Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Pelayanan Publik. Show all posts
Showing posts with label Pelayanan Publik. Show all posts

Monday, May 7, 2018

Kebijakan Pembangunan yang Berkelanjutan di Propinsi Aceh

May 07, 2018 2
Kata berkelanjutan (sustainability) saat ini menjadi sebuah kata yang menjadi tren tersendiri dikalangan pemangku kebijakan dalam menyusun strategi pembangunan nasional, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Dan ketika kata tersebut disandingkan dengan tajuk pembangunan, maka muncul istilah pembangunan berkelanjutan. Menurut Brundtland report (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pemenuhan kebutuhan hidup dimasa sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan hidup generasi masa depan, kemudian terdapat tiga pilar utama yang menjadi fokus pembangunan berkelanjutan, yaitu; pembangunan ekonomi (economic development), pembangunan sosial (social development), dan pembangunan lingkungan (environmental development).

Ihwal naik daunnya terminologi pembangunan berkelanjutan ini dilatarbelakangi oleh diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antar negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 25-27 September 2015 yang lalu di markas besar PBB di New York-Amerika Serikat. Dalam musyawarah tersebut, lahirlah sebuah konsensus bersama dalam mensuksekan agenda pembangunan global yang diberi nama Sustainable Development Goals (SDGs). Komitmen internasional yang ingin dicapai bersama pada tahun 2030 ini terdiri atas 17 goals (tujuan) dan 169 target yang membidik berbagai macam isu pembangunan, mulai dari masalah kemiskinan hingga program kerja sama internasional.
  1. Goal 1 End poverty in all its forms everywhere
  2. Goal 2 End hunger, achieve food security and improved nutrition and promote sustainable agriculture
  3. Goal 3 Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages
  4. Goal 4 Ensure inclusive and equitable quality education and promote lifelong learning opportunities for all
  5. Goal 5 Achieve gender equality and empower all women and girls
  6. Goal 6 Ensure availability and sustainable management of water and sanitation for all
  7. Goal 7 Ensure access to affordable, reliable, sustainable and modern energy for all
  8. Goal 8 Promote sustained, inclusive and sustainable economic growth, full and productive employment and decent work for all
  9. Goal 9 Build resilient infrastructure, promote inclusive and sustainable industrialization and foster innovation
  10. Goal 10 Reduce inequality within and among countries
  11. Goal 11 Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable
  12. Goal 12 Ensure sustainable consumption and production patterns
  13. Goal 13 Take urgent action to combat climate change and its impacts
  14. Goal 14 Conserve and sustainably use the oceans, seas and marine resources for sustainable development
  15. Goal 15 Protect, restore and promote sustainable use of terrestrial ecosystems, sustainably manage forests, combat desertification, and halt and reverse land degradation and halt biodiversity loss
  16. Goal 16 Promote peaceful and inclusive societies for sustainable development, provide access to justice for all and build effective, accountable and inclusive institutions at all levels
  17. Goal 17 Strengthen the means of implementation and revitalize the global partnership for sustainable development
SDGs bukanlah produk kebijakan global pertama, sebelumnya ada Millenium Development Goals (MDGs) yang telah diadopsi oleh sejumlah negara pada periode 2000-2015. Namun, SDGs terlihat lebih inklusif dengan berhasil mengakomodir lebih banyak isu dan kepentingan, hal ini terlihat jelas pada jumlah goals MDGs yang hanya 8 dibandingkan dengan SDGs yang mencapai 17 goals. Kemudian, perihal target dan sasaran SDGs juga lebih komprehensif, contohnya dalam upaya pengentasan kemiskinan, MDGs hanya berani menyasar 50 persen penduduk dunia terbebas dari kemiskinan, sementara SDGs tampil lebih berani dengan menargetkan 100 persen penduduk dunia lepas dari jerat kemiskinan. Jadi bisa dinyatakan bahwa kehadiran SDGs merupakan suatu langkah penyempurnaan dari pelaksanaan MDGs.

Terlepas dari adanya beberapa sisi kelemahan yang dimiliki oleh MDGs, Indonesia sendiri juga ikut ambil peran pada fase pertama kebijakan pembangunan global tersebut. Kala itu pemerintah berhasil mencapai 47 poin dari total 67 indikator yang ada, dan hasil tersebut tergolong sukses dibanding beberapa negara lain. Lebih lanjut, pengalaman Indonesia dalam mengampu MDGs adalah langkah awal untuk mematik rasa optimistisme yang lebih tinggi dari pemangku kebijakan untuk mampu mencapai persentase target yang lebih baik pada masa SDGs.

