Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Konflik. Show all posts
Showing posts with label Konflik. Show all posts

Thursday, June 16, 2011

Penambangan Pesir Kulon Progo : Merupakan Konflik Vertikal Antara Pemerintah Pusat dengan Masyarakat

June 16, 2011 0
Penambangan Pesir Kulon Progo : Merupakan Konflik Vertikal Antara Pemerintah Pusat dengan Masyarakat
Sejak 2006, masyarakat pesisir di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Yogyakarta, Indonesia berjuang mempertahankan Hak Asazi Manusia dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mereka. Keberadaan dan keberlanjutan hak-hak tersebut menjadi terancam karena Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo menggulirkan kebijakan pertambangan pasir besi dan pembangunan pabrik baja di kawasan pemukiman penduduk. Kebijakan itu muncul dari desakan korporasi kepada pemerintah. Korporasi tersebut, PT Jogja Magasa Iron yang merupakan anak perusahaan dari PT. Jogja Magasa Mining, adalah perusahaan keluarga penguasa politik di Propinsi Yogyakarta, yaitu Kasultanan dan Paku Alaman. Kawasan yang terletak di pesisir Pulau Jawa (Indonesia) dan berbatasan langsung dengan samudera Hindia itu telah diubah oleh masyarakat setempat menjadi kawasan pertanian lahan pasir yang produktif semenjak 1980an.
Perubahan ekosistem dari gurun menjadi ladang ini bermula dari kemunculan pengetahuan setempat, dan telah berperan bagi pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial yang cukup penting. Konflik antara masyarakat dan pemerintah yang berkolaborasi dengan korporasi telah berlangsung selama 4 tahun dan berpotensi menimbulkan korban jiwa di pihak masyarakat sipil.
Terkait dengan ditandatanganinya Kontrak Karya Proyek Tambang Pasir Besi Disepanjang Pesisir Pantai Selatan Kulonprogo seluas 2.987 Hektar selama 30 tahun, seharusnya Pemerintah mempertimbangkan banyak faktor. Alasan untuk pendapatan negara tidaklah menjadi dasar utama. Seharusnya faktor kesejahteraan sosial, kerusakan lingkungan dan alasan kemanusiaan lainnya juga menjadi dasar pertimbangan Pemerintah.
Banyak alasan dan faktor sosial mengapa warga petani pesisir menolak atas rencana penambangan tersebut. Komnas HAM juga pernah melakukan investigasi dan melakukan monitoring terkait rencana eksploitasi tersebut. Sebagaimana surat Komnas HAM tertanggal 2 Juli 2008 menyatakan bahwa proyek tambang biji besi berpotensi melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas tanah, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, dan hak-hak dasar petani pada khususnya. Komnas HAM dalam rekomendasinya juga menyatakan bahwa rencana penambangan pasir besi berpotensi menimbulkan konflik horisontal (antar masyarakat).

APA makna pertambangan tersebut bagi masing-masing pihak?
  • Pemerintah memaknai pertambangan itu sebagai kesempatan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah dalam jumlah besar secara cepat. Sistem politik desentralisasi memberi kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumberdaya daerah secara otonom.
  • Korporasi memaknai pertambangan itu sebagai bagian dari akumulasi modal dengan memanfaatkan ketidakpastian hukum agraria. Kedudukan Sultan Hamengku Buwono X sebagai pemimpin politik, raja, dan pengusaha membuat tekanan-tekanan kepentingan swasta ini semakin memperoleh legitimasi politik.
  • Masyarakat sipil memaknai pertambangan itu sebagai ancaman bagi keberlanjutan fungsi ekosistem; evolusi pengetahuan; dan eksistensi komunitas lokal.


