Blognya Anak Kuliahan

Friday, December 15, 2017

Field Trip ke Pabrik Pembuatan Rumah

December 15, 2017 1
Dampak kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin menggila. Hal-hal yang dulunya dianggap mustahil kini bisa dengan mudah diwujudkan. Mungkin tidak pernah terbayangkan oleh nenek moyang kita bahwa kini bepergian jauh ribuan kilometer bisa ditempuh hanya dalam hitungan jam, berkirim kabar dengan kerabat yang jauh terpisah hanya hitungan detik, dan berbagai keajaiban lainnya yang berada diluar jangkauan manusia seabad yang lalu. Teknologi memang sangat mempermudah manusia.

Namun pernahkah terpikir membangun sebuah rumah yang idealnya dikerjakan dalam waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan bisa selesai hanya dalam satu hari? Mustahil? Mungkin saja?. Dan jawabannya adalah ya, sebuah rumah sangat mungkin untuk dibangun dalam hitungan hari. Alhamdulillah, saya berkesempatan langsung untuk mengunjungi pabrik yang mampu memanfaatkan kemajuan peradaban teknologi yang luar biasa dasyat ini.

Melalui salah satu mata kuliah yang saya ambil pada semester kedua tahun ajaran 2016/2017, Sustainable Housing Development, saya mendapatkan kesempatan untuk menjalani studi lapangan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang konstruksi dan manufaktur terbesar di Glasgow yang bernama CCG. Walaupun bukan perusahaan milik negara, perusahaan ini telah lama menjadi mitra yang dipercayakan oleh Pemerintah Skotlandia untuk membangun beberapa proyek perumahan di beberapa wilayah di pinggiran kota.

Adalah konsep off-site manufacture istilah yang digunakan untuk menjelaskan teknik membangun rumah yang dilakukan bukan di lahan yang akan didiami, melainkan di pabrik khusus. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk membangun rumah dengan metode off-site manufacture. Tahap pertama adalah desain, klien berkonsultasi dengan tim desain untuk menentukan tampilan rumah impian dan jenis material bangunan yang akan dipakai, tahapan ini menentukan jumlah alokasi dana yang nantinya akan dikeluarkan oleh si klien.

Setelah desainer yang ditunjuk berhasil meyakinkan klien untuk mengambil desain yang sesuai dengan keinginan dan rekomendasi, pihak perusahaan langsung menyiapkan sejumlah komponen utama bangunan seperti dinding, lantai, atap, pintu, dan jedela dengan menggunakan software canggih yang bernama CAD/CAM (computer-aided design and computer-aided manufacturing). Tahapan ini bisa selesai dalam waktu satu hari, dan bisa lebih tergantung kompleksitas desain.



Komponen utama bangunan yang telah rampung akan dikirimkan ke tempat tujuan di seluruh Skotlandia dan Britania Raya melalui jalur darat, pihak perusahaan berani menggaransi bahwa proses pengiriman mengambil waktu tidak lebih dari 24 jam. Kemudian tahapan terakhir sekaligus yang paling menentukan adalah proses instalasi bangunan di lahan yang akan ditempati dengan menggunakan sejumlah alat berat yang dikendalikan oleh teknisi-teknisi profesional.

Setiap tahunnya, CCG mampu memproduksi sekitar 3000 unit rumah, bahkan salah satu pengalaman terbaik mereka adalah ketika berhasil menangani proyek 100 unit rumah yang bisa selesai dalam waktu 100 hari. Bagi mereka, membangun rumah merupakan pekerjaan yang sangat menyenangkan, apalagi dengan dukungan teknologi tingkat tinggi dan pekerja yang berkompeten menambah kemudahan bagi mereka dalam mewujudkan impian masyarakat untuk memiliki rumah idaman.

Harus diakui bahwa memang ada kesenjangan teknologi antara negara-negara maju di Eropa dan amerika dengan negara-negara berkembang seperti Indonesia, seperti halnya off-site manufacture yang sudah lama diterapkan di negara-negara maju tetapi belum sama sekali menyentuh negara-negara berkembang. Saat ini Indonesia masih berfokus pada pengentasan permasalahan sosial seperti pengembangan sumber daya manusia, sehingga memang belum siap untuk mengaplikasikan teknologi berdaya saing tinggi.


