14, 2017

Sepakbola di Glasgow; Derby, Prestasi, dan Ideologi

Bagi masyarakat di Kota Glasgow sepakbola adalah identitas, hal tersebut merujuk pada adanya tiga klub sepakbola yang bermarkas di kota ini dan bermain di level tertinggi kompetisi sepakbola Skotlandia, yaitu Celtic, Rangers, dan Partick Thistle. Ketiga klub tersebut masing-masing mewakili district di kota Glasgow dan menjadi kebanggan masyarakat setempat. 

Tidak seperti dua nama yang disebutkan pertama, nama terakhir mungkin kurang familiar bagi pecinta sepakbola di tanah air, maklum Partick Thistle hanyalah klub papan tengah dengan prestasi yang tidak begitu diperhitungkan, raihan terbaik mereka sejauh ini selama mengikuti kompetisi adalah satu gelar Scottish Cup (1920-21), dan satu gelar Scottish League Cup (1971-72), dan sama sekali belum pernah mencicipi manisnya tropi Scottish Football League (sekarang bernama Scottish Premiership).

Lain halnya dengan dua klub gaek Celtic dan Rangers yang namanya sudah sangat mendunia karena prestasi dan persaingan antara keduanya, bahkan dari sekian banyak derby bergengsi di semua liga top Eropa, rasanya tidak ada yang menyamai derby dua tim asal Glasgow ini. Derby kedua tim ini bisa dibilang salah satu rivalitas tertua dan tersengit dalam dunia sepakbola. Pertemuan kedua klub disebut juga dikenal dengan derby Old Firm, disebut Old karena persaingan keduanya telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak abad ke-19 dan masih berlangsung sampai sekarang. Kemudian Firm bisa berarti karena keuntungan besar yang akan dan pasti selalu diperoleh oleh pihak penyelenggara ketika kedua tim bertemu, karena sudah pasti akan dipenuhi para pendukung dari kedua klub.

Kalau digabungkan dari seluruh ajang Scottish Premiership, Scottish Cup, Scottish League Cup, keduanya sudah 408 kali bertemu. Dari jumlah tersebut, Rangers mampu mencatatkan 159 kali kemenangan, lalu sebanyak 98 pertandingan imbang, dan sisanya 151 kali dimenangkan oleh Celtic. Musim 2016/17 ini, keduanya telah bertemu sebanyak lima kali di semua ajang, empat kemenangan untuk Celtic, dan satu pertandingan berakhir seri. Terakhir (29/04), Rangers dilibas tanpa ampun oleh Celtic dengan skor 1-5 di kandang sendiri.

Kemudian dalam hal prestasi, nampaknya kedua klub tersebut terlalu sangat dominan terhadap klub-klub peserta lainnya. Sejak kompetisi resmi untuk pertama kali digulirkan pada tahun 1890 hingga musim 2016/2017, tercatat sebanyak 120 gelar juara liga terdistribusi untuk 11 klub berbeda, dengan 102 gelar liga dimenangi bergantian oleh Rangers dan Celtic. Sejauh ini, Rangers tetap lebih unggul dengan mengklaim 54 gelar, Celtic menguntit dengan 48 kali naik podium. Sementara itu di level kompetisi Eropa, Celtic lebih beruntung dengan pernah mencicipi manisnya gelar Liga Champions di tahun 1967, sedangkan prestasi terbaik Rangers di Eropa adalah menjuarai Piala Winners di tahun 1972.

Meski Celtic tertinggal 6 tropi Liga dari Rangers, dalam beberapa tahun terakhir prestasi Celtic terlihat lebih moncer dibandingkan dengan sang tetangga, baik itu di kompetisi lokal maupun Eropa. Musim 2016/2017 menjadi salah satu musim terbaik bagi kubu The Hoops, dibawah asuhan pelatih Brendan Rodgers mereka berhasil menjuarai Scottish Premiership untuk enam kali berturut-turut. Kemudian catatan manis di akhir musim ditorehkan dengan juga berhasil merengkuh gelar League Cup dan Scottish Cup (domestic treble winner), hebatnya lagi dari total 47 pertandingan diseluruh turnamen domestik mereka lewati tanpa satupun kekalahan, yaitu 43 kemenangan dan sisanya empat kali imbang. 