Apa isu-isu yang menjadi materi konflik?
  • Kerusakan ekosistem gumuk pasir. Kawasan pesisir di Kabupaten Kulonprogo merupakan bagian dari rantai gumuk pasir yang memanjang dari pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, yang merupakan satu dari 14 gumuk pasir pantai di dunia dan mempunyai fungsi ekologis sebagai benteng terhadap ancaman bencana tsunami . Rencana pertambangan pasir besi secara ekologis dikhawatirkan akan menyebabkan jasa lingkungan kawasan itu hilang, dengan mekanisme 1) intrusi air laut ke darat, 2) erosi benteng tsunami, dan 3) kepunahan potensi gumuk pasir yang langka (Kompas, April 2008).
  • Penggusuran lahan hortikultura dan pemukiman. Sebagian kawasan gumuk pasir telah diubah penduduk setempat menjadi lahan hortikultura tanpa mengurangi fungsi utamanya sebagai daerah penyangga (Shiddieq et al., 2008). Lahan produktif ini telah memberikan keuntungan baik materi maupun non materi (jasa lingkungan, kelembagaan, evolusi pengetahuan, dan jaringan). Menurut Mulyono, Wakil Bupati Kulon Progo periode 2009-2014, rencana pertambangan pasir besi tersebut akan mengalihfungsikan lahan secara total di kawasan seluas 22 x 1,8 km, di mana terdapat lahan dan pemukiman yang dihuni lebih dari 30.000 jiwa.
  • Penghapusan lapangan kerja. Lahan produktif tersebut telah memberikan lapangan pekerjaan baik bagi penduduk setempat maupun di luar daerah (sebagai buruh petik). Rencana pertambangan pasir besi yang akan menggusur lahan akan meningkatkan angka pengangguran usia produktif, baik di kawasan pesisir maupun sekitarnya (Kompas, April 2008).
  • Gangguan bagi penyediaan kebutuhan bahan pokok. Lahan tersebut mampu menghasilkan cabai 702 ton/transaksi atau setara 17.548 ton/ bulan, sehingga menjadi penyedia kebutuhan cabai terutama di Jakarta dan Sumatera (Shiddieq et al., 2008). Rencana pertambangan pasir besi dikhawatirkan akan berdampak bagi perekonomian riil di sektor kebutuhan pokok harian, yaitu sayuran. 
  • Pemiskinan Struktural secara sistematis. Rencana pertambangan pasir besi dikhawatirkan akan berisiko sosial berupa remarginalisasi kawasan yang mana komunitasnya telah berpartisipasi dalam menggerakkan pertumbuhan tanpa merusak SDA. Kebijakan Pemkab tersebut tak hanya menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan SDA antara komunitas lokal; pemerintah daerah; dan swasta, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem dan eksistensi komunitas lokal (Kompas, April 2008).


Apa akar konflik sebenarnya?
  • Manifest

Agraria
Tanah adalah basis material yang mendasari konflik di pesisir Kulon Progo. Menurut UU No 5 tahun 1960, masyarakat adalah pihak yang berhak mengelola lahan pesisir karena mereka memiliki sertifikat yang sah. Akan tetapi, pemerintah masih memberi celah bagi pelanggaran kosntitusi dengan pengakuan klaim Sultan Ground dan Paku Alaman Ground di seluruh wilayah propinsi DIY yang didasarkan pada hukum kolonial. Perebutan kepentingan keberlanjutan matapencaharian dan ekosistem (yang diwakili masyarakat) berlawanan dengan kepentingan penetrasi modal (yang diwakili oleh pemerintah dan swasta).
Ketimpangan kekuasaan dalam desentralisasi
Otonomi daerah adalah sistem politik pasca Soeharto yang mendekatkan akses aktor ekonomi global kepada sumberdaya di tingkat lokal. Di dalam sistem desentralistik, daerah dikondisikan untuk dapat menggali potensi lokalnya agar tercipta pertumbuhan. SDA menjadi komoditas yang diperebutkan antaragen pembangunan. Ekosistem adalah ruang di mana berbagai kepentingan bertemu, wajah ekosistem tergantung dari keputusan-keputusan politik.
  • Laten

Kepentingan kapitalisme global
Kepentingan kapitalisme global justru semakin terfasilitasi dengan adanya desentralisasi kekuasaan. Desentralisasi justru menjadi kesempatan elit baru untuk mengeksploitasi sumberdaya alam ketimbang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam keputusan politik. Dalam konteks pesisir Kulon Progo, penetrasi modal dari kapitalisme global terjadi dalam dua bentuk, yaitu 1) pertambangan pasir besi, dan 2) proyek Jalan Lintas Selatan Jawa.
Ketidakadilan
Di dalam ketimpangan struktur penguasaan sumber-sumber agraria dan kekuasaan, rakyat adalah korban ketidakadilan yang utama. Ketidakadilan itu tampak pada substansi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan proses-proses politik atas kebijakan yang mengabaikan eksistensi rakyat. Dalam konteks pesisir Kulon Progo, ketidakadilan itu ditanggapi oleh rakyat dengan perlawanan terhadap negara sebagai alat kapitalisme.