Ketika Indonesia telah memiliki sumber daya manusia yang terampil di masa depan, bukan tidak mungkin suatu saat perkembangan teknologi di Indonesia akan mampu melampaui teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara hebat seperti Jepang, Cina, Amerika, Jerman, Inggris, dan lain sebagainya. Dan ini merupakan amanah sekaligus tantangan bagi pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri untuk kembali ke bumi pertiwi demi membangun bangsa.

Thursday, December 14, 2017

Sepakbola di Glasgow; Derby, Prestasi, dan Ideologi

December 14, 2017 0
Sepakbola di Glasgow; Derby, Prestasi, dan Ideologi
Bagi masyarakat di Kota Glasgow sepakbola adalah identitas, hal tersebut merujuk pada adanya tiga klub sepakbola yang bermarkas di kota ini dan bermain di level tertinggi kompetisi sepakbola Skotlandia, yaitu Celtic, Rangers, dan Partick Thistle. Ketiga klub tersebut masing-masing mewakili district di kota Glasgow dan menjadi kebanggan masyarakat setempat. 

Tidak seperti dua nama yang disebutkan pertama, nama terakhir mungkin kurang familiar bagi pecinta sepakbola di tanah air, maklum Partick Thistle hanyalah klub papan tengah dengan prestasi yang tidak begitu diperhitungkan, raihan terbaik mereka sejauh ini selama mengikuti kompetisi adalah satu gelar Scottish Cup (1920-21), dan satu gelar Scottish League Cup (1971-72), dan sama sekali belum pernah mencicipi manisnya tropi Scottish Football League (sekarang bernama Scottish Premiership).

Lain halnya dengan dua klub gaek Celtic dan Rangers yang namanya sudah sangat mendunia karena prestasi dan persaingan antara keduanya, bahkan dari sekian banyak derby bergengsi di semua liga top Eropa, rasanya tidak ada yang menyamai derby dua tim asal Glasgow ini. Derby kedua tim ini bisa dibilang salah satu rivalitas tertua dan tersengit dalam dunia sepakbola. Pertemuan kedua klub disebut juga dikenal dengan derby Old Firm, disebut Old karena persaingan keduanya telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak abad ke-19 dan masih berlangsung sampai sekarang. Kemudian Firm bisa berarti karena keuntungan besar yang akan dan pasti selalu diperoleh oleh pihak penyelenggara ketika kedua tim bertemu, karena sudah pasti akan dipenuhi para pendukung dari kedua klub.

Kalau digabungkan dari seluruh ajang Scottish Premiership, Scottish Cup, Scottish League Cup, keduanya sudah 408 kali bertemu. Dari jumlah tersebut, Rangers mampu mencatatkan 159 kali kemenangan, lalu sebanyak 98 pertandingan imbang, dan sisanya 151 kali dimenangkan oleh Celtic. Musim 2016/17 ini, keduanya telah bertemu sebanyak lima kali di semua ajang, empat kemenangan untuk Celtic, dan satu pertandingan berakhir seri. Terakhir (29/04), Rangers dilibas tanpa ampun oleh Celtic dengan skor 1-5 di kandang sendiri.

Kemudian dalam hal prestasi, nampaknya kedua klub tersebut terlalu sangat dominan terhadap klub-klub peserta lainnya. Sejak kompetisi resmi untuk pertama kali digulirkan pada tahun 1890 hingga musim 2016/2017, tercatat sebanyak 120 gelar juara liga terdistribusi untuk 11 klub berbeda, dengan 102 gelar liga dimenangi bergantian oleh Rangers dan Celtic. Sejauh ini, Rangers tetap lebih unggul dengan mengklaim 54 gelar, Celtic menguntit dengan 48 kali naik podium. Sementara itu di level kompetisi Eropa, Celtic lebih beruntung dengan pernah mencicipi manisnya gelar Liga Champions di tahun 1967, sedangkan prestasi terbaik Rangers di Eropa adalah menjuarai Piala Winners di tahun 1972.

Meski Celtic tertinggal 6 tropi Liga dari Rangers, dalam beberapa tahun terakhir prestasi Celtic terlihat lebih moncer dibandingkan dengan sang tetangga, baik itu di kompetisi lokal maupun Eropa. Musim 2016/2017 menjadi salah satu musim terbaik bagi kubu The Hoops, dibawah asuhan pelatih Brendan Rodgers mereka berhasil menjuarai Scottish Premiership untuk enam kali berturut-turut. Kemudian catatan manis di akhir musim ditorehkan dengan juga berhasil merengkuh gelar League Cup dan Scottish Cup (domestic treble winner), hebatnya lagi dari total 47 pertandingan diseluruh turnamen domestik mereka lewati tanpa satupun kekalahan, yaitu 43 kemenangan dan sisanya empat kali imbang. 

