Blognya Anak Kuliahan

Wednesday, January 5, 2011

Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

January 05, 2011 0
Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk.
Dalam bukunya Public Policy, Riant Nugroho (2009, 494-495) memberi makna implementasi kebijakan sebagai “cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang”. Ditambahakan pula, bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu: langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tesebut.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi. Dan berikut adalah beberapa model Implementasi Kebijakan :


1. Model Van Meter dan Van Horn
Model pertama adalah model yang paling klasik, yakni model yang diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975). Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan seara linear dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel berikut:
  • Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
  • Karakteristik agen pelaksana/implementator
  • Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
  • Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.
2. Model Mazmanian dan Sabatier
Model yang kedua adalah model yang dikembangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian dan Sabatier disebut Model Kerangka Analisis Implementasi (a framework for implementation analysis). Mazmanian-Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel, yaitu:
  • Variabel Independen. Mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki
  • Variabel Intervening. Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki keterbukaan kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publi, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
  • Variabel Dependen. Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan lima tahapan, yang terdiri dari: pertama, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana. Kedua, kepatuhan objek. Ketiga, hasil nyata. Ke-empat, penerimaan atas hasil nyata. Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.
3. Model Hogwood dan Gunn
Model ketiga adalah Model Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (1978), untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna, maka diperlukan beberapa persayaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah:  
  • Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan (constraints) pada saat implementasi kebijakan seringkali berada diluar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang diluar jangkauan wewenang kebijakan dari badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik maupun politis.  
  • Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumberdaya yang cukup memadahi. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama diatas, dalam pengertian bahwa kerapkali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan karena menyangkut kendalan waktu yang pendek dengan harapan yang terlalu tinggi  
  • Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar memadahi. Persyaratan ini mengikuti syarat item kedua artinya disatu pihak harus dijamin tidak ada kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan dilain pihak, setiap tahapan proses implementasi perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus dapat disediakan. Dalam prakteknya implementasi program yang memerlukan perpaduan antara dana, tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan program harus dapat disiapkan secara serentak, namun ternyata ada salah satu komponen tersebut mengalami kelambatan dalam penyediaannya sehingga berakibat program tersebut tertunda pelaksanaannya. 
  • Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplemetasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara asal-asalan, tetapi kebijakan itu sendiri memang jelek. Penyebabnya karena kebijakan itu didasari oleh tingkat pemahaman yang tidak memadahi mengenahi persoalan yang akan ditanggulangi, sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahanya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut.  
  • Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kebanyakan program pemerintah sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih komplek dari pada sekedar hubungan antara dua variabel yang memiliki hubungan kausalitas. Kebijakan-kebijakan yang memiliki hubungan sebab-akibat tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin kompleks implementasinya. Dengan kata lain semakin banyak hubungan dalam mata rantai, semakin besar pula resiko bahwa bebarapa diantaranya kelak terbukti amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.  
  • Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implemetasi yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal dalam melaksanakan misi tidak tergantung badan-badan lain/instansi lainnya. Kalau ada ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan rangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan atau komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah aktor/pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.  
  • Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenahi kesepakatan terhadap tujuan yang akan dicapai dan dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan itu harus dirumuskan dengan jelas, spesifik, mudah dipahami, dapat dikuantifikasikan, dan disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi. Namun berbagai penelitian telah mengungkap bahwa dalam prakteknya tujuan yang akan dicapai dari program sukar diidentifikasikan. Kemungkinan menimbulkan konflik yang tajam atau kebingungan, khususnya oleh kelompok profesional atau kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam program lebih mementingkan tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan resmi kerap kali tidak dipahami dengan baik, mungkin karena komunikasi dari atas ke bawah atau sebaliknya tidak berjalan dengan baik. Kalaupun pada saat awal tujuan dipahami dan disepakati namun tidak ada jaminan kondisi ini dapat terpelihara selama pelaksanaan program, karena tujuan-tujuan itu cenderung mudah berubah, diperluas dan diselewengkan.  
  • Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Syarat ini mengandung makna bahwa dalam menjalankan program menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun dalam urutan-uruan yangbtepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap bagian yang terlibat. Kesulitan untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna masih terjadi dan tidak dapat dihindarkan. Untuk mengendalikan program dengan baik dapat dilakukan dengan teknologi seperti Network planning dan contrrol.  
  • Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Syarat ini mengharuskan adanya komunikasi dan ordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood (1976) dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan suatu sistem satuan administrasi tunggal sehingga tercipta koordinasi yang baik. Pada kebanyakan organiasi yang memiliki ciri-ciri departemenisasi, profesionalisasi, dan bermacam kegiatan kelompok yang melindungi nilai-nilai dan kepentingan kelompok hampir tidak ada koordinasi yang sempurna. Komunikasi dan koordiasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses implementasi karena data, syaran dan perintah-perintah dapat dimengerti sesuai dengan apa yang dikehendaki.
  • Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Hal ini menjelaskan bahwa harus ada ketundukan yang penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dalam sistim administrasinya. Persyaratan ini menandaskan bahwa mereka yang memiliki wewenang, harus juga yang memiliki kekuasan dan mampu menjamin adanya kepatuhan sikap secara menyeluruh dari pihak-pihak lain baik dalam organisasi maupun luar organisasi. Dalam kenyataan dimungkinkan adanya kompartemenisasi dan diantara badan yang satu dengan yang lain mungkin terdapat konflik kepentingan.
4. Model Goggin
Malcolm Goggin, Ann Bowman, dan James Lester mengembangkan apa yang disebutnya sebagai “communication model” untuk implementasi kebijakan yang disebutnya sebagai “generasi ketiga model implementasi kebijakan” (1990). Goggin dan kawan-kawan bertujuan mengembangkan sebuah model implementasi kebijakan yang lebih ilmiah dengan mengedepankan pendekatan metode penelitian dengan adanya variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan komunikasi sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan.

