Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Halaqah. Show all posts
Showing posts with label Halaqah. Show all posts

Monday, February 20, 2012

Hikmah Diharamkannya Menikahi Saudara Sesusuan

February 20, 2012 2
Rasulullah bersabda, "Diharamkan dari saudara sesusuan segala sesuatu yang diharamkan dari nasab". HR. Bukhari dan Muslim.
Sejumlah penelitian ilmiah baru-baru ini menemukan adanya gen dalam ASI orang yang menyusui, dimana ASI mengakibatkan terbentuknya organ-organ pelindung pada orang yang menyusu. Yang demikian apabila ia menyusu antara 3 sampai 5 susuan. Dan ini adalah susuan yang dibutuhkan untuk bisa membentuk organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh manusia.
Maka, apabila ASI disusu maka ia akan menurunkan sifat-sifat khusus sebagaimana pemilik ASI tersebut. Oleh karena itu, ia akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan saudara atau saudari sesusuannya dalam hal sifat yang diturunkan dari ibu pemilik ASI tersebut.
Dan juga sudah ditemukan bahwa organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh mungkin akan menyebabkan munculnya sifat-sifat yang diridhai oleh sesama saudara dalam kaitannya dengan pernikahan. Dari sini, kita mengetahui hikmah yang terkandung dari hadits di atas yang melarang kita dari menikahi saudara sesusuan yaitu mereka yang menyusu pada ibu lebih dari 5 kali susuan.
Sesungguhnya kekerabatan karena sesusuan ditetapkan dan dapat dipindahkan karena keturunan. Dan penyebab yang diturunkan dan gen yang dipindahkan. maksudnya adalah bahwa kekerabatan karena faktor sesusuan disebabkan karena adanya perpindahan gen dari ASI orang yang menyusui kepada orang yang menyusu tersebut, masuk, dan bersatu dengan jaringan gen orang yang menyusu tersebut, atau ASI tersebut memang mengandung lebih dari satu sel, dimana sel itu merupakan inti dari kehidupan manusia. Sel itu sering disebut dengan DNA.
Juga mungkin karena organ sel pada orang yang menyusu menerima sel yang asing, sebab sel itu tidak matur. Keadannya adalah keadaan percampuran dari berbagai sel, dimana perkembangannya tidak akan sempurna kecuali setelah melewati beberapa bulan atau beberapa tahun sejak kelahiran. Kalau penjelasan asal-mula penyebab adanya kekerabatan karena hal ini, maka hal ini memiliki konsekuensi yang sangat penting dan sangat menentukan.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب )) متفق عليه
Rasulullah bersabda, "Diharamkan dari saudara sesusuan segala sesuatu yang diharamkan dari nasab".( HR. Bukhari dan Muslim )

( Dr. Muhammad Jamil Jabbal, Dr. Miqdad Mar'iy )

Hikmah Didahulukan Pendengaran daripada Penglihatan Di Dalam Al-Qur'an

February 20, 2012 2
Manusia ketika hilang matanya, maka hilanglah segalanya, hidup dalam kegelapan sepanjang waktu, tidak bisa melihat apa-apa... Akan tetapi kalau manusia kehilangan pendengarannya, maka dia masih bisa melihat. Pada saat itu, musibah yang ia derita lebih ringan daripada ia kehilangan mata.
Akan tetapi Allah ta'alaa ketika menyebutkan kata "pendengaran" dalam Al-Qur'an selalu didahulukan daripada penglihatan. Sungguh, ini merupakan satu mu'jizat Al-Qur'an yang mulia. Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali.
Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam. Ini yang pertama.
Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. Ini yang kedua.
Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فضربنا على آذانهم في الكهف سنين عددا (الكهف: 11)
Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent) (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.
Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat:
وما كنتم تستترون أن يشهد عليكم سمعكم ولا أبصاركم ولا جلودكم، ولكن ظننتم أن الله لا يعلمو كثيرا مما تعملون (فصلت: 22)
Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Fushshilat: 22)
Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan "kulit" dalam bentuk jamak ? Padahal, bisa saja Allah mengatakannya : Pendengaran-pendengaran kalian, penglihatan-penglihatan kalian, dan kulit-kulit kalian.
Dan memang konteks ayatnya adalah pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur'an yang mulia. Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak.
Jadi, mata memiliki kemampuan untuk memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran; setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak. Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat "pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.
Dan telinga tidak pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan.
Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah berhenti berfungsi. ( 04 sept 2003M. )