Sementara itu, nasib buruk menimpa Rangers dengan harus rela terdegradasi hingga ke divisi keempat pada tahun 2012 karena masalah finansial, namun akhirnya kembali lagi ke level tertinggi empat musim berselang, yaitu musim 2015-2016. Pada musim pertama dan keduanya setelah promosi, Rangers belum memperlihatkan performa terbaiknya sebagai penguasa Skotlandia, The Teddy Bears hanya sanggup finish diposisi ketiga secara berturut-turut.

Selain di dalam lapangan, rivalitas kedua klub tersukses di Skotlandia tersebut bukan hanya sekedar gengsi prestasi. Di luar lapangan perang urat syaraf ini juga ikut merambah kedalam tensi aliran agama (Katolik-Protestan) dan ideologi politik (Loyalis-Republik). Glasgow Celtic yang telah berdiri sejak tahun 1888 ini dibentuk untuk memfasilitasi derasnya hasrat kaum Protestan di dalam bidang olahraga, terutama sepakbola, dan dengan serangkaian prestasi yang diukir oleh klub ini, akhirnya kaum Katolik mampu memutuskan mitos keunggulan kaum Protestan terhadap kaum Katolik.

Melihat kesuksesan Celtic di Liga, umat Protestan pun tidak mau hanya berdiam diri menunggu keruntuhan reputasi mereka. Semangat untuk menguasai kembali kompetisi di Glasgow dan bahkan di Skotlandia akhirnya memaksa Glasgow Rangers yang 16 tahun lebih tua dari Celtic dan sebenarnya sama sekali tidak mengusung aliran religius dan politik tertentu pada saat pertama kali didirikan, diakuisi oleh kaum Protestan untuk dijadikan kenderaan oleh mereka dalam menyalurkan aspirasi agamannya.

Selain itu sentimen politik ikut mewarnai perselisihan panjang antara keduanya. Rangers mengklaim diri sebagai loyalis kerajaan Inggris Raya dan mendukung penuh atas kedaulatan Ratu Elizabeth II di tanah Skotlandia, sedangkan Celtic kerap dikait-kaitkan dengan Irish Republican Army (IRA) yang mempunyai keinginan untuk memerdekan diri dan membangun negara Republik Irlandia.

Rivalitas penuh kebencian dua supporter tersebut ikut menyita perhatian dari berbagai pihak setempat, mulai dari Parlemen, kelompok-kelompok gereja, dan organisasi/komunitas lainnya. Salah satu pemandangan yang menarik adalah adanya peringatan “Match-day” yang dikeluarkan oleh penyedia sarana transportasi setempat (Bus, Kereta Api, dan Subway) di hari Celtic maupun Rangers bermain, tujuannya adalah untuk menginformasikan pada pengguna jasa transportasi untuk menghindari jam-jam tertentu dalam menggunakan moda transportasi umum, karena bisa dipastikan pada jam-jam tertentu tersebut stasiun-stasiun transportasi yang ada akan penuh sesak oleh kedua supporter tersebut. Dan juga peringatan ini berfungsi untuk melindungi warga maupun wisatawan dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menghindarkan mereka dari sejumlah titik-titik yang berpotensi menjadi arena kerusuhan antar supporter yang bisa mengakibatkan jatuhnya korban.

Selain itu, intervensi dari sejumlah stakeholders terhadap fenomena perang saudara ini sedikit tidaknya juga ikut andil dalam menurunkan intensitas ketegangan antara keduanya. Bedasarkan hasil mediasi yang pernah dibangun, Celtic pernah meluncurkan kampanye Youth Against Bigotry yang membawa pesan moral untuk menghormati keberagaman. Begitu pula dengan Rangers yang meluncurkan kampanye anti-sektarian untuk memadamkan fanatisme buta yang bertajuk Follow with Pride. Walaupun isu perseteruan antar aliran agama maupun politik bisa dibilang sudah agak mereda, namun tidak bisa juga diklaim sudah menghilang sepenuhnya. Dari tahun ke tahun, aroma perseteruan terus saja menghiasi dinamika perjalanan kedua klub di dalam dan di luar lapangan, dan hal itulah sebenarnya yang menambah kenikmatan cerita dalam dunia persepakbolaan.