Perlu diketahui bahwa SDGs bukanlah kerangka pemikiran luar yang dipaksakan untuk diterapkan dalam agenda pembangunan nasional, karena pada prinsipya SDGs memiliki fleksibilitas yang memungkinkan sebuah negara untuk mengintegrasikan agenda pembangunan global dengan lokal. Dan sebagai negara yang sedang tumbuh, implementasi SDGs akan meberikan manfaat bagi Indonesia dalam membangun jejaring kemitraan global dengan negara-negara pemangku kepentingan yang berpartisipasi.

Dokumen pembangunan nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengisyaratkan akan pentingnya konvergensi antara kebijakan nasional dan internasional, seperti yang terdapat dalam Bab 3.4 RPJMN tahun 2015-2019 yang menyatakan kesiapan negara dalam mengadaptasikan SDGs kedalam pilar pembangunan nasional. Selain itu, terbitnnya Perpres Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan juga menjadi salah satu wujud komitmen tertinggi yang ditunjukan oleh pemerintah dalam menyongsong SDGs di tahun 2030 nanti. Dan sepertinya langkah yang diambil oleh pemerintah juga sudah cukup jauh, hal ini terlihat dari upaya kovergensi secara menyeluruh melalui adanya pelembagaan 169 indikator SDGs kedalam RPJMN tahun 2020-2024 (tribunnews.com).

Aceh Hebat
SDGs tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak saja, namun seluruh stakeholders termasuk pemerintah daerah harus ikut mengambil tanggung jawab ini. Pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat diharapkan mampu menjadi ujung tombak keberhasilan pelaksanaan SDGs melalui serangkain praktik kebijakan yang inovatif. Beruntungnya, pemangku kebijakan Aceh saat ini sadar betul akan kebutuhan kebijakan yang berkelanjutan, seperti halnya 15 program Aceh Hebat yang telah dianggarkan dalam APBA 2018 yang ternyata sarat akan 17 goals dari SDGs.
  1. Aceh Seujahtra (JKA Plus). Jaminan Kesejahteraan Aceh meliputi pemenuhan akses layanan kesehatan gratis, beasiswa bagi anak yatim dan anak orang miskin dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di PTN, dan santunan untuk manula;
  2. Aceh SIAT (Sistem Informasi Aceh Terpadu). Pengembangan sistem informasi dan database Aceh yang terpadu untuk semua sektor pembangunan dan pelayanan masyarakat;
  3. Aceh Caròng. Seluruh anak-anak di Aceh mendapatkan pendidikan yang berkualitas yang mampu bersaing dan mengukir prestasi di tingkat nasional, regional dan internasional;
  4. Aceh Teunaga. Pemenuhan energi listrik bagi rakyat Aceh dan industri yang berasal dari energi bersih-terbarukan;
  5. Aceh Meugoë dan Meulaôt. Pembangunan pertanian dan ekonomi maritim melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi;
  6. Acèh Troë. Pemenuhan bahan pangan dan gizi bagi seluruh rakyat Aceh secara mandiri;
  7. Acèh Kreatif. Mendorong tumbuhnya industri sesuai dengan potensi sumberdaya daerah dan memproteksi produk yang dihasilkannya;
  8. Acèh Kaya. Merangsang tumbuhnya entrepreneur yang ditunjang dengan kemudahan akses terhadap modal, keterampilan dan pasar;
  9. Acèh Peumulia. Pemenuhan layanan pemerintahan yang mudah, cepat, berkualitas dan bebas pungli;
  10. Acèh Damê. Penguatan pelaksanaan UUPA sesuai prinsip-prinsip MoU Helsinki secara konsisten dan komprehensif;
  11. Acèh Meuadab. Mengembalikan khittah Aceh sebagai Serambi Mekkah melalui implementasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari;
  12. Acèh Teuga. Mengembalikan dan meningkatkan prestasi olahraga Aceh di tingkat nasional dan regional;
  13. Acèh Green. Menegaskan kembali pembangunan aceh berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
  14. Acèh Seuninya. Penyediaan perumahan bagi masyarakat miskin dan pasangan muda;
  15. Acèh Seumeugot. Memastikan tersedianya sarana dan prasarana (infrastruktur) secara cerdas dan berkelanjutan untuk mendukung pencapaian tujuan semua program unggulan terutama yang menjadi daya ungkit pembangunan ekonomi.