Wednesday, January 25, 2012

Menjadi Murabbi Itu Mudah : Tips-tips Dasyat Untuk Menjadi Seorang Murabbi

January 25, 2012 0
Aga Sekamdo pernah mengkomparasikan pertumbuhan kader Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Partai Keadilan di Indonesia. Keduanya memiliki sistem kaderisasi yang serupa yaitu halaqah. Pada tahun 1954 (sekitar dua dasawarsa efektif kaderisasi) anggota Ikhwanul Muslimin telah mencapai 3 juta kader. Sedangkan pertumbuhan PK (kini PKS) sendiri jauh dibawah itu. Lalu ia menyimpulkan bahwa ada masalah dengan kaderisasi harakah di Indonesia ini.
Salah satu yang menjadi permasalahan serius kaderisasi dengan sistem halaqah adalah murabbi. Jika sebuah harakah hendak mencapai pertumbuhan kader yang tinggi dengan sistem ini, maka ia harus menyediakan murabbi dengan jumlah yang signifikan. Rekrutmen yang massif tidak akan berarti banyak jika setelahnya tidak di follow-up dengan halaqah karena kuranggnya murabbi. Tapi inilah permasalahan yang menggejala hingga saat kini.
Usia tarbiyah yang lama bukan jaminan bahwa seorang kader siap menjadi murabbi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak kader lama yang tidak kunjung siap untuk menjadi murabbi. Ada pula yang terpaksa dalam ketidaksiapan. Jika kemudian ia belajar tentu akan menjadi lain ceritanya. Namun keterpaksaan itu sering berujung pada “pembubaran halaqah”.
Buku “Menjadi Murabbi Itu Mudah” yang ditulis oleh Muhammad Rosyidi berusaha menyajikan solusi untuk menjawab permasalahan diatas. Judulnya yang menarik, mengajak kita optimis bahwa menjadi murabbi itu tidak sesulit yang dibayangkan. Dengan persepsi awal yang mencerahkan ini, diharapkan kader dakwah siap untuk diamanahi menjadi murabbi, siap memulai halaqah, dan sambil berjalan diharapkan untuk terus meningkatkan kafaah-nya sebagai murabbi agar halaqahnya berjalan efektif.
Mengapa Tidak Menjadi Murabbi?
Ada enam alasan mengapa kader dakwah ragu untuk menjadi murabbi yang direkam dalam buku ini. Alasan-alasan itu adalah merasa belum siap, merasa belum pantas, merasa tidak cocok, belum mendapatkan kelompok binaan, sibuk atau trauma pengalaman.
Alasan yang pertama bisa dijawab dengan langsung menjadi murabbi tanpa membayangkan hal yang belum terjadi. Action! Untuk ketidaksiapan teknis ketika mengisi halaqah, Muhammad Rosyidi memberikan tips : cermati murabbi mengisi halaqah dari awal sampai akhir, jiplak saja. Selebihnya konsultasikan ke murobbi.
Alasan kedua, merasa tidak pantas, harus segera diatasi. Pertama, pahamkan diri bahwa seorang yang berdakwah tidak harus menunggu sempurna. Sambil terus memperbaiki diri. Para sahabat Nabi langsung mendakwahkan apa yang mereka terima dari Rasulullah tanpa menunggu turunnya semua surat turun lengkap. Kedua, buat target kapan pantas jadi murabbi. Kekurangan yang telah disadari harus dibenahi dalam tenggang waktu tertentu. Jika tidak ada waktu yang bisa dijadikan batasan sampai pantas, barangkali alasan yang sebenarnya adalah ketidakmauan atas nama ketidakpantasan.
Merasa tidak cocok biasanya menimpa kader yang nervous bicara didepan orang banyak, atau kurang menguasai materi. Banyak juga keraguan ini menimpa mereka yang pernah gagal menjadi murabbi. Saran dalam buku ini adalah dengan memberanikan diri menjadi murabbi. Jangan pernah merasa tidak cocok kalau hanya pernah gagal satu atau dua kali. Sambil terus meng-upgrade diri sebagai langkah antisipasi.
Alasan keempat bisa dijawab secara personal, kelompok tarbawi, atau struktur. Secara personal berarti meningkatkan kemampuan rekrutmen, berupaya melakukan dakwah fardiyah. Secara kelompok, ini bisa disikapi dengan menggelar rekrutmen yang difasilitasi murabbi. Tentu adanya peran struktur menjadi solusi yang lebih baik. Misalnya dengan adanya bursa murabbi dan mutarabbi disamping secara berkala menggelar acara-acara rekrutmen.