SIAPA jaringan masing-masing pihak dan bagaimana perannya?
  • Pemerintah. Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo didukung oleh struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Peran pemerintah adalah sebagai legislator proyek melalui seperangkat prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, terutama yang perundang-undangan tentang otonomi daerah dan pertambangan.
  • Korporasi. Korporasi didukung oleh sistem pemerintahan dan kultur politik setempat. PT JMI beraliansi dengan Indo Mines Ltd (Australia) dengan pembagian keuntungan.
  • Masyarakat Sipil. Dukungan kepada masyarakat datang dari berbagai pihak, namun yang mendukung secara kelembagaan hanyalah LBH sebagai pengawal proses hukum. Resistensi masyarakat terhadap NGO disebabkan oleh 2 hal: Kecenderungan NGO untuk turut mengambil keputusan internal lembaga masyarakat yang independen, Kecenderungan NGO untuk bersikap mengambil keuntungan dari situasi yang ada.

Penambangan pasir besi di pesisir pantai selatan Kulonprogo ini akan berimplikasi terhadap 123.601 jiwa yang menaruhkan harapan pada 4.434 ha lahan pertanian produktif di 4 kecamatan yakni Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Implikasi juga akan terjadi di sepanjang area rencana ekploitasi pasir besi dengan luas bentang alam dan alih fungsi lahan sekitar 22kmx1,8km (6,8%) dari total luas Kabupaten Kulonprogo 586.27km2. Dampaknya penambangan pasir di wilayah pantai dipastikan akan menyebabkan abrasi kian parah dan kerugian bagi masyarakat sekitarnya serta akan terjadi perubahan ekosistem dan keseimbangan ekologi yang ada di kawasan pesisir selatan. Hal ini dikhawatirkan akan membahayakan daerah di sekitar penambangan sebab gumuk pasir akan menjadi berkurang sehingga tidak dapat lagi meredam terjadinya gelombang besar yang ada di laut selatan, baik karena cuaca maupun ancaman tsunami.

Wednesday, June 15, 2011

Anatomi Konflik Dalam PEMILUKADA

June 15, 2011 0
Anatomi Konflik Dalam PEMILUKADA
Beberapa  Ilmuwan politik mengatakan, suatu negara dikatakan demokratis bila memenuhi prasyarat antara lain memiliki kebebasan kepada masyarakat untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi; memberikan ruang berkompetisi yang sehat dan melalui cara-cara damai; serta tidak melarang siapapun berkompetisi untuk jabatan politik.Dalam hal ini jelas, kompetisi politik yang damai menjadi prasyarat penting bagi demokrasi.Oleh karena itu, salah satu agenda terpenting dalam konteks Pilkada langsung adalah meminimalisasi potensi-potensi konflik tersebut.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya konflik dalam Pilkada,dan jika hal ini tidak diantisipasi maka akan melahirkan sebuah kerugian yang besar yang akan di terima oleh masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan konfli itu diantaranya :