Dari 15 program unggulan tersebut, hanya tiga diantaranya, yaitu; Aceh SIAT, Acèh Meuadab, dan Acèh Teuga yang memiliki ciri khas tersendiri, sedangkan 12 program lainnya sangat identik dengan SDGs. Mulai dari (i) Aceh Seujahtra (JKA Plus) yang merupakan gabungan dari Goal 1 No Poverty dan Goal 3 Good Health and Well-being, (ii) Aceh Caròng yang menyerupai Goal 4 Quality Education, (iii) Aceh Teunaga yang persis dengan Goal 7 Affordable and Clean Energy, (iv) Aceh Meugoë dan Meulaôt yang serupa dengan Goal 14 Life Below Water, (v) Acèh Troë yang memiliki kemiripan dengan Goal 2 Zero Hunger, (vi) Acèh Kreatif yang sepadan dengan Goal 9 Industry, Innovation and Infrastructure, (vii) Acèh Kaya yang seirama dengan Goal 8 Decent Work and Economic Growth, (viii) Acèh Damê dan (xi) Acèh Peumulia dua program yang terinspirasi dengan Goal 16 Peace, Justice and Strong Institutions,  (x) Acèh Green yang selaras dengan Goal 15 Life on Land, (xi) Acèh Seuninya yang cocok dengan Goal 11 Sustainable Cities and Communities, (xii) Acèh Seumeugot yang sejalan dengan Goal 17 Partnerships for the Goals. Untuk lebih detilnya bisa dilihat dalam tabel dibawah ini.
Konfigurasi Aceh Hebat dan SDGs
Aceh Hebat (2017-2022)
SDGs (2015-2030)
Aceh Seujahtra (JKA Plus)
Goal 1 dan Goal 3
Aceh SIAT (Sistem Informasi Aceh Terpadu)
-
Aceh Caròng
Goal 4
Aceh Teunaga
Goal 7
Aceh Meugoë dan Meulaôt
Goal 14
Acèh Troë
Goal 2
Acèh Kreatif
Goal 9
Acèh Kaya
Goal 8
Acèh Peumulia
Goal 16
Acèh Damê
Goal 16
Acèh Meuadab
-
Acèh Teuga
-
Acèh Green
Goal 15
Acèh Seuninya
Goal 11
Acèh Seumeugot
Goal 17

Secara keseluruhan, dari total 17 goals yang ada pada SDGs, hanya terdapat 12 goals yang dimasukkan oleh Pemerintah Aceh kedalam 15 program Aceh Hebat. Sisanya, Goal 5 Gender Equality, Goal 6 Clean Water and Sanitation, Goal 10 Reduced Inequalities, Goal 12 Responsible Consumption and Production, dan Goal 13 Climate Action secara eksplisit tidak nampak pada 15 program Aceh Hebat. Mungkin saja lima goals sisa tersebut tidak masuk dalam agenda yang diprioritaskan oleh Irwandy-Nova untuk periode 2017-2022, bisa jadi akan dimasukkan kembali pada periode selanjutnya, itupun jika mereka berhasil terpilih kembali.

Peluang, Tantangan dan Harapan
Melihat kondisi saat ini, Aceh berpotensi menjadi pelopor keberhasilan pelaksanaan SDGs di Indonesia. Pertama, limpahan dana otonomi khusus yang akan menjadi penopang utama kegiatan setidaknya hingga 2027 atau tiga tahun menjelang berakhirnya SDGs. Kekuatan pendanaan menjadikan pemerintah lebih leluasa dalam berinovasi, sehingga tidak perlu khawatir akan mahalnya dana yang perlu dianggarkan. Namun, bagai dua mata pedang, penggunaan anggaran juga sering menjadi momok bagi Pemerintah Aceh, seperti halnya beberapa tahun terakhir yang selalu mengalami kesulitan dalam memaksimalkan serapan anggaran. Kedua, maraknya sosialisasi yang dilakukan mulai dari surat kabar, social media, hingga papan reklame disepanjang jalan. Hal ini berpengaruh penting dalam proses edukasi dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mampu membuka ruang partisipasi publik dalam bentuk dukungan dan pengawasan.

Dan yang ketiga, adanya komitmen tinggi pemerintah. Program Aceh Hebat atau SDGs-nya Aceh sebenarnya merupakan janji kampanye yang diikrarkan oleh gubernur terpilih pada saat proses kontentasi Pilkada Aceh tahun 2017 lalu. Kemudian, produk kampanye tersebut telah menjadi program unggulan pemerintah Aceh untuk periode 2017-2022, dibuktikan dengan masuknya kelimabelas butir janji politik tersebut kedalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) tahun 2017-2022. Dan proses transformasi tersebut mengindikasikan bahwa setidaknya hingga saat ini pemerintah benar-benar berkomitmen untuk merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan di Aceh. Namun, peluang terbengkalainya program bisa terjadi ketika pucuk pimpinan tertinggi berganti, karena setiap pemimpin masing-masing memiliki kebijakan dan fokus pembangunannya sendiri.