Untuk alasan sibuk, justru murabbi adalah tugas biasa yang dijalankan dengan baik oleh mereka yang terbiasa sibuk. Kesulitan waktu bisa diatasi dengan mengkomunikasikan kepada struktur sehingga murabbi yang bisa disatu waktu dipertemukan dengan mutarabbi yang bisanya juga diwaktu itu.
Sedangkan trauma pengalaman biasanya dialami oleh mereka yang pernah “ditinggalkan” oleh mutarabbi. Bisa jadi karena sikapnya yang berbeda dalam masalah khilafiyah. Seharusnya kegagalan tidak menjadikan kader trauma untuk memegang halaqah lagi. Justru dengan banyakknya pengalaman ia akan menjadi expert. Maka solusinya adalah just do it!
Karena Menjadi Murabbi Itu Luar Biasa
Motivasi itu penting. Dan motivasi berangkat dari pemahaman yang benar. Menjadi murabbi itu luar biasa. Banyak keutamaannya. Kesiapan kader untuk menjadi murabbi akan semakin kokoh jika ia memiliki motivasi tinggi disamping keberhasilannya menepis keraguan-keraguan diatas.
Pada bab 3 dan 5 buku ini, Muhammad Rosyidi menhuraikan bahan motivasi itu. Bahwa kita perlu memahami status murabbi dan untungnya menjadi murabbi. Keduanya bahkan diletakkan sebelum alasan tidak menjadi murabbi pada bab 6.
Setidaknya, ada beberapa hal yang dijelaskan dalam buku ini terkait status murabbi. Pertama, murabbi itu menyambung mata rantai dakwah. Tanpa murabbi dakwah akan terputus. Dan jangan sampai kita menjadi pemutus rantai itu. Kedua, menjadi murabbi berarti berkontribusi bagi dakwah. Kontribusi yang teramat besar nilainya bagi seorang kader dakwah. Kontribusi special. Apapun amanah kader di dalam struktur atau wajihah, menjadi murabbi adalah amanah utama yang tidak boleh dikesampingkan. Ketiga, tidak ada out sourcing dalam menjadi murabbi. Jadi seorang ikhwah tidak boleh berpikir; saya merekrut saja, biar orang lain yang membina. Saya distruktur saja, atau mengisi taklim, biar saya wakilkan halaqah kepada ikhwah yang lain.
Sedangkan untungnya menjadi murabbi diuraikan dalam bab 5 sebagai berikut; memperoleh pahala sebagai dai, mendapatkan multi level pahala, menjadi lebih memahami tarbiyah, termotivasi untuk terus meningkatkan amal, menjadi sarana pendewasaan diri, dan aplikasi taawun.
Segera Menjadi Murabbi, Siapkan Mental, Pilih Gaya Sendiri!
Cara terbaik menjadi murabbi adalah memulainya. Maka motivasi yang telah ada harus segera menemukan kerannya. Bisa jadi halaqah itu murni baru, bisa jadi ia lanjutan dari taklim rutin yang dikhaskan, atau yang lainnya. Sambil jalan murabbi baru perlu mensetting mentalnya. Bahwa murabbi itu pantang menyerah, bersikap tenang, dan bijak menyikapi realitas binaan. Tidak menyerah meski hujan datang, tidak menyerah meski lelah. Bijak menyikapi realitas binaan yang berbeda latar belakang maupun sangat tidak ideal dalam Islam. Murabbi perlu bijak, karena mereka masih baru.
Dalam menyampaikan materi, kita bisa memilih gaya kita sendiri. Bisa gaya tekstual dengan cara membacakan materi halaqah. Bisa gaya multimedia dengan membawa laptop dan menyajikan materi dalam bentuk powerpoint. Bisa gaya mengkaji kitab, dengan membaca kitab lalu menguraikan sendiri penjelasannya. Atau gaya paparan dengan cukup menuliskan rasmul bayan lalu menjelaskannya.
Masih banyak tips-tips berikutnya dalam mengelola halaqah dalam buku ini. Membaca buku ini, insya Allah menjadi pencerahan dan penyemangat bagi calon murabbi bahwa “Menjadi Murabbi Itu Mudah”. Meski demikian, buku ini juga perludibaca para murabbi sebagai upaya in’asy, pengembangan, peningkatan, dan up-grade kualitas. Wallahu a’alam bish shawab.