Sementara itu, nasib buruk menimpa Rangers dengan harus rela terdegradasi hingga ke divisi keempat pada tahun 2012 karena masalah finansial, namun akhirnya kembali lagi ke level tertinggi empat musim berselang, yaitu musim 2015-2016. Pada musim pertama dan keduanya setelah promosi, Rangers belum memperlihatkan performa terbaiknya sebagai penguasa Skotlandia, The Teddy Bears hanya sanggup finish diposisi ketiga secara berturut-turut.

Selain di dalam lapangan, rivalitas kedua klub tersukses di Skotlandia tersebut bukan hanya sekedar gengsi prestasi. Di luar lapangan perang urat syaraf ini juga ikut merambah kedalam tensi aliran agama (Katolik-Protestan) dan ideologi politik (Loyalis-Republik). Glasgow Celtic yang telah berdiri sejak tahun 1888 ini dibentuk untuk memfasilitasi derasnya hasrat kaum Protestan di dalam bidang olahraga, terutama sepakbola, dan dengan serangkaian prestasi yang diukir oleh klub ini, akhirnya kaum Katolik mampu memutuskan mitos keunggulan kaum Protestan terhadap kaum Katolik.

Melihat kesuksesan Celtic di Liga, umat Protestan pun tidak mau hanya berdiam diri menunggu keruntuhan reputasi mereka. Semangat untuk menguasai kembali kompetisi di Glasgow dan bahkan di Skotlandia akhirnya memaksa Glasgow Rangers yang 16 tahun lebih tua dari Celtic dan sebenarnya sama sekali tidak mengusung aliran religius dan politik tertentu pada saat pertama kali didirikan, diakuisi oleh kaum Protestan untuk dijadikan kenderaan oleh mereka dalam menyalurkan aspirasi agamannya.

Selain itu sentimen politik ikut mewarnai perselisihan panjang antara keduanya. Rangers mengklaim diri sebagai loyalis kerajaan Inggris Raya dan mendukung penuh atas kedaulatan Ratu Elizabeth II di tanah Skotlandia, sedangkan Celtic kerap dikait-kaitkan dengan Irish Republican Army (IRA) yang mempunyai keinginan untuk memerdekan diri dan membangun negara Republik Irlandia.

Rivalitas penuh kebencian dua supporter tersebut ikut menyita perhatian dari berbagai pihak setempat, mulai dari Parlemen, kelompok-kelompok gereja, dan organisasi/komunitas lainnya. Salah satu pemandangan yang menarik adalah adanya peringatan “Match-day” yang dikeluarkan oleh penyedia sarana transportasi setempat (Bus, Kereta Api, dan Subway) di hari Celtic maupun Rangers bermain, tujuannya adalah untuk menginformasikan pada pengguna jasa transportasi untuk menghindari jam-jam tertentu dalam menggunakan moda transportasi umum, karena bisa dipastikan pada jam-jam tertentu tersebut stasiun-stasiun transportasi yang ada akan penuh sesak oleh kedua supporter tersebut. Dan juga peringatan ini berfungsi untuk melindungi warga maupun wisatawan dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menghindarkan mereka dari sejumlah titik-titik yang berpotensi menjadi arena kerusuhan antar supporter yang bisa mengakibatkan jatuhnya korban.

Selain itu, intervensi dari sejumlah stakeholders terhadap fenomena perang saudara ini sedikit tidaknya juga ikut andil dalam menurunkan intensitas ketegangan antara keduanya. Bedasarkan hasil mediasi yang pernah dibangun, Celtic pernah meluncurkan kampanye Youth Against Bigotry yang membawa pesan moral untuk menghormati keberagaman. Begitu pula dengan Rangers yang meluncurkan kampanye anti-sektarian untuk memadamkan fanatisme buta yang bertajuk Follow with Pride. Walaupun isu perseteruan antar aliran agama maupun politik bisa dibilang sudah agak mereda, namun tidak bisa juga diklaim sudah menghilang sepenuhnya. Dari tahun ke tahun, aroma perseteruan terus saja menghiasi dinamika perjalanan kedua klub di dalam dan di luar lapangan, dan hal itulah sebenarnya yang menambah kenikmatan cerita dalam dunia persepakbolaan.


No comments:

Post a Comment