Jika dilaksanakan secara baik, program Aceh Hebat akan mampu mewujudkan harapan tinggi masyarakat Aceh akan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam berbagai aspek, dan secara inklusif akan mampu menjamin kehidupan generasi ke generasi. Terlepas dari siapa yang merancangnya, setiap pihak wajib mendukung penuh keberadaan agenda pembangunan global dalam wujud kearifan lokal ini.

Friday, May 29, 2015

Kampanye Indonesia Bebas Narkoba Melalui "Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba"

May 29, 2015 8
Status darurat narkoba yang disandang Indonesia kini sebenarnya tidak perlu terjadi jikalau pemerintah Indonesia mau memberi perhatian lebih terhadap permasalahan ini sejak dini. Kondisi siaga satu ini terjadi tidak lain karena pemerintah sepertinya “lupa” menerapkan prinsip nan ampuh Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati jauh-jauh hari. Jika menelisik jauh ke belakang, pada mulanya Indonesia bukanlah sasaran utama para pengedar narkoba jaringan internasional. Indonesia awalnya hanya dijadikan sebagai wilayah transit oleh para produsen sekaligus distributor kelas wahid yang bermarkas di wilayah yang dikenal dengan sebutan "the golden triangle” yang terletak di daerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja.
The Golden Triangle dan Indonesia (sumber: wikimedia)

Para bandar tersebut sedianya akan memasok ke negara komoditi besar seperti Amerika dan Australia. Namun kini menjadi cerita yang berbeda. dikarenakan wilayahnya yang super luas serta jumlah penduduknya yang luar biasa, Indonesia bak primadona yang menjadi bulan-bulanan para mafia internasional dalam melakukan aksi invansi narkobanya. Lihat saja nama-nama terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi pada tahap I (18/1), yaitu: Namaona Denis (Malawi), Marcho Archer Cardoso Moreira (Brazil), Daniel Enemuo (Nigeria), Ang Kiem Soei (Belanda), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Rani Andriani (WNI). Dan juga tahap II (28/4), yaitu: Myuran Sukumaran (Australia), Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brazil), Zainal Abidin (WNI). Benar saja, kebanyakan dari mereka adalah warga negara asing. Dan belum lagi masih terdapat puluhan terpidana mati narkoba lainnya yang berstatus non-WNI yang saat ini sedang mengantri jatah eksekusi mati.

Kita patut memberikan selamat buat pemerintah Indonesia dimana ditengah tekanan dan penolakan secara berjamaah dari para negara sahabat terhadap hukuman mati, akhirnya Indonesia secara berani dan tegas mampu menunaikan niat mulianya dalam memberikan hukuman tanpa ampun bagi para perusak generasi bangsa. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakah hukuman mati bagi para pengedar narkoba tersebut akhirnya mampu memutuskan rantai peredaran narkoba di tengah masyarakat? Maybe Yes Maybe No! Malah bisa saja yang terjadi mati satu tumbuh seribu, dan akhirnya hukuman mati menjadi sia-sia belaka, habis waktu, tenaga, dan pastinya uang (eksekusi satu terpidana saja bernilai sampai 200 juta, lihat rincian pada gambar!)
200 juta hanya untuk satu kepala (sumber: detik.com)

Bukannya bermaksud pesimis terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun disamping adanya hukuman mati (jika ingin terus dipertahankan) perlu adanya cara yang lebih mujarab untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba di masa depan. Dan penulis menyadari bahwasanya harapan Indonesia mewujudkan cita-cita aman dari narkoba bisa untuk segera diwujudkan. Dan adalah Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba yang sedang digalakkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang penulis maksudkan. Program ini sediri sedianya telah mulai diserukan oleh BNN di seantero negeri ini melalui perpanjangan tangannya di tingkatan daerah yaitu Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) sejak awal tahun 2015 ini. Penulis melihat program ini bisa menjadi solusi cerdas dan bijak untuk menyelamatkan bangsa ini dari jeratan narkoba.