Friday, November 25, 2011

Karakter Halaqoh (Muwashofat Halaqoh)

November 25, 2011 2
Halaqoh tidak akan mampu memberikan sumbangsih apapun selain ulasan materi, hal ini terjadi manakala halaqoh hanya sebatas rutinitas saja. Padahala fungsi yang sesungguhnya halaqoh bukanlah seperti itu, akan tetapi lebih jauh daripada itu,yakni bagaimana halaqoh mampu meledakan potensi dari peserta halaqoh. Untuk itu halaqoh haruslah memenuhi beberapa variabel, dimana dengan variabel tersebut halaqoh mampu menjalankan sebagaiman fungsi yang sesungguhnya.
Kejenuhan dalam berhalaqoh disebabkan karena halaqoh tersebut tidak memiliki karakter halaqoh itu sendiri, sehingga dinamika halaqoh mengalami kejumudan (primitive). Supaya halaqoh kita memiliki dinamika tersendiri serta produktif, maka, haruslah memiliki tiga karakter. Ketiga karakter tersebut adalah ;
1. Aruhiyah (Ruh)
Amunisi ini penting mengingat setiap pergerakan yang kita lakukan tidak akan mampu kita maknai manakala kondisi ruhiyah kita kering apalai sampai rapuh dimakan oleh godaan dunia. Dengan ruhiyah inipula seseorang mampu melewati setiap ujian yang ada di depan kita. Dengan ruhiyah pula seseorang akan mampu menikmati hari-hari dengan kesibukan berdakwah.
Lalu bagaimana agar kondisi ruhiyah terjaga..? ada tiga hal yang mesti tertanam dalam hati para aktivis dakwah, pertama Al Aqidatul Imanniyah (Akidah Keimanan) yang mantap. Kenapa akidah ini begitu penting, karena memang inilah pondasi seseorang dalam mengawali setiap aktivitasnya. Kita tentu ingat perjalanan para nabi mulai dari nabi Adam sampai nabi Muhammad Saw, mereka berjuang untuk membebasakan manusia dari menduakan Allah SWT menuju kesatuan akidah yang utuh. Kedua Al A’daqotul Al Qolbiyah (Ikatan Hati), untuk menuju ruhiyah yang mantap, maka kita harus mengikatkan hati ini dengan Allah SWT, sebab Dial ah yang sesungguhnya memiliki hati kita dan dengan hati ini pula kita akan menemukan ketentraman batin dan ketengan jiwa. Ketiga, Al Ma’nawiyah Wal Khuluqiyah (Membangun Moralitas), di tengah – tengah kondisi saat ini, dimana moralitas seseorang sangat menjadi taruhan akan arti sebuah kehidupan. Mampukah seseorang tersebut menjaga imun dirinya dalam menghadapi tantangan dan godaan dunia. Usaha untuk terus selalu memperbaharui diri kita adalah sebuah keharusan.
2. Al Fikriyah (Ilmu)
Selain halaqoh harus mengandung unsure ruhiyah, halaqoh juga harus mengandung unsure Ilmu agar apa yang kita sampaikan dan kita diskusikan bukan hanya sekedar omong kosong tanpa adanya fakta dan data secara ilmiah. Ciri sebuah halaqoh mengandung unsure ilmu adalah, pertama Al I’lmiyatu Watsaqofah, halaqoh bisa dikatakan mengandung unsure ilmu manakala didalamnya ada suasana ilmiah, ciri ilmiah adalah objektif dan berdasarkan fakta. Kedua adalah Anadhoriyah, ini merupakan kemampuan analisis seorang kader tarbiyah dalam setiap dinamika social politik yang terjadi. Ketiga Al Minhajiyah (memahami minhaj), arah dan platform seperti apakah gerakan kita, itu haruslah dipahami betul para kader tarbiyah, sehingga para kader tidak mengalami kebingungan dalam melakukan maneuver gerakan sesuai dengan kondisi yang ada. Keempat Al Ijtima’iyah (bersosial), ajaran Islam bukanlah ajaran eksklusif yang hanya berlaku untuk satu kaum saja, akan tetapi Islam dilahirkan untuk semua ummat manusia. Dakwah tidak akan mengena jika kita tidak pernah bersosial atau mengurung diri apalagi sampai mengisolasi dari dinamika yang ada.Kelima Al Faniyah (berekonomi), perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan dan salah satu pengorbanan tersebut adalah ekonomi. Bahkan di era sekarang ini kaum kafir dan musuh – musuh Islam menjajah ummat Islam dengan ekonomi, maka dari itu sudah semestinya seorang aktivis dakwah haruslah berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri, sehingga tidak perlu menengadahkan tangan untuk meminta- minta.
3. Ad Dakwah
Ada tiga muatan dakwah yakni, Al Harokah (pergerakan/dinamis), Al Jihadiyah (semangat jihad) dan Al Jundiyah (ketaatan). Sebagaimana kita ketahui bahwa dinamika dakwah akan selalu berubah-rubah tidak statis, oleh karena itu seorang aktivis dakwahpun harus mampu menjawab perubahan tersebut, sehingga dakwah yang kita lakukanpun akan menjadi alternative bagi ummat karena mampu berbicara dengan bahasa saat yang dibutuhkan.
Itulah karakter halaqoh yang harus dipenuhi supaya aktivitas halaqoh yang kita lakukan tidak semata-mata menggugurkan kewajiban sebagai seorang kader tarbiyah, akan tetapi kita mampu memaknai arti halaqoh yang sesungguhnya. Dengan demikian halaqoh kita akan senantiasa dinamis dan kreatif.
Jika ketiga karakter itu terpenuhi maka halaqoh akan mampu melaksanakan fungsinya, yaitu ;
·         At Tarbawiyah, maksudnya adalah mampu mengkondisikan orang
·         Al Harokiyah (Bergerak/dinamis)
·         Atandzimiyah (Mengorganisir)
·         Al Fanatodiyah (Berpengasilan)