5.Model Grindle
Model ke-lima adalah model Merilee S. Grindle (1980). Model Implementasi Kebijakan Publik yang dikemukakan Grindle (1980:7) menuturkan bahwa Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Contex of Implementation (konteks implementasinya).   Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
  • Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
  • Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
  • Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
  • Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
  • Para pelaksana program (program implementators).
  • Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).
Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud:
  • Kekuasaan (power).
  • Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved).
  • Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).
  • Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness).
6. Model Elmore, dkk
Model ke-enam adalah model yang disusun Richard Elmore (1979), Michael Lipsky (1971), dan Benny Hjern dan David O’Porter (1981). Model ini dimulai dari mengidentifikasikan jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran rendah. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan harapan, keinginan, publik yang menjadi target atau kliennya, dan sesuai pula dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan model ini biasanya diprakarsai oleh masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga nirlaba kemasyarakatan (LSM).

7. Model Edward
George Edward III (1980, 1) menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic structures.
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif.
Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut, kecakapaan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.
Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan adalah bagaimana agar tidak terjadi beureucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga-lembaga negara dan/ atau pemerintahan.

8. Model Nakamura dan Smallwood
Model Nakamura dan Smallwood mengambarkan proses implementasi kebijakan secara detail. Begitu detailnya, sehingga model ini relatif relevan diimplementasikan pada semua kebijakan.

9. Model Jaringan
Model ini memehami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan (network) aktor-aktor yang independen. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya.
Pemahaman ini antara lain dikembangkan dalam sebuah buku yang ditulis oleh tiga orang ilmuwan Belanda, yaitu Walter Kickert, Erik Hans Klijn, dan Joop Koppenjan, Managing Complex Networks: Strategies for the Public Sector (1997). Pada model ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral jaringan menjadi penentu implementasi kebijakan dan keberhasilannya.

10. Model Matland
Richard Matland (1995) mengembangkan sebuah model yang disebut dengan Model Matriks Ambiguitas-Konflik yang menjelaskan bahwa implementasi secara admiministratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini memiliki ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik adalah implementasi yang perlu dipaksakan secara politik, karena, walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfilknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. 


Ket : Tugas Makalah mata kuliah Implementasi Kebijakan, Drs. M. Zaenuri, M. Si

Manusia Dalam Perspektif Al-Quran & Hadits

January 05, 2011 0
Manusia Dalam Perspektif Al-Quran & Hadits
Asal-usul adanya manusia menurut al-Quran adalah karena sepasang manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Pada mulanya, dua insan ini hidup di surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka mereka diturunkan ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini kemudian beranak-pinak, menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu. Tugas yang amat berat untuk menjadi penjaga bumi. Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu dianugerahi pengetahuan.
Manusia dengan segala kelebihannya kemudian ditetapkan menjadi khalifah dibumi ini. Dengan segala pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun. Menjadi menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini diterapkan pada model  manusia saat ini, atau manusia-manusia pada umumnya selain mereka para Nabi dan orang-orang maksum.
Sejak awal Allah menghendaki manusia untuk menjadi hamba-Nya yang paling baik, tetapi karena sifat dasar alamiahnya, manusia mengabaikan itu. Ini memperlihatkan bahwa pada diri manusia itu terdapat potensi-potensi baik, namun karena potensi itu tidak didaya gunakan maka manusia terjerebab dalam lembah kenistaan, bahkan terkadang jatuh pada tingkatan di bawah hewan.
Dalam makalah ini, disatu sisi konsep evolusi menawarkan satu gagasan bahwa manusia adalah wujud sempurna dari evolusi makhluk di bumi ini. Sedangkan konsep yang kedua mengatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan Hawa.
Dalam makalah ini benar-salah kedua konsep itu tidak dibahas secara intens. Tulisan ini akan lebih menakankan konsep manusia dalam al-Quran, dan sedikit memberi ruang penjelasan untuk konsep manusia melalui teori evolusi, sekedar analisa perbandingan saja.