Rehabilitasi Adalah Masa Depan
Perlu dibedakan antara pelaku kejahatan narkoba (produsen dan pengedar) dengan pelaku penyalahgunaan narkoba (konsumen atau pecandu). Pelaku kejahatan adalah biang keladi dari permasalahan, sementara pelaku penyalahgunaan hanyalah korban dari pelaku kejahatan. Berikanlah hukuman seberat-baratnya untuk pelaku kejahatan agar ada efek jera bagi mereka, sekaligus hal ini bisa menjadi warning bagi para pelaku kejahatan lainnya yang belum tertangkap agar menjadi segan untuk tetap eksis dalam menggeluti bisnis haram ini. Namun tidaklah adil apabila hukuman berat ikut berlaku juga terhadap pelaku penyalahguna narkoba. Dan pemerintah menyadari betul hal tersebut, karena sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dijelaskan bahwa hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pecandu narkoba dikategorikan sebagai hukuman ringan yaitu paling lama empat tahun, dan secara jelas disitu juga ditulis bahwasanya para korban narkoba itu diwajibkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Dan beruntunglah bagi para pelaku penyalahguna narkoba tersebut karena meraka tidak perlu dihukum berat, kemudian setelah menjalani hukuman mereka bisa kembali hidup normal melalui program Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba.

Rehabilitasi merupakan tindakan preventif yang bisa mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi, seperti hilangnya nyawa. Bahkan lebih dari itu rehabilitasi membuka jalan kepada para pecandu untuk kembali menata kehidupan baru yang lebih layak dan kembali hidup dalam masyarakat untuk berkontribusi dalam kehidupan sosialnya.

Uje, from zero to hero!!!
Hakikatnya, banyak cerita-cerita sukses yang menyertai para penyalahguna narkoba yang direhabilitasi, malahan mereka mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih hebat dari sebelumnya. Sebut saja alm. Ustad Jefri Al-Buchori (uje). Masa mudanya dihabiskan berdua saja bersama narkoba, uje muda hidup tidak karuan, masa depan suram, serta hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Namun hal tersebut berubah 180 derajat ketika ia sadar akan bahaya narkoba dan memutuskan untuk direhabilitasi. Sisa hidupnya menjadi lebih berarti tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan untuk masyarakat luas, dia menjelma menjadi sosok penyiar agama yang sangat kharismatik, ceramahnya yang bernuansa "gaul" senantiasa ditunggu-tunggu oleh jamaah setianya. Sang ustad kini telah tiada, namun sumbangsihnya terhadap masyarakat dan negara menjadi peninggalan yang berharga.

Yang terbaru Roger Danuarta, aktor yang sempat sangat tenar di awal tahun 2000-an, terjerat narkoba, kemudian karirpun akhirnya ikut meredup. Ditangkap pada awal tahun 2014, kemudian menjalani rehabilitasi selama satu tahun, dan paska rehabilitasi langsung terjun kembali menghiasi layar kaca, hal yang sudah sangat jarang didapatkanya ketika bergumul mesra dengan narkoba. Serta kisah-kisah sukses lainnya yang ada di sekitar kita.

Dari dua contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwasanya rehabilitasi merupakan obat ampuh bagi penyalahguna narkoba. Mereka-mereka yang pernah terjerat sadar betul bahwa tidak ada gunanya lagi menyambung hidup dengan narkoba, karena narkoba adalah akhir hidup dan rehabilitasi adalah masa depan


Optimalisasi Dan Keseriusan
Angka prevelensi narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun diyakini terus meningkat tajam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh BNN dengan Puslitkes UI pada tahun 2014 yang lalu, jumlah pengguna narkotika yang tercatat pada saat itu hampir 4 juta jiwa, dan menurut perkiraan pada tahun 2015 nanti (saat ini) jumlah pengguna narkoba akan naik mencapai 5,8 juta jiwa. Kemudian, berbicara mengenai jumlah korban meninggal, maka tidak sedikit, sekitar 12.044 orang pertahun atau sekitar 33 orang harus merenggang nyawa akibat penyalahgunaan narkoba. Sementara itu, dalam upaya rehabilitasi, sedikitnya selama kurun waktu 2010 sampai 2014 BNN telah mampu merehabilitasi para penyalahguna narkoba sebanyak 34.467 orang, baik melalui layanan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial yang dititipkan di tempat rehabilitasi pemerintah maupun di masyarakat.

Menurut data diatas, bisa diasumsikan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah pemakai narkoba sebanyak 1-2 juta jiwa. Disamping itu, jika mengkomparasikan atara jumlah yang meninggal dengan jumlah yang berhasil direhabilitasi, maka jumlah yang meninggal dua kali lebih banyak daripada jumlah yang bisa diselamatkan melalui jalur rehabilitasi pertahunnya. Berdasarkan fakta diatas patut dipertanyakan kembali terhadap keseriusan pemerintah dalam mengupayakan rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba, mengapa jumlah yang meninggal lebih banyak daripada jumlah yang sembuh? Sementara jumlah pemakai terus saja bertambah.