  1.       Pertama, Tahapan pendaftaran calon yang umumnya memiliki peluang adanya calon yang gugur atau tidak lolos verifikasi yang dilakukan oleh KPUD. Berbagai masalah yang biasanya memicu gagalnya bakal calon menjadi calon resmi adalah misalnya sang bakal calon terkait ijazah palsu, tidak terpenuhinya dukungan 15 % parpol pendukung atau adanya dualisme kepemimpinan parpol pengusung. Untuk konteks saat ini, tahapan pendaftaran dan penetapan calon semakin krusial seiring keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon independent maju dalam Pilkada. Terlepas belum jelasnya aturan pelaksana putusan MK, namun konflik dan sengketa mulai muncul akibat adanya calon independen di beberapa daerah yang ikut pendaftaran calon Bupati/wakil Bupati namun secara tegas ditolak oleh KPUD, seperti kasus di pilkada Cilacap tahun 2007 yang lalu.
  2.      Kedua, tahapan pendaftaran pemilih yang amburadul mengakibatkan konflik pada pemungutan dan penghitungan suara. Diakui bahwa sengketa pilkada memang banyak diawali oleh tidak maksimalnya proses pendaftaran pemilih. Pengalaman pilkada selama ini menunjukkan bahwa ketika pemutakhiran data pemilih tidak maksimal dan mengakibatkan banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih tetap, maka kemungkinan besar terjadi protes dan konflik ketika hari ”H”. Pada saat seperti ini , biasanya banyak warga yang protes ke kantor KPUD. Tahapan ini yang juga biasanya mengalamai kekisruhan akibat pendataan pemilih yang kurang valid adalah tahapan penetapan pemenang pilkada. Fenomena yang sering muncul adalah, pihak yang kalah, apalagi mengalami kekalahan dengan angka tipis, selalu mengangkat isu penggelembungan suara, banyak warga yang tidak terdaftar dan persoalan pendataan pemilih lainnya sebagai sumber utama kekalahan. Massa yang merasa tidak mendapat hak pilih biasanya memprotes dan dimanfaatkan oleh pasangan yang kalah. Kasus yang paling nyata adalah pilkada Sulawesi Barat yang sempat berlarut-larut karena massa pendukung yang kalah tidak puas atas hasil penghitungan karena diduga banyak terjadi kecurangan dan banyak pemilih tidak terdaftar.
  3.           Ketiga, konflik juga sangat mungkin lahir dari ekses masa kampanye. Berbagai upaya melakukan untuk memasarkan politik (marketing of politics) untuk meraih simpati publik, dalam praktiknya sekaligus juga dibarengi dengan tindakan menyerang, mendeskriditkan, black campign, pembunuhan karakter yang dapat menimbulkan rasa sakit hati. Jika menemukan momentumnya, hal ini pun dapat menjadi akselerator konflik dalam Pilkada.
Ketiga konflik tersebut, ada yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum dan juga secara politis. Sengketa Pilkada yang diawali oleh factor pertama dan kedua seperti disebut diatas sangat memungkinkan diselesaikan oleh jalur hukum. Mengingat secara normative yuridis, sengketa yang terjadi dalam Pilkada telah cukup akomodatif diatur dalam UU No 32 tahun 2004 maupun Peraturan Pemerintah No 06 tahun 2005. Misalnya, apabila calon merasa dirugikan dan keberatan dengan hasil pengitungan suara oleh KPUD, maka pasangan calon memiliki kesempatan menyampaikan keberatan kepada Mahkamah Agung dengan catatan keberatan yang dimaksud memang secara nyata mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
Pasal 106 UU 32 Tahun 2005: 1): Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 2); Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Solusi yuridis ini memberi pesan bahwa seperti apapun konflik dan perselisihan yang ada dalam pilkada, sebaiknya dikelola bahkan diakhiri dengan melawati ketentuan hukum yang ada.
Kemudian, konflik pilkada yang semakin ramai mendominasi pelaksanaan pilkada akhir-akhir ini mesti segera disikapi dengan langkah antisipatif. Pertama, KPUD, Panwaslu, dan Bawaslu hendaknya secara sungguh-sungguh memposisikan diri sebagai pihak yang independen dan mampu memberikan pelayanan yang objektif kepada semua kandidat. Ketidak netralan KPU/KPUD akhir-akhir ini menjadi salah satu pemicu munculnya konflik pada pilkada. Kedua, perlu segera mengevaluasi dan memperbaiki sistem kerja di setiap tahapan pilkada yang selama ini ini rawan memicu konflik. Misalnya soal pendaftaran pemilih. Sudah saatnya persoalan sistem pendaftaran pemilih dikoreksi total dengan mengfungsikan kembali kerja Dinas Kependudukan secara maksimal. Ketiga, merevitalisasi fungsi Bawaslu dan Panwaslu dalam merespon laporan pelanggaran.
Umumnya, konflik pilkada dimulai dari minimnya lambatnya Panwaslu dalam merespon pelanggaran yang terjadi. Karena pihak panwaslu tidak merespon secara cepat, maka masyarakat kemudian main hakim sendiri yang berbuntut pada konflik. Keempat, para kandidat yang sudah ditetapkan sebagai calon resmi,hendaknya secara sungguh-sungguh melaksanakan komitmen Siap Menang dan Siap Kalah. Selama ini, jargon tersebut sekedar ucapan simbolik untuk meraih simpati. Namun pada prakteknya, sebagian besar kandidat justru siap Menang dan tak siap Kalah. Selain itu, segenap stakeholders pilkada mesti memiliki komitmen bersama untuk memposisikan pilkada sebagai kekuatan awal konsolidasi demokrasi di daerah. Selanjutnya, untuk menjamin legitimasi politis bagi pemimpin yang terpilih, maka sengketa politik yang diawali oleh kekecewaan akibat kekalahan mestinya diakhiri dengan duduk bersama antar semua kandidat, baik yang kalah maupun yang menang.