PROSES KEJADIAN MANUSIA MENURUT AL-QURAN & HADITS
                Allah SWT telah menceritakan proses penciptaan manusia di dalam Al-Qur'an secara terperinci, Allah berfirman dalam surat Al-Mu'minun ayat 12-14 :
Artinya : “ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
            Sementara itu dalam sebuah potongan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim juga dijelaskan :
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya......” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Tahapan-tahapan atau tingkatan penciptaan Manusia :
  1. Nutfah : Yaitu tingkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama. Nutfah bermula setelah terjadinya percampuran air mani. Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah “nutf” artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu tabung dan sebagainya. Dan dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan , tingkahlaku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dari nutfah lelaki akan terbentunya saraf dan tulang, dan dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.
  2. Alaqah : Tingkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama / hari ketujuh . Pada hari yang ketujuh telur yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim. Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Tingkat alaqah adalah pada minggu pertama hingga minggu ketiga didalam rahim.
  3. Mudghah : Pembentukan mudghah dikatakan terjadi pada minggu keempat. Ditingkat ini sudah terjadi pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi mulai berdengup. Untuk perkembangan seterusnya, darah mulai mengalir dengan lebih banyak untuk membentuk oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mulai berfungsi sendiri.
  4. Izam Dan Lahm : Pada tingkat ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah tingkat pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut. Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu sistem pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mulai kelihatan. Begitu juga dengan organ pembiakan, kalenjar, hati, buah pinggang, pundi air kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mulai tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kelapan semuanya telah sempurna dan lengkap.
  5. Nasy'ah Khalqan Akhar : Pada tingkat ini yaitu menjelang minggu kelapan , beberapa perubahan telah. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke janin. Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurna kukunya pun mulai tumbuh. Walaupun perubahan telah terjadi tetapi  perubahannya hanya pada ukuran bayi saja.
  6. Nafkhur-ruh : Yaitu tingkat peniupan roh. Para ulama Islam menyatakan roh ditiupkan ke dalam jasad yang sedang berkembang? Mereka sepakat mengatakan peniupan roh terjadi selepas empat puluh hari dan selepas terbentuknya organ-organ tubuh termasuklah organ seks. Nilai kehidupan telah pun terjadi sejak di alam rahim. Ketika di alam rahim perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fisikal semata-mata tetapi telah mempunyai hubungan dengan Allah melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam al-Quran surah al-A'raf : 172.

KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR’AN DAN TEORI EVOLUSI DARWIN
Sedikit disinggung di atas, bahwa adanya manusia menurut al-Qur’an adalah karena sepasang manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Disebutkan bahwa, dua insan ini pada awalnya hidup di Surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka mereka diturunkan ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini kemudian beranak-pinak, menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Dengan segala pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun.
Menjadi menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini diterapkan pada model manusia saat ini, atau manusia-manusia pada umumnya selain mereka para Nabi dan orang-orang maksum. Para nabi dan orang-orang maksum menjadi pengecualian karena sudah jelas dalam diri mereka terdapat kesempurnaan diri, dan kebaikan diri selalu menyertai mereka. Lalu, kenapa pembahasan ini menjadi menarik ketika ditarik dalam bahasan manusia pada umumnya. Pertama, manusia umumnya nampak lebih sering melanggar perintah Allah dan senang sekali melakukan dosa. Kedua, jika demikian maka manusia semacam ini jauh di bawah standar Malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, padahal dijelaskan dalam al-Qur’an Malaikatpun sujud pada manusia. Kemudian, ketiga, bagaimanakah mempertanggungjawabkan firman Allah di atas, yang menyebutkan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya makhluk Allah.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, telah muncul sebuah teori asal-usul manusia yang diberi nama teori evolusi yang dikeluarkan oleh Charles Darwin. Bila dilihat secara kasar, dua konsep yang menjelaskan asal-usul manusia yaitu konsep Al-Quran dan Teori Darwin akan saling bertolak belakang bahkan cenderung saling mempersoalkan. Jika Darwin mengatakan bahwa manusia itu ada karena evolusi makhluk hidup lainnya yang lebih rendah. Maka al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan Hawa yang diusir dari surga.
Tentu ini menjadi perdebatan menarik hingga saat ini. Sebagian mengatakan bahwa Darwin yang benar, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa al-Qur’an-lah yang benar, karena ini titah Tuhan, Tuhan Maha Besar dan Maha Kuasa, sehingga apa saja bisa dilakukan-Nya, tak terkecuali menciptakan Adam dari tanah liat dan Siti Hawa dari tulang rusuk kiri Adam. Yang mempertahankan teori evolusi pun balik menyerang, “ jika Adam manusia pertama, kenapa kami menemukan makhluk yang mirip manusia hidup kira-kira jauh sebelum adanya Adam?
 Padahal telah jelas sekali bahwa teori evolusi gagal total ketika dibenturkan dengan kenyataan bahwa saat inipun makhluk-makhluk purba (semisal komodo, buaya, kura-kura) masih berkeliaran di muka bumi, bukankah jika merujuk pada teori evolusi makhluk-makhluk ini harusnya sudah punah?.