Padahal kita telah memiliki produk hukum yang mengatur tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap penyalahguna narkoba sejak 2009, artinya secara de jure hak telah diatur dan ditentukan, namun secara de facto ternyata banyak terjadi penyelewengan di lapangan. Salah satu penyelewengan yang kerap terjadi adalah lebih mengupayakan untuk memasukkan pelaku penyalahguna narkoba ke penjara dari pada memasukkannya ke panti rehabilitasi. Padahal jelas bahwa penjara adalah tempat berkumpulnya para bandar narkoba, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap semuanya ada disitu.

Memasukkan pecandu narkoba bersama-sama dengan pengedar narkoba ke dalam penjara merupakan sebuah blunder, bisa diibarakat seperti memasukkan Kambing ke dalam kandangnya Harimau. Maka tidak heran apabila dalam pemberitaan menyebutkan bahwa pengusaha sekaliber Freddy Budiman tetap mampu menjalankan bisnisnya walaupun berada di balik jeruji besi, karena di balik ketatnya hotel prodeo tersebut ternyata malah menjadi tempat transaksi yang lebih aman daripada di luar.
Freddy Budiman, eksis dibalik penjara

Bisa dilihat bahwa para pengedar tidak akan pernah berhenti apabila para konsumen setianya masih tetap menaruh minat tinggi dengan barang haram tersebut, bahkan setelah ditahan dan dijatuhkan hukuman mati sekali pun mereka tidak akan pernah gentar. Sebenarnya, dengan rehabilitasi tidak hanya mampu mengembalikan kesadaran para pengguna untuk kembali ke jalan yang benar, akan tetapi sekaligus mampu membuat para "entrepreneur" narkoba memilih untuk berkarir di bisnis yang lain. Nalar sederhananya begini; jika semua pengguna narkoba dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi, akhirnya mereka berhenti dan tidak akan membeli lagi, kemudian dikarenakan pembeli menjadi sepi, maka para pengedar pun akhirnya pailit alias gulung tikar. Ya kira-kira idealnya seperti itulah. Hehe..

Minimnya infrastruktur, sumber daya manusia, serta anggaran, selalu saja menjadi hambatan klasik dalam memuluskan program rehabilitasi penyalahguna narkoba selama ini. Disamping itu, sebuah kebijakan tidak akan pernah sukses berjalan jika tidak didukung oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan backup dari masyarakat, terutama dalam proses sosialisasi dan juga pengawasan. Para penyalahguna narkoba janganlah dimusuhi dan dijauhi, akan tetapi anggaplah mereka sebagai orang sakit yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan, terutama dari keluaga dan orang-orang terdekat dari korban. Kemudian, tidaklah harus menunggu ditangkap dan diproses hukum terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke dalam panti rehabilitasi, namun sesegera mungkin kesadaran untuk rehabilitasi haruslah ada sebelum berurusan dengan hukum, karena Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati.

Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh BNN jika ingin melihat program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini akhirnya mampu menyelamatkan generasi bangsa ini. Dan juga, besar harapan bagi masyarakat terhadap kesuksesan dari program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini. Jika dalam satu periode ternyata program ini mampu membuahkan hasil yang positif, maka ke depan bila memungkinkan angka seratus ribu bisa ditingkatkan menjadi satu juta jiwa. Apalagi katanya pemberatasan narkoba masuk dalam agenda prioritas rezim Jokowi-JK.

Dengan Rehabilitasi Generasi Bangsa Berkarya Kembali. Dengan Rehabilitasi Narkoba Sepi Pembeli. Dan dengan Rehabilitasi Tak Perlu Lagi Eksekusi Mati.

Stop Narkoba!!! Pailitkan Pengedar!!! Mari Rehabilitasi!!!



Bacaan:
  • JALAN LURUS: Penanganan Penyalahguna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif - Dr. Anang Iskadar
  • http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html
  • http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/12953/darurat-narkoba-bukan-hanya-di-indonesia
  • http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html
  • http://jaringnews.com/keadilan/umum/70029/setelah-gelombang-dan-masih-ada-terpidana-mati-narkotika



Friday, December 20, 2013

Ini dia Daftar Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia Tahun 2014

December 20, 2013 1

Pemerintah dan buruh selalu bersitegang terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) setiap tahunnya. Tak pernah ada sepakat yang sama antara pemerintah, buruh dan pengusaha dalam setiap pengambilan keputusan soal UMP yang dilakukan melalui rapat Dewan Pengupahan Nasional.

Bahkan pada penetapan UMP 2014, diwarnai aksi demo yang digelar buruh secara marathon dan besar-besaran. Buruh meminta pemerintah menetapkan kenaikan upah tahun depan hingga 50%. Meski pada akhirnya, buruh harus gigit jari karena kenaikan upah tak sebesar yang mereka impikan. 