Friday, May 29, 2015

Kampanye Indonesia Bebas Narkoba Melalui "Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba"

May 29, 2015 8
Status darurat narkoba yang disandang Indonesia kini sebenarnya tidak perlu terjadi jikalau pemerintah Indonesia mau memberi perhatian lebih terhadap permasalahan ini sejak dini. Kondisi siaga satu ini terjadi tidak lain karena pemerintah sepertinya “lupa” menerapkan prinsip nan ampuh Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati jauh-jauh hari. Jika menelisik jauh ke belakang, pada mulanya Indonesia bukanlah sasaran utama para pengedar narkoba jaringan internasional. Indonesia awalnya hanya dijadikan sebagai wilayah transit oleh para produsen sekaligus distributor kelas wahid yang bermarkas di wilayah yang dikenal dengan sebutan "the golden triangle” yang terletak di daerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja.
The Golden Triangle dan Indonesia (sumber: wikimedia)

Para bandar tersebut sedianya akan memasok ke negara komoditi besar seperti Amerika dan Australia. Namun kini menjadi cerita yang berbeda. dikarenakan wilayahnya yang super luas serta jumlah penduduknya yang luar biasa, Indonesia bak primadona yang menjadi bulan-bulanan para mafia internasional dalam melakukan aksi invansi narkobanya. Lihat saja nama-nama terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi pada tahap I (18/1), yaitu: Namaona Denis (Malawi), Marcho Archer Cardoso Moreira (Brazil), Daniel Enemuo (Nigeria), Ang Kiem Soei (Belanda), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Rani Andriani (WNI). Dan juga tahap II (28/4), yaitu: Myuran Sukumaran (Australia), Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brazil), Zainal Abidin (WNI). Benar saja, kebanyakan dari mereka adalah warga negara asing. Dan belum lagi masih terdapat puluhan terpidana mati narkoba lainnya yang berstatus non-WNI yang saat ini sedang mengantri jatah eksekusi mati.

Kita patut memberikan selamat buat pemerintah Indonesia dimana ditengah tekanan dan penolakan secara berjamaah dari para negara sahabat terhadap hukuman mati, akhirnya Indonesia secara berani dan tegas mampu menunaikan niat mulianya dalam memberikan hukuman tanpa ampun bagi para perusak generasi bangsa. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakah hukuman mati bagi para pengedar narkoba tersebut akhirnya mampu memutuskan rantai peredaran narkoba di tengah masyarakat? Maybe Yes Maybe No! Malah bisa saja yang terjadi mati satu tumbuh seribu, dan akhirnya hukuman mati menjadi sia-sia belaka, habis waktu, tenaga, dan pastinya uang (eksekusi satu terpidana saja bernilai sampai 200 juta, lihat rincian pada gambar!)
200 juta hanya untuk satu kepala (sumber: detik.com)

Bukannya bermaksud pesimis terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun disamping adanya hukuman mati (jika ingin terus dipertahankan) perlu adanya cara yang lebih mujarab untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba di masa depan. Dan penulis menyadari bahwasanya harapan Indonesia mewujudkan cita-cita aman dari narkoba bisa untuk segera diwujudkan. Dan adalah Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba yang sedang digalakkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang penulis maksudkan. Program ini sediri sedianya telah mulai diserukan oleh BNN di seantero negeri ini melalui perpanjangan tangannya di tingkatan daerah yaitu Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) sejak awal tahun 2015 ini. Penulis melihat program ini bisa menjadi solusi cerdas dan bijak untuk menyelamatkan bangsa ini dari jeratan narkoba.