KARAKTERISTIK MANUSIA
            Alam semesta dan seisinya adalah ciptaan Allah SWT. Allah menciptakannya dengan berpasang-pasangan, ada siang dan malam, tinggi dan rendah, gemuk dan kurus, dan sebagainya. Allah memberikan banyak sekali kenikmatan bagi manusia, mulai dari menumbuhkan rambut, mata bisa berkedip, mulut berbicara, anggota tubuh bisa bergerak, hidung menghadap ke bawah sehingga ketika hujan air tidak masuk. Dan Allah SWT menyempurnakan manusia dengan memberikanya akal. Meskipun demikian banyak sekali manusia yang durhaka pada Allah.
Jiwa manusia diberi dua jalan yaitu takwa dan kesesatan. Jalan yang benar adalah jalan takwa sedangkan jalan yang salah adalah jalan fujur. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang senantiasa membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih akan memunculkan sifat seperti syukur, sabar, penyantun, penyayang, bijaksana, suka bertaubat, lemah lembut, jujur, dan dapat dipercaya, hingga akhirnya akan memperoleh keberhasilan. Allah memberikan dua pilihan kepada manusia. Manusia dengan potensi yang dimilikinya sangat mampu untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Oleh karena itu, balasan yang diberikan Allah sangat tergantung kepada pilihan apa yang diambil manusia. Apabila fujur yang diambil maka nerakalah balasannya, sedangkan pilihan ketakwaan maka surga tempatnya. Balasan ini merupakan keadilan Allah kepada manusia. Mereka yang mengambil jalan ketakwaan akan mendapatkan sifat-sifat terpuji. Sifat terpuji yang diamalkan oleh orang yang bertakwa akan membawa kehidupannya baik dan diterima oleh masyarakatnya.
Sedangkan manusia yang menjalani hidupnya dengan jalan yang salah akan mengotori jiwanya. Mereka yang memperturutkan syahwatnya cenderung bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, enggan berbuat, bakhil, kufur, susah payah, senang berdebat, membantah, zalim, jahil, merugi dan akhirnya mereka akan merasakan kegagalan. Sifat tidak terpuji merupakan hasil dari pilihan jalan kesesatan yang diambil manusia, sehingga mereka tidak disenangi oleh masyarakatnya dan tidak memperoleh kehidupan yang berbahagia.

KESIMPULAN
Proses kejadian manusia di dalam Al-Quran dijelaskan terjadi dalam enam tahapan, dari tahapan pertama yaitu bertemunya air mani dengan ovum yang kemudian bercampur menjadi satu hingga tahapan yang terakhir yaitu menjadi manusia dengan bentuk yang sangat sempurna dengan karunia akal yang berfungsi untuk berpikir seperti layaknya manusia yang ada dimuka bumi ini.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuaan telah terciptanya suatu teori tentang asal muasal dari mana manusia itu sebenarnya berasal yaitu teori evolusi. Teori evolusi ini berbanding terbalik dengan apa yang ada didalam Al-Quran, didalam Al-Quran dijelaskan bahwa manusia berasal dari sepasang manusia pertama yang diciptakan oleh Allah yaitu Adam dan Hawa, sementara didalam teori evolusi dijelaskan bahwa manusia berasal dari makhluk purba yang berevolusi menjadi manusia.
Manusia adalah makhluk dengan segala potensialitasnya. Mereka dapat memiliki kehendak untuk mendayagunakan potensialitas itu dan kemudian menyempurnakan diri menjadi hamba Tuhan yang sebenarnya. Atau mengabaikan potensialitas itu dengan menuruti hawa nafsu dalam dirinya.