Tercatat para kepala daerah hanya menaikkan upah sama dengan besaran Komponen Hidup Layak (KHL). Kalaupun naik, hanya sedikit alias tak signifikan dari angka KHL.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), ini dia daftar penetapan UMP di 28 dari 33 provinsi di Indonesia, Kamis (12/12/2013) :
SUMATERA
1
Nangroe Aceh Darussalam
1.550.000
1.750.000
12,90
2
Sumatera Utara
1.375.000
1.505.850
9,52
3
Sumatera Barat
1.350.000
1.490.000
10,37
4
Riau
1.400.000
1.700.000
21,43
5
Kepri
1.365.087
1.665.000
21,97
6
Jambi
1.300.000
1.502.230
15,56
7
Sumatera Selatan
1.630.000
1.825.600
12
8
Bangka Belitung
1.265.000
1.640.000
29,64
9
Bengkulu
1.200.000
1.350.000
12,50
JAWA, BALI, NTB & NTT




10
Banten
1.170.000
1.325.000
13,25
11
DKI Jakarta
2.200.000
2.441.000
10,95
12
Bali
1.181.000
1.542.600
30,62
13
NTB
1.100.000
1.210.000
10
14
NTT
1.010.000
1.150.000
13,86










KALIMANTAN
15
Kalimantan Barat
1.060.000
1.380.000
30,19
16
Kalimantan Selatan
1.337.500
1.620.000
21,12
17
Kalimantan Tengah
1.553.127
1.723.970
11
18
Kalimantan Timur
1.752.073
1.886.315
7,66
SULAWESI
19
Gorontalo
1.175.000
1.325.000
12,77
20
Sulawesi Utara
1.550.000
1.900.000
22,58
21
Sulawesi Tenggara
1.125.207
1.400.000
24,42
22
Sulawesi Tengah
995.000
1.250.000
25,63
23
Sulawesi Selatan
1.440.000
1.800.000
25
24
Sulawesi Barat
1.165.000
1.400.000
20,17
MALUKU & PAPUA
25
Maluku
1.275.000
1.415.000
10,98
26
Maluku Utara
1.200.622
1,440,746
20
27
Papua
1.710.000
1,900,000
11,11
28
Papua Barat
1.720.000
1.870.000
8,72

Sumber : liputan6.com


Wednesday, May 1, 2013

Empat Tipe Relasi Pada e-Government

May 01, 2013 0
Government to Citizens
Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana  pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk  memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi e-Government bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
  • Kepolisian membangun dan menawarkan jasa pelayanan perpanjangan Surat Ijin Mengemudi  (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui internet dengan maksud untuk mendekatkan aparat administrasi kepolisian dengan komunitas para pemilik kendaraan bermotor dan para pengemudi, sehingga yang bersangkutan tidak harus bersusah payah datang ke Komdak dan antre untuk memperoleh pelayanan;
  • Kantor Imigrasi bekerja sama dengan Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta dan sejumlah bank-bank swasta membangun jaringan teknologi informasi sehingga para turis lokal yang ingin melanglang buana dapat membayar fiskal melalui mesin-mesin ATM sehingga tidak perlu harus meluangkan waktu lebih awal dan antre di bandara udara;
  • Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji ditahun-tahun tertentu sehingga pemerintah dapat mempersiapkan  kuota  haji  dan  bentuk  pelayanan perjalanan yang sesuai;
  • Bagi  masyarakat  yang memiliki  keahlian tertentu  dan berniat untuk mencari pekerjaan di luar negeri (menjadi Tenaga Kerja Indonesia), maka yang bersangkutan dapat dengan mudah mendaftarkan diri  dari  Warnet  (Warung Internet)  terdekat  ke  Departemen Tenaga  Kerja  secara gratis); dan lain sebagainya.