Rehabilitasi Adalah Masa Depan
Perlu dibedakan antara pelaku kejahatan narkoba (produsen dan pengedar) dengan pelaku penyalahgunaan narkoba (konsumen atau pecandu). Pelaku kejahatan adalah biang keladi dari permasalahan, sementara pelaku penyalahgunaan hanyalah korban dari pelaku kejahatan. Berikanlah hukuman seberat-baratnya untuk pelaku kejahatan agar ada efek jera bagi mereka, sekaligus hal ini bisa menjadi warning bagi para pelaku kejahatan lainnya yang belum tertangkap agar menjadi segan untuk tetap eksis dalam menggeluti bisnis haram ini. Namun tidaklah adil apabila hukuman berat ikut berlaku juga terhadap pelaku penyalahguna narkoba. Dan pemerintah menyadari betul hal tersebut, karena sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dijelaskan bahwa hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pecandu narkoba dikategorikan sebagai hukuman ringan yaitu paling lama empat tahun, dan secara jelas disitu juga ditulis bahwasanya para korban narkoba itu diwajibkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Dan beruntunglah bagi para pelaku penyalahguna narkoba tersebut karena meraka tidak perlu dihukum berat, kemudian setelah menjalani hukuman mereka bisa kembali hidup normal melalui program Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba.

Rehabilitasi merupakan tindakan preventif yang bisa mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi, seperti hilangnya nyawa. Bahkan lebih dari itu rehabilitasi membuka jalan kepada para pecandu untuk kembali menata kehidupan baru yang lebih layak dan kembali hidup dalam masyarakat untuk berkontribusi dalam kehidupan sosialnya.

Uje, from zero to hero!!!
Hakikatnya, banyak cerita-cerita sukses yang menyertai para penyalahguna narkoba yang direhabilitasi, malahan mereka mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih hebat dari sebelumnya. Sebut saja alm. Ustad Jefri Al-Buchori (uje). Masa mudanya dihabiskan berdua saja bersama narkoba, uje muda hidup tidak karuan, masa depan suram, serta hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Namun hal tersebut berubah 180 derajat ketika ia sadar akan bahaya narkoba dan memutuskan untuk direhabilitasi. Sisa hidupnya menjadi lebih berarti tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan untuk masyarakat luas, dia menjelma menjadi sosok penyiar agama yang sangat kharismatik, ceramahnya yang bernuansa "gaul" senantiasa ditunggu-tunggu oleh jamaah setianya. Sang ustad kini telah tiada, namun sumbangsihnya terhadap masyarakat dan negara menjadi peninggalan yang berharga.

Yang terbaru Roger Danuarta, aktor yang sempat sangat tenar di awal tahun 2000-an, terjerat narkoba, kemudian karirpun akhirnya ikut meredup. Ditangkap pada awal tahun 2014, kemudian menjalani rehabilitasi selama satu tahun, dan paska rehabilitasi langsung terjun kembali menghiasi layar kaca, hal yang sudah sangat jarang didapatkanya ketika bergumul mesra dengan narkoba. Serta kisah-kisah sukses lainnya yang ada di sekitar kita.

Dari dua contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwasanya rehabilitasi merupakan obat ampuh bagi penyalahguna narkoba. Mereka-mereka yang pernah terjerat sadar betul bahwa tidak ada gunanya lagi menyambung hidup dengan narkoba, karena narkoba adalah akhir hidup dan rehabilitasi adalah masa depan


Optimalisasi Dan Keseriusan
Angka prevelensi narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun diyakini terus meningkat tajam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh BNN dengan Puslitkes UI pada tahun 2014 yang lalu, jumlah pengguna narkotika yang tercatat pada saat itu hampir 4 juta jiwa, dan menurut perkiraan pada tahun 2015 nanti (saat ini) jumlah pengguna narkoba akan naik mencapai 5,8 juta jiwa. Kemudian, berbicara mengenai jumlah korban meninggal, maka tidak sedikit, sekitar 12.044 orang pertahun atau sekitar 33 orang harus merenggang nyawa akibat penyalahgunaan narkoba. Sementara itu, dalam upaya rehabilitasi, sedikitnya selama kurun waktu 2010 sampai 2014 BNN telah mampu merehabilitasi para penyalahguna narkoba sebanyak 34.467 orang, baik melalui layanan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial yang dititipkan di tempat rehabilitasi pemerintah maupun di masyarakat.

Menurut data diatas, bisa diasumsikan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah pemakai narkoba sebanyak 1-2 juta jiwa. Disamping itu, jika mengkomparasikan atara jumlah yang meninggal dengan jumlah yang berhasil direhabilitasi, maka jumlah yang meninggal dua kali lebih banyak daripada jumlah yang bisa diselamatkan melalui jalur rehabilitasi pertahunnya. Berdasarkan fakta diatas patut dipertanyakan kembali terhadap keseriusan pemerintah dalam mengupayakan rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba, mengapa jumlah yang meninggal lebih banyak daripada jumlah yang sembuh? Sementara jumlah pemakai terus saja bertambah.