Sumber : http://arqomalifh.multiply.com/journal/item/29

Sunday, November 20, 2011

10 Muwashofat Kader Dakwah Sebagai Pribadi Muslim

November 20, 2011 3
Menjadi kader dakwah merupakan keharusan bukanlah sebuah pilihan, dan aset yang paling utama Rashidul Harokah dalam dakwah adalah kader itu sendiri, adanya kader maka ada satu proses dakwah yang dilakukan secara continue. Betapa pentinya kader dalam barisan dakwah sehingga ia mendapat perhatian khusus dalam setiap pengkajian dakwah.
Oleh karena itu, melakukan pembinaan dan pengajaran yang berkelanjutan terhadap seorang kader dakwah menjadi satu proses yang amatlah penting, seorang aktivis dakwah harus mempunyai pencapaian diri yang maksimal, menjadi pribadi-pribadi qurani yang mampu menggerakan lisan dan perbuatan mereka menuju perjuangan untuk kemenangan Islam.
Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang harus lekat pada seorang kader dakwah sebagai pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah (aqidah yang bersih)
Hal yang utama yang harus dimiliki seorang kader dakwah adalah akqidah yang bersih (salimul aqidah) yaitu aqidah yang tidak terkotori dari segala bentuk penghambaan terhadap ciptaan Allah, salah satunya adalah syirik. contoh kecil dari syirik adalah percaya pada sesuatu selain Allah misalnya percaya pada paranormal. Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya: Katakanlah! Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Hal selanjutnya yang harus diperbuat semua kader dakwah adalah melakukan ibadah yang benar. Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah kamu sebagaimana kamu seperti melihat aku shalat.” Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan. Prinsip dasarnya kita harus Ittiba’ jangan Taqlid
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Seorang kader dakwah juga harus memiliki akhlak yang mulia, sehingga dapat menjadi teladan bagi umat muslim yang lainnya. Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya :  Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS 68:4)
4. Qowiyyul Jismi (jasmani yang kuat)
"Allah lebih menyukai umat yang kuat daripada umat yang lemah". oleh karena itu, seorang kader dakwah  harus mempunya jasmani yang kuat agar mampu menjalankan semua aktivitas dakwahnya. Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah” (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikr (berpikir yang intelek)
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang Artinya :  Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS 39:9).
6. Mujahadatun Linafsihi (melawan hawa nafsu)
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim). Bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.
7. Harishun ‘ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia terutama bagi kamu seorang kader dakwah. dengan kata lain seorang kader dakwah harus pandai mendisiplinkan waktunya agar semua urusannya dapat terlaksana dengan tepat waktu.  Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.” Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syu’unihi (teratur dalam setiap urusan)
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun ‘alal Kasbi (mandiri)
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Naafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Maksudnya disini adalah bahwa ada tidaknya keberadaan seorang muslim tidak berpengaruh nyata pada situasi yang sedang dialakmi seorang muslim lainnya. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum sepuluh karakter yang harus ada pada diri seseorang sebagai pribadi muslim yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing sebagai seorang muslim.