Wednesday, March 23, 2011

Pengertian : Konflik Sosial

March 23, 2011 0
Pengertian : Konflik Sosial
A. Pengertian
1. Secara etimologis. Secara etimologis konflik sosial berasal dari kata “confligere” yang berarti sama-sama memukul.
2. Menurut Para Ahli :
  • Berstein : Konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai potensi positif dan ada pula yang negative di dalam interaksi social.
  • Dr. Robert M.Z. : Lawang Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
  • Drs. Ariyono Suyono : Konflik adalah proses atau keadaan di mana dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing yang disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.
  • James W. Vander Zanden : Konflik adalah suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan betujuan menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan mereka.
  • Soerjono Soekanto : Konflik adalah proses social dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
B. Faktor Penyebab Konflik
Ada 4 faktor penyebab konflik, yaitu :
  • Perbedaan individu. Adalah konflik yang disebabkan perbedaan kepribadian atau individu tertentu.
  • Perbedaan Latar belakang kebudayaan. Adalah konflik yang disebabkan perbedaan kebudayaan dalam masyarakat.
  • Perbedaan Kepentingan. Adalah konflik yang terjadi karena kepentingan yang berbeda.
  • Perubahan social. Adalah konflik yang terjadi karena perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
C. Bentuk-bentuk konflik
1. Berdasarkan sifatnya :
  • Konflik destruktif adalah konflik yang muncul karena perasaan tidak senang, rasa benci, dan dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap pihak lain. Misal : Konflik Ambon, Konflik Poso.
  • Konflik Konstruktif adalah konflilk yang muncul karena perbedaan pendapat dari kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan. Misal : perbedaan pendapat dalam suatu organisasi.
2. Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik
  • Konflik vertical adalah konflik antar komponen masyarakat yang di dalam struktur yang memiliki tingkatan. Contoh : konflik antara bawahan dan atasan.
  • Konflilk horisantal adalah konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relative sama. Misal : Konflik antar organisasi massa.
  • Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumberdaya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim. Misal : Konflik Aceh
3. Berdasarkan sifat pelakunya :
  • Konflik terbuka adalah konflik yang diketahui semua pihak. Contoh : Konflik Palestina-Israel
  • Konflik tertutup adalah konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.
D. Dampak konflik
1. Dampak positif
  • Meningkatkan solidaritas antara anggota
  • Munculnya pribadi-pribadi yang kuat
  • Membantuk menghidupkan kembali norma lama dan menciptakan norma baru
  • Munculnya kompromi baru apabila pihak yang berkonflik dalam kekuatan seimbang.
2. Dampak negatif
  • Hancur dan retaknya kesatuan kelompok
  • Adanya perubahan kepribadian seorang individu
  • Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
  • Kemiskinan bertambah dan tidak kondusifnya keamanan
  • Pendidikan formal dan informal terhambat karena rusaknya saran dan prasarana.
E. Bentuk-bentuk konflik
  • Konflik Pribadi adalah konflik antara pribadi dengan pribadi lain.
  • Konflik kelas social adalah konflik antara buruh dan majikan
  • Konflik rasial adalah konflik ras satu dengan ras lain
  • Konflik politik adalah konflik antara golongan politik satu dengan lainnya.
  • Konflik internasional adalah konflik antara satu Negara dengan Negara lain.
  • Konflik kelompok adalah konflik kelompok satu dengan yang lain.
F. Cara mengatasi konflik
Cara mengatasi konflik adalah dengan akomodasi. Ada beberapa bentuknya, yakni :
  • Genjatan senjata. Merupakan pencegahan permusuhan antarpihak yang bertikai untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan pekerjaan tertentu yang tidak boleh di ganggu.
  • Mediasi adalah penghentian peritikaian oleh pihak ketiga dengan memberikan keputusan mengikat.
  • Konsiliasi Adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.
  • Stalemate Adalah keadaan pihak yang bertentangan mempunyai kekuatan seimbang tetapi berhenti pada titik tertentu tidak bisa maju ataupun mundur
  • Arbitrasi Merupakan perselisihan yang langsung dihentikan pihak ketiga yang memutuskan dan diterima serta ditaati oleh kedua pihak.
  •  Ajudikasi Adalah penyelesaian perkara atau sengketa pengadilan.
  • Eliminasi Adalah pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat konflik
  • Dominasi Adalah orang atau pihak yang memiliki kekuatan besar dapat memaksakan orang atau pihak lain menaatinya.
  • Mayority rules Adalah suara terbanyak ditentukan melalui voting akan menentukan keputusan tanpa pertimbangan argumentasi.
  • Kompromi Adalah semua pihak yang terlibat konflik berusaha mencari jalan tengah dengan menguraikan tuntutan tertentu.
  • Minority consent Adalah kelompok minoritas yang kalah menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
  • Integrasi Adalah pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembalik sampai kelompok mencapai keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
Sumber : http://aguskristiyono.blogspot.com