Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Pengertian-Pengertian. Show all posts
Showing posts with label Pengertian-Pengertian. Show all posts

Wednesday, December 20, 2017

Sekilas Pengetahuan Tentang IELTS

December 20, 2017 1
Sekilas Pengetahuan Tentang IELTS
APA ITU IELTS?
Secara sederhana IELTS (International English Language Testing System) dapat diartikan sebagai salah satu jenis tes/ujian kemampuan berbahasa inggris. IELTS telah diakui secara luas sebagai alat yang dapat diandalkan untuk menilai kemampuan kandidat yang akan belajar atau bekerja di lingkungan atau negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama. Dalam penyelenggaraannya, IELTS sendiri dimiliki oleh tiga mitra, yaitu; University of Cambridge Local Examinations Syndicate, British Council dan IDP Education Australia.


MANFAAT BELAJAR IELTS
Tes IELTS dirancang untuk menilai kemampuan sesorang dalam memahami bahasa inggris dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam konteks pendidikan. Oleh karena itu, dengan belajar IELTS, anda tidak hanya akan mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian, tetapi juga untuk masa depan anda sebagai siswa di lingkungan yang berbahasa Inggris.


BAGAIMANA FORMAT TESTNYA?
Terdapat empat macam skill yang akan diuji, yaitu; Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Semua kandidat akan mengambil modul Listening dan Speaking yang sama, kemudian untuk modul Reading dan Writing akan disesuaikan dengan pilihan kandidat, apakah seorang kandidat mengikuti ujian Academic atau General Training.

Academic. Bagi kandidat yang mengikuti ujian untuk kebutuhan persyaratan dalam mengikuti program sarjana atau pascasarjana, atau untuk alasan professional lainnya.
General Training. Bagi kandidat yang mengikuti tes masuk program kejuruan atau