Thursday, September 29, 2011

Tarbiyah & Halaqoh: Sebuah Pengantar

September 29, 2011 1
Definisi Tarbiyah Islamiyah
Tarbiyah Islamiyah adalah sebutan untuk pendidikan Islam dalam bahasa Arab. Secara bahasa tarbiyah memiliki beberapa arti:
  • Roba-Yarbu = tumbuh berkembang
  • Robiya-Yarba = tumbuh secara alami
  • Robba-Yarubbu = memperbaiki, meningkatkan
Berarti, proses pendidikan Islam seharusnya menumbuh kembangkan secara alami sebagai proses perbaikan dan peningkatan diri. Secara istilah makna tarbiyah adalah menumbuhkan sesuatu sampai pada tingkat sempurna sedikit demi sedikit (Al-Baydowi & Al-Asmahadi)
Latar Belakang
  1. Kondisi umat Islam sekarang. Yaitu tidak memahami Islam itu sendiri. Banyak orang yang mengaku muslim tetapi caranya berpikir dan bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya:
  • Mengkotak-kotakkan ajaran Islam
  • Terpecah belah
  • Mencintai dunia berlebihan dan takut mati
  • Lemah, bagai buih di lautan
  1. Infiltrasi budaya kafir. Globalisasi menghadapkan umat dengan budaya kafir yang membawa nilai dan ideologi kafir menggesser nilai Islam.
  2. Dunia yang semakin sibuk mengakibatkan kurangnya perhatian dan alokasi waktu/pikiran/tenaga untuk mempelajari Islam.
  3. Hakikat jiwa manusia yang memiliki kecenderungan berbuat fujur (dosa) sekaligus takwa. Oleh karena itu penting memperbanyak rangsangan untuk berbuat takwa agar semakin terhindar dari berbuat fujur.
Solusi
Suatu metode pendidikan Islam yang bersifat:
  • Kontinu (mustamiroh)
  • Membentuk pribadi yang Islami (syakhshiyyah islamiyyah) bukan sekedar transfer ilmu (takwiniyah)
  • Bertahap dan terprogram (mutadarrijah)
  • Menyeluruh (kaffah) tidak sebagian-sebagian/parsial.
Tujuan Tarbiyah Islamiyah
  • Membentuk persepsi (tashawur) Islami yang jelas
  • Membentuk pribadi Islami (syakhshiyyah islamiyyah). Indikasi syakhshiyyah islamiyyah adalah 10 kompetensi (muwashafat) tarbiyah:
  1. Salimul ‘aqidah (beraqidah lurus)
  2. Shahihul ‘ibadah (beribadah dengan benar)
  3. Matinul khuluq (berakhlaq kokoh)
  4. Qadirun ‘alal kasbi (Mampu berpenghasilan)
  5. Mutsaqqaful fikri (Memiliki pikiran yang berwawasan)
  6. Qawiyyul jismi (Bertubuh sehat dan kuat)
  7. Mujahidun Linafsihi ( Mampu memerangi hawa nafsu)
  8. Munazhamun Fi syu’unihi (Mampu mengatur rapi segala urusan)
  9. Harishun ‘ala waqtihi (Mampu mengatur waktu)
  10. Nafi’un Lighairihi (Bermanfaat untuk orang lain)

Pengertian Halaqoh
Halaqah adalah proses kegiatan tarbiyah dalam dinamika kelompok. Halaqoh merupakan sarana tarbiyah yang utama. Waktu ideal adalah sepekan sekali antara 2-5 jam.
Tujuan Tambahan
  • Penjagaan iman
  • Membentuk persaudaraan antar peserta halaqoh

Adab
  • Berusaha dalam keadaan suci.
  • Bersuara sesuai dengan kebutuhan.
  • Menjaga forum halaqah dari canda ria yang berlebihan, gaduh dan ribut.
  • Disiplin, terutama dalam hal tepat waktu dan izin kehadiran
  • Sebagai bentuk tarbiyah juga agar kita menghargai orang lain dan menghargai halaqoh
Agenda
  • Iftitah (pembukaan)
  • Tilawah dan tadabbur Al-Qur’an
  • Arahan singkat murabbi
  • Materi
  • Perencanaan dan evaluasi program/peserta halaqoh
  • Penutupan
Agenda halaqoh bisa ditambah ata dikurangi sesuai dengan kondisi masing-masing.
Sumber : http://www.msani.net