E-voting
berasal dari kata electronic voting
yang mengacu pada penggunaan teknologi informasi pada pelaksanaan pemungutan
suara.
Pilihan
teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-Voting sangat bervariasi,
seperti penggunaan kartu pintar untuk otentikasi pemilih yang bisa digabung
dalam e-KTP, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara atau
pengiriman data, penggunaan layar sentuh sebagai pengganti kartu suara, dan
masih banyak variasi teknologi yang bisa digunakan dewasa ini. Dalam
perkembangan pemikiran dewasa ini penggunaan perangkat telepon selular untuk
memberikan suara bisa menjadi pilihan karena sudah menggabungkan (konvergensi)
perangkat komputer dan jaringan internet dalam satu perangkat tunggal.
Kondisi
penerapan dan teknologi e-voting terus berubah seiring perkembangan teknologi
informasi yang sangat cepat. Kendala-kendala e-voting yang pernah terjadi di berbagai
negara yang pernah dan sedang menerapkannya menjadi penyempurnaan e-voting
selanjutnya. Salah satu segi positif dari penerapan e-voting saat ini adalah
makin murahnya perangkat keras yang digunakan dan makin terbukanya perangkat
lunak yang digunakan sehingga biaya pelaksanaan e-voting makin murah dari waktu
ke waktu dan untuk perangkat lunak makin terbuka untuk diaudit secara bersama.
Salah satu konsep penerapan perangkat lunak adalah melalui Indonesia Goes Open Source (IGOS) dengan
diperkenalkannya aplikasi e-Demokrasi pada tahun 2007.
e-Voting di Indonesia
Penggunaan
e-voting di Indonesia telah dilakukan dalam skala terbatas baik dalam lingkup
organisasi, perusahaan maupun pemerintahan di skala paling kecil yaitu dusun
atau desa.
Di
Kabupaten Jembrana, Bali sejak pertengahan 2009 telah dilakukan puluhan kali
pemilihan kepala dusun di desa-desa yang ada di kabupaten tersebut. Penggunaan
e-voting di kabupaten Jembrana telah menghemat anggaran lebih dari 60 persen,
seperti anggaran untuk kertas suara. E-voting ini juga diawali dengan
penggunaan KTP (Kartu Tanda Penduduk) berbasis chip atau kemudian disebut juga
e-KTP. Penggunaan e-KTP tersebut membuat pemilih tidak mungkin melakukan
pemilihan lebih dari sekali. TPS (tempat pemungutan suara) juga bisa menampung
hingga 1000 pemilih, sementara dengan sistem manual sekitar 500-700 pemilih
saja per TPS yang layak.
Setelah
Mahkamah Konstitusi memutuskan pada Selasa, 30 Maret 2010 bahwa penggunaan
e-voting adalah konstitusional sepanjang tidak melanggar asas Pemilu yang luber
dan jurdil maka e-Voting bisa dilakukan pada skala lebih luas di antaranya
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada).
Kabupaten
Jembrana, Bali sudah menyatakan kesiapannya untuk menyelenggarakan pemilihan
bupati Jembrana pada bulan Oktober 2010 dengan e-voting. Namun berbagai
kesiapan masih perlu dilakukan baik dari KPU maupun Bawaslu (Badan Pengawas
Pemilihan Umum) dari sisi kesiapan SDM dan pemahaman mengenai e-voting itu
sendiri. Juga harus dibuat perubahan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah sehingga paling cepat e-voting baru akan dilaksanakan di
daerah lain pada tahun 2011. Namun khusus kabupaten Jembrana, Bali diharapkan
bisa dilaksanakan menggunakan Peraturan KPU yang bisa diselesaikan sebelum
Pemilukada di Jembrana dilaksanakan.
Terkait
dengan Pemilu Nasional, CETRO juga pernah mengusulkan Pemilu Elektronik pada
tahun 2014 nanti dan dilakukan persiapan sejak saat ini (Agustus 2009 ketika
diusulkan). Keputusan MK tersebut memberi jalan untuk Pemilu Elektronik pada
tahun 2014 yang harus diawali dengan selesainya Single Identity Number (SIN) untuk seluruh penduduk Indonesia yang
direncanakan selesai pada tahun 2011.(sumber)
No comments:
Post a Comment