Referensi :
Muthahari, Murthada. 2002. Manusia dan Alam Semesta, terjemahan Ilyas Hasan. Jakarta: Lentera.
http://www.shvoong.com

Pengertian : Logika

January 05, 2011 0
Pengertian : Logika
Pengertian Logika
Logika adalah bahasa latin berasal dari kata ‘Logos’ yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau berucap. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan serupa: alasannya tidak logis , argumentasinya logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak logis adalah sebaliknya.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti. Logika sendiri dapat bagi kedalam tiga arti.
1.      Arti Ilmu
Logika yang sedang kita pelajari adalah ilmu. Dalam bahasa Indonesia “ilmu” seimbang artinya dengan “science” dan dibedakan pemakaianya secara jelas dengan kata pengetahuan . dengan kata lain ilmu dan pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersikapnya suatu kenyataan kedalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya.
Kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata “pengetahuan” dan “ilmu” dari apa yang kita tangkap dalam jiwa. Pengetahuaan (knowledge) sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” suatu kenyataan, sedangkan ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh pengetahuan (knowledge).
Si Andry mengetahui bahwa pelampung kailnya selalu terapung di air, ia pasti akan membantah apabila dikatakan gabus pelampung itu tenggelam, yang demikian itu adalah pengetahuaan baginya. Manakala ia kemudian mengetahui bahwa berat jenis pelampung pelampung lebih kecil daripada berat jenis air dan ini mengakibatkan pelampungnya selalu terapung, maka itu adalah ilmu baginya.
2.      Arti Pikiran
Sudah kita sebut sebelumnya, logika mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan, dan rumus-rumus berpikir. Psikologi juga membicarakanaktivitas berpikir, karena itu hendaklah kita berhati-hati melihat persimpangannya dengan logika. Psikologi mempelajari tentang pikiran dan kerjanya tanpa sama sekali menyinggung urusan benar atau salah. Sebaliknya urusan benar atau salah merupakan urusan pokok dalam logika
Logika harus menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan untuk mendapatkan kebenaran, terlepas dari keinginan dan kepentingan perorangan. Ia merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien dan teratur. Dengan demikian ada dua objek penyelidikan logika, pertama pemikiran sebagai obyek material, dan kedua patokan-patokan atau hukum-hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya. Jadi, pikiran adalah perkataan dan sebaliknya, angan-angan, khayalan, pikiran yang berkecamuk dalam dada dan kepala kita tidak lain adalah bisikan kata yang amat lembut.
3.      Arti Benar
Hukum-hukum, asas-asas, patokan-patokan logika membimbing akal menempuh jalan yang paling efisien untuk menjaga kemungkinan salah dalam berpikir. Lantas apakah arti itu benar?
Benar, pada dasarnya adalah penyesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kita akan berkata bahwa proposisi berikut adalah salah: batu lebih ringan dari kapuk, atau Al-Qur’an diturunka kepada Nabi Musa As. Sebaliknya kita akan mengakui bahwa proposisi berikut adalah benar: bumi bergerak mengelilingi matahari, atau besi lebih berat dari kapas. Apakah dasar kita menentukan demikian? Tidak lain dan tidak bukan adalah sesuai tidak benarnya proposisi-proposisi tersebut sesuai dengan kenyetaan sesungguhnya.
Pertentangan dalam pemikiran tidak saja terdapat dalam pernyataan yang pendek seperti yang terlihat dengan adanya dua kata yang bertentangan dalam pengambilan kesimpulan yang keliru tetapin juga dalam uraian yang panjang. Seorang hakim yang cerdas akan melihat tidak adanya persesuaian isi pembelaan si tertuduh meskipun berpuluh-puluh halaman panjangnya.
Sejarah Perkembangan Logika
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.
Sebagian kaum intelektual sangat menyadari kebutuhan mendesak akan meratanya kesanggupan berpikir tertib-kritis seperti yang diajarkan dalam logika sebagai salah satu syarat mutlak terwujudnya Indonesia modern. Studi dan penguasaan logika dipandang sebagai sokoguru pendidikan intelektual, yang merupakan hal asasi dari pendidikan manusia seutuhnya.
REFERENSI
1.      Logika, Drs. Mundiri
2.      http://massofa.wordpress.com

Pendekatan-pendekatan Dalam Ilmu Politik

January 05, 2011 0
Pendekatan-pendekatan Dalam Ilmu Politik
1. Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden. Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
2. Pendekatan Perilaku
Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)
3. Neo-Marxis
Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme. Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam bidang ekonomi.
Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga sering kali “menyengsarakan” rakyat pribumi karena orang-orang pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
4. Ketergantungan
Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai posisi yang sama.
5. Pendekatan Pilihan Nasional
Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna "menemukan" kembali dan atau melestarikan solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas). Disini, pendekatan politik terlihat dari banyaknya dukungan para elit politik guna menggerakkan pertumbuhan budaya dan kemudian sebagai "konsekuensi" logis untuk mendapatkan dukungan dari kelompok identitas (simbiosis mutualisme).
Pendekatan politik kelompok akan menjadi sangat "berharga" untuk diperebutkan. Mengapa demikian? Fenomena ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan melalui cermin kebanggaan identitas yang lebih cenderung pada etnisitas. Kecenderungan tersebut cukup beralasan, karena masyarakat kita hari ini masih dalam tahap mencari "jati diri" sebagai identitas sosial-politik. Jati diri yang paling mudah didapatkan/dirasakan adalah identitas etnisitas yang sekaligus menjadi perekat solidaritas sosial-politik. Perebutan kekuasaan ini tidak semata-mata hanya berpijak pada "kontribusi" penguasa terhadap kelompok yang diwakilinya, namun juga terhadap kelompok lain yang selama ini menjadi bagian pendukung karena memiliki kesamaan identitas. Dari analisa tersebut, jalan koalisi antar kelompok berbeda identitas belum bisa dijadikan jaminan kesuksesan. Jaminan kesuksesan itu tidak muncul karena tingkat eksistensi politik identitas menjadi sangat dominan di negeri ini, sehingga kebanggan identitas akan terletak pada kelompok identitas mana yang berada di puncak kekuasaan.
6. Pendekatan Behavioral
Jika pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak), pendekatan behavioralisme khusus membahas tingkah laku politik individu. Behavioralisme menganggap individu manusia sebagai unit dasar politik (bukan lembaga, seperti pendekatan Institusionalisme). Mengapa satu individu berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong mereka, merupakan pertanyaan dasar dari behavioralisme. Misalnya, behavioralisme meneliti motivasi apa yang membuat satu individu ikut dalam demonstrasi, apakan individu tertentu bertoleransi terhadap pandangan politik berbeda, atau mengapa si A atau si B ikut dalam partai X bukan partai Y?
7. Pendekatan Plural
Pendekatan ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok. Penekanan pendekatan pluralisme adalah pada interaksi antar kelompok tersebut. C. Wright Mills pada tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi kekuasaan antar kelompok tersusun secara piramidal. Robert A. Dahl sebaliknya, pada tahun 1963 menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok relatif tersebar, bukan piramidal. Peneliti lain, yaitu Floyd Huter menyatakan bahwa karakteristik hubungan antar kelompok bercorak top-down (mirip seperti Mills).
8. Pendekatan Struktural
Penekanan utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat, buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga politik. Misalnya, pada zaman kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh pribumi (Jawa). Namun, struktur masyarakat saat itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan Eropa di posisi tertinggi, kaum asing lain (Cina, Arab, India) di posisi tengah, sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan demikian, meskipun kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).  Contoh lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx, kekuasaan yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum bangsawasan, melainkan kaum kapitalis yang 'mendadak' kaya akibat revolusi industri. Kelas kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian negara) sebagai struktur masyarakat yang benar-benar menguasai negara. Negara, bagi Marx, hanya alat dari struktur kelas ini.
9. Pendekatan Developmental
Pendekatan ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia II. Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang dilakukan oleh negara-negara baru tersebut. Karya klasik pendekatan ini diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di Turki pada tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi, terpaan media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya demokrasi.
Karya klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam "Political Order in Changing Society" pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear menciptakan demokrasi, tetapi dapat mengarah pada instabilitas politik. Menurut Huntington, jika partisipasi politik tinggi, sementara kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi Huntington, hal yang harus segera dilakukan negara baru merdeka adalah memperkuat otoritas lembaga politik seperti partai politik, parlemen, dan eksekutif.
Kedua peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan negara-negara baru tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan sumberdaya alam makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis baru ini diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank melalui penelitiannya dalam buku "Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank, penyebab terus miskinnya negara-negara 'dunia ketiga' adalah akibat :
  • modal asing
  • perilaku pemerintah lokal yang korup
  • kaum borjuis negara satelit yang 'manja' pada pemerintahnya
    Frank menyarankan agar negara-negara 'dunia ketiga' memutuskan seluruh hubungan dengan negara maju (Barat).

Model-model Dalam Kebijakan Publik

January 05, 2011 0
Model-model Dalam Kebijakan Publik

1. Model Rasional
Model rasional adalah model yang mana di dalam pengambilan keputusan melalui prosedur nya akan mengajak pada pilihan alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, yang ditekankan pada penerapan rasionalisme dan positifisme.
Contoh kasus:
Pada saat bulan puasa tahun 2009 kemarin harga gula pasir di pasar jawa tengah, khususnya di semarang melambung tinggi, dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah provinsi jawa tengah melakukan kebijakan untuk melakukan “operasi pasar”, sehingga memberikan alternatif kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas kenaikan harga tersebut untuk membeli gula pasir di pasar yang disediakan pemprov tersebut, tentu saja masyarakat sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut, karna perbedaan yang signifikan antara harga gula pasir di pasar milik pemprov dan di pasar-pasar biasa.(sindo)

2. Model Incremental
Model incremental adalah pembuatan kebijakan yang melalui proses politisi dimana didalamnya ada tawar menar dan kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri.
Contoh kasus:
Pemerintah berencana menaikkan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara pada tahun 2001. Kebijakan ini di berlakukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan kinerja para pejabat negara. Melalui Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara intrsumen yang akan dijadikan dasar untuk mengatur kenaikan gaji tersebut telah disiapkan. Namun penentuan besarnya nominal gaji akan ditentukan oleh Departemen Keuangan, adapun beberapa pertimbang yang dijadikan dasar kenaikan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara yakni, kenaikan gaji berkala yang sudah sejak lama tidak diberikan kepada presiden dan pejabat negara. Sejak lima tahun lalu, gaji presiden dan pejabat negara tidak pernah mengalami kenaikan padahal kebutuhan semakin meningkat, selain itu kenaikan juga dipertimbangkan dari kinerja masing-masing pejabat negara. Karena itu Kemeneg PAN telah menyusun pedoman berdasarkan kinerja.

3. Model Mixed Scanning
Pada dasarnya model ini adalah usaha-usaha yang menggabungkan model rasional dan incremental. Model ini disusun berdasarkan cara kerja metafora observasi situasi dan kondisi yang menggunakan dua pandangan. Pertama melakukan observasi kondisi seluruh kawasan dengan pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil penganalisaan apa yang menjadi potensi yang detail dan menyeluruh dari kondisi suatu daerah observasi. Yang kedua memperhatikan pada daerah observasi tersebut bagaimana kondisi masyarakatnya yang sama dengan observasi terakhir atau hasil yang lalu dan akan membuat analisa gabungan dengan pandangan pertama apabila terdapat ketidaklaziman pada potensi yang dimiliki daerah observasi tersebut.
Contoh kasus:
Proses penyusunan RAPBD 2010 jateng sudah dimulai sebelum pelantikan anggota DPRD 2009 – 2014, yakni dengan pengajuan kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara (KUA PPAS) oleh pemprov jateng, dalam pembahasannya RAPBD 2010 akan memprioritaskan peningkatan perekonomian rakyat dengan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Diharapkan hal ini dapat berdampak langsung pada peningkatan perekonomian rakyat dan bisa menjadikan masyarakat lebih sejahtera sesuai dengan program gubernur. Tahun depan (2010) akan dimulai tahapan Program Bali Ndeso Mbangun Deso. Pemprov tentunya berupaya memfokuskan anggaran bagi program yang berdampak langsung atas peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Kalau nilainya berapa, belum bisa di sampaikan karena RAPBD belum mulai dibahas, yang jelas akan meningkatkan anggaran dari tahun sebelumnya untuk hasil yg lebih signifikan. Tidak hanya di bidang anggaran, bagian kelembagaan juga harus di bangun kapasitasnya, fraksi harus mampu melihat persoalan di jateng dan mencari jalan keluarnya, khususnya pada fraksi yang mengusung gubernur-wagub, akan sangat aneh jika dalam realisasinya malah menjadi penghalang program pemerintah, atau sama sekali tidak tahu visi dan misi program gubernur. (sindo)

4. Model Garbage Can
Model ini mengusulkan alternatif kebijakan, menyeleksi, menilia dan memilih alternatif kebijakan dalam pembuatan keputusan kebijakan publik dengan fokus pada elemen-elemen irasional sikap para pembuat kebijakan publik, dengan memperhatikan irasional kepentingan publik dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
Contoh kasus:
Pada masa orde baru, pemerintah membuat kebijakan hak siar berita. Jadi pemerintah melakukan penyaringan terlebih dahulu sebelum berita di tayangkan atau dijejalkan ke masyarakat, walaupun sebenarnya rakyat perlu atau membutuhkan berita tersebut tapi apabila pemerintah tidak memberikan izin untuk berita itu dijejalkan ke masyrakat maka berita itu akan tersimpan rapi, atau pecah diperut pemerintah itu sendiri.

5. Model Institusional
Dalam proses pembuatan kebijakan model ini masih merupajan model tradisional, dimana fokus model ini terletak pada struktur organisasi pemerintahan. Jadi yang sangat berpengaruh di dalam model ini hanyalah lembaga-lembaga pemerintah dari tingkat pusat atau daerah, sedang. Adapun aktor eksternal pada model ini seperti media massa, kelompok think-thank (LSM, Kelompok budayawan, kelompok mahasiswa, cendikiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain,) serta masyarakat hanya berfungsi memberikan pengaruh dalam batas kewenangannya. Jadi kebijakan yang telah dibuat akan dijalankan dahulu oleh aktor internal, yaitu lembaga-lembaga pemerintahan tersebut.
Contoh kasus:
Di kota salatiga, belasan pedagang ayam yang biasa mangkal di jalan taman pahlawan sekitar eks pertokoan hasil, mendatangi komisi II DPRD Kota Salatiga, pertemuan tersebut dalam rangka audiensi dan dihadiri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM yang mana dinas tersebutlah yang mengurusi aktivitas pedagang di pasar. Para pedagang mengungkapkan keluh kesahnya kegiatan berjualan di tempat mereka mangkal dengan mengantongi perizinan usaha, sementara aktivitas mereka tidak diakui secara sah oleh dinas terkait. Para pedagang tersebut meminta agar tetap dapat berjualan di pinggir jalan Taman Pahlawan dekat eks pertokoan hasil, karena memiliki izin usaha. Namun permintaan pedagang tersebut tidak disetujui oleh Disperindagkop, sebab pasar sudah ditata berdasarkan lokasi jenis dagangan, yang mana kebijakan pemerintah setempat telah membangun pasar-pasar tersebut untuk pedagang ayam, daging, dan lain sebagainya, di daerah pasara raya I.

6. Model Elit-Massa
Model ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk piramida, dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung piramida dan aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik (dalam hal ini adalah pemerintah) berada ditengah-tengah antara masyarakat dan elit.

7. Model Kelompok
Pada model ini pemerintah membuat kebijakan karena adanya tekanan dari berbagai kelompok. Kebijakan publik merupakan hasil perimbangan (equilibrium) dari berbagai tekanan kepada pemerintah dari berbagai kelompok kepentingan. Besar kecil tingkat pengaruh dari suatu kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaannya, kekuatan, dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggotanya.
Contoh kasus:
Pemerintah Kabutpaten Kebumen, melalui bupati KH. M. Nashirudin Al Mansyur menyatakan status “quo”, yakni kembali pada keadaan semula atas permasalahan tanah dinas penelitian pengembangan (Dislitbang) TNI AD dengan Masyarakat wilayah Urut Sewu Kebumen. Artinya penggunaan lahan untuk kegiatan dilaksanakan seperti sebelum ada permasalahan. “TNI dapat melaksanakan latihan seperti sedia kala. Sedangkan para petani dapat melaksanakan kegiatan bercocok tanam,” selanjutnya penyelesaian permasalahan tanah selanjutnya akan diadakan peninjauan di lapangan oleh TNI, Pemerintah daerah, serta masyarakat. Hal itu dalam rangka penentuan batas kepemilikan tanah.(suara merdeka)

8. Model Sistem Politik
Model ini didasarkan pada konsep-konsep kekuatan-kekuatan lingkunang, sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, geografis, dan sebagainya yang ada disekitarnya. Kebijakan publik merupakan hasil (output) dari sistem politik. Kebijakan model ini juga melihat dari tuntutan-tuntutan, dukungan, masukan yang selanjutnya di ubah menjadi kebijakan punlik yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat. Intinya sistem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.
Contoh kasus:
Setelah batik mendapat sertifikat dari UNESCO sebagai warisan budaya indonesia, kini pemerintah membuat kebijakan untuk mendaftarkan angklung ke UNESCO agar alat musik khas daerah tersebut tidak diklaim oleh pihak lain. Melalui tahap verifikasi akan terbukti bahwa angklung sangat berperan dalam kelangsungan suku bangsa khusunya di indonesia, jika lolos verifikasi, UNESCO akan mengeluarkan sertifikat dan angklung akan diakui sebagai warisan ahli budaya asli indonesia. Kesenian dan kebudayaan Jawa Barat yang berbahan dasar bambu tengah dihadapkan pada percepatan dunia industri yang membutuhkan inovasi dan kreativitas. Sepanjang tahun 2008, angklung juga berfungsi sebagai alat promosi budaya dengan berbagai inovasi dalam seni pertunjukkan. Angklung telah menjadi salah satu kekuatan diplomasi budaya serta komunikasi nonverbal lintas sektoral yang cukup efektif. Bermain musik bambu juga bermain dengan menggunakan rasa, yang menimbulkan kepekaan dan solidaritas yang menciptakan harmoni sehingga perlu ditanamkan di kalangan generasi pelajar indonesia. Dengan begitu sangat pantaslah pemerintah mengambil kebijakan untuk mendaftarkan angklung sebagai salah satu warisan budaya asli indonesia, yang mana bangsa ini memiliki solidaritas dan kepekaan yang tinggi.(sindo)

Sumber : http://lembahperasaan.blogspot.com