Padahal kita telah memiliki produk hukum yang mengatur tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap penyalahguna narkoba sejak 2009, artinya secara de jure hak telah diatur dan ditentukan, namun secara de facto ternyata banyak terjadi penyelewengan di lapangan. Salah satu penyelewengan yang kerap terjadi adalah lebih mengupayakan untuk memasukkan pelaku penyalahguna narkoba ke penjara dari pada memasukkannya ke panti rehabilitasi. Padahal jelas bahwa penjara adalah tempat berkumpulnya para bandar narkoba, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap semuanya ada disitu.

Memasukkan pecandu narkoba bersama-sama dengan pengedar narkoba ke dalam penjara merupakan sebuah blunder, bisa diibarakat seperti memasukkan Kambing ke dalam kandangnya Harimau. Maka tidak heran apabila dalam pemberitaan menyebutkan bahwa pengusaha sekaliber Freddy Budiman tetap mampu menjalankan bisnisnya walaupun berada di balik jeruji besi, karena di balik ketatnya hotel prodeo tersebut ternyata malah menjadi tempat transaksi yang lebih aman daripada di luar.
Freddy Budiman, eksis dibalik penjara

Bisa dilihat bahwa para pengedar tidak akan pernah berhenti apabila para konsumen setianya masih tetap menaruh minat tinggi dengan barang haram tersebut, bahkan setelah ditahan dan dijatuhkan hukuman mati sekali pun mereka tidak akan pernah gentar. Sebenarnya, dengan rehabilitasi tidak hanya mampu mengembalikan kesadaran para pengguna untuk kembali ke jalan yang benar, akan tetapi sekaligus mampu membuat para "entrepreneur" narkoba memilih untuk berkarir di bisnis yang lain. Nalar sederhananya begini; jika semua pengguna narkoba dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi, akhirnya mereka berhenti dan tidak akan membeli lagi, kemudian dikarenakan pembeli menjadi sepi, maka para pengedar pun akhirnya pailit alias gulung tikar. Ya kira-kira idealnya seperti itulah. Hehe..

Minimnya infrastruktur, sumber daya manusia, serta anggaran, selalu saja menjadi hambatan klasik dalam memuluskan program rehabilitasi penyalahguna narkoba selama ini. Disamping itu, sebuah kebijakan tidak akan pernah sukses berjalan jika tidak didukung oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan backup dari masyarakat, terutama dalam proses sosialisasi dan juga pengawasan. Para penyalahguna narkoba janganlah dimusuhi dan dijauhi, akan tetapi anggaplah mereka sebagai orang sakit yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan, terutama dari keluaga dan orang-orang terdekat dari korban. Kemudian, tidaklah harus menunggu ditangkap dan diproses hukum terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke dalam panti rehabilitasi, namun sesegera mungkin kesadaran untuk rehabilitasi haruslah ada sebelum berurusan dengan hukum, karena Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati.

Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh BNN jika ingin melihat program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini akhirnya mampu menyelamatkan generasi bangsa ini. Dan juga, besar harapan bagi masyarakat terhadap kesuksesan dari program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini. Jika dalam satu periode ternyata program ini mampu membuahkan hasil yang positif, maka ke depan bila memungkinkan angka seratus ribu bisa ditingkatkan menjadi satu juta jiwa. Apalagi katanya pemberatasan narkoba masuk dalam agenda prioritas rezim Jokowi-JK.

Dengan Rehabilitasi Generasi Bangsa Berkarya Kembali. Dengan Rehabilitasi Narkoba Sepi Pembeli. Dan dengan Rehabilitasi Tak Perlu Lagi Eksekusi Mati.

Stop Narkoba!!! Pailitkan Pengedar!!! Mari Rehabilitasi!!!



Bacaan:
  • JALAN LURUS: Penanganan Penyalahguna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif - Dr. Anang Iskadar
  • http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html
  • http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/12953/darurat-narkoba-bukan-hanya-di-indonesia
  • http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html
  • http://jaringnews.com/keadilan/umum/70029/setelah-gelombang-dan-masih-ada-terpidana-mati-narkotika