Government to Business
Salah satu  tugas  utama  dari  sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekenomian  sebuah  negara  dapat  berjalan  sebagaimana mestinya.  Dalam  melakukan aktivitas  sehari-harinya,  entiti bisnis  semacam  perusahaan swasta  membutuhkan banyak sekali  data  dan informasi  yang  dimiliki  oleh pemerintah. Disamping  itu,  yang  bersangkutan juga  harus  berinteraksi dengan berbagai lembaga kenegaraan karena berkaitan dengan hak  dan  kewajiban  organisasinya  sebagai  sebuah  entiti berorientasi  profit.  Diperlukannya  relasi  yang  baik antara pemerintah dengan kalangan bisnis tidak saja bertujuan untuk memperlancar  para  praktisi  bisnis  dalam menjalankan roda perusahaannya, namun lebih jauh lagi banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah jika terjadi relasi interaksi yang baik dan efektif dengan industri swasta. Contoh dari aplikasi e-Government berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut:
  • Para  perusahaan wajib pajak dapat  dengan mudah menjalankan aplikasi berbasi web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet;
  • Proses  tender  proyek-proyek  pemerintahan  yang melibatkan sejumlah pihak swasta  dapat  dilakukan melalui  website  (sehingga  menghemat  biaya transportasi  dan  komunikasi),  mulai  dari  proses pengambilan  dan  pembelian  formulir  tender, pengambilan  formulir  informasi  TOR  (Term  of Reference),  sampai  dengan mekanisme  pelaksanaan tender itu sendiri yang berakhir dengan pengumuman pemenang tender;
  • Proses  pengadaan dan pembelian barang  kebutuhan sehari-hari  lembaga  pemerintahan (misalnya  untuk back-office dan administrasi) dapat dilakukan secaraefisien jika konsep semacam e-procurement diterapkan (menghubungkan  antara  kantor-kantor  pemerintah dengan para supplier-nya);
  • Perusahaan yang  ingin melakukan proses  semacam merger dan akuisisi dapat dengan mudah berkonsultasi sehubungan  dengan  aspek-aspek  regulasi  dan hukumnya  dengan  berbagai  lembaga  pemerintahan terkait; dan lain sebagainya.


Government to Governments
Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Kebutuhan untuk berinteraksi antar satu pemerintah dengan pemerintah setiap harinya tidak hanya berkisar pada hal-hal yang berbau  diplomasi  semata,  namun  lebih  jauh  lagi  untuk memperlancar kerjasama antar negara dan kerjasama antar entiti-entiti  negara  (masyarakat,  industri,  perusahaan,  dan lain-lain) dalam  melakukan hal-hal  yang  berkaitan dengan administrasi perdagangan, proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial dan  budaya,  dan  lain  sebagainya.  Berbagai  penerapan  e-Government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal luas antara lain:
  • Hubungan administrasi antara  kantor-kantor  pemerintah  setempat dengan sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang sedang berada di tanah air;
  • Aplikasi yang menghubungkan kantor-kantor pemerintah  setempat  dengan  bank-bank  asing  milik pemerintah di negara lain dimana  pemerintah setempat  menabung dan menanamkan uangnya;
  • Pengembangan suatu sistem  basis  data  intelijen yang berfungsi  untuk mendeteksi  mereka  yang  tidak boleh masuk atau keluar dari wilayah negara (cegah dan tangkal);
  • Sistem  informasi  di  bidang  hak cipta  intelektual  untuk pengecekan  dan  pendaftaran  terhadap  karya-karya tertentu yang ingin memperoleh hak paten internasional; dan lain sebagainya.


Government to Employees
Pada akhirnya, aplikasi e-Government juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau  karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun dengan menggunakan format G-to-E ini antara lain:
  • Sistem  pengembangan karir  pegawai  pemerintah yang selain bertujuan untuk meyakinkan adanya  perbaikan kualitas  sumber  daya  manusia,  diperlukan  juga  sebagai penunjang  proses  mutasi,  rotasi,  demosi,  dan promosi seluruh karyawan pemerintahan;
  • Aplikasi  terpadu untuk mengelola  berbagai  tunjangan kesejahteraan  yang  merupakan  hak  dari  pegawai pemerintahan  sehingga  yang  bersangkutan  dapat terlindungi hak-hak individualnya;
  • Sistem  asuransi  kesehatan dan  pendidikan bagi  para pegawai  pemerintahan  yang  telah  terintegrasi  dengan lembaga-lembaga  kesehatan  (rumah  sakit,  poliklinik, apotik,  dan  lain  sebagainya)  dan  institusi-institusi pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, kejuruan, dan lain-lain)  untuk menjamin tingkat  kesejahteraan karyawan  beserta keluarganya;
  • Aplikasi  yang  dapat  membantu  karyawan pemerintah  dalam membantu untuk melakukan perencanaan terhadap aspek finansial keluarganya termasuk di dalamnya masalah tabungan dan dana pensiun; dan lain sebagainya.

Dengan  menyadari  adanya  bermacam-macam  tipe  aplikasi tersebut, maka terlihat fungsi strategis dari berbagai aplikasi e-Government  yang  dikembangkan  oleh  sebuah  negara. Keberadaannya tidak hanya semata untuk meningkatkan kinerja pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya, namun lebih jauh lagi  untuk  meningkatkan  kualitas  dari  penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara, yang pada akhirnya bermuara pada kemajuan negara itu sendiri.

Sumber : Dr. Richardus Eko Indrajit. Electronic Government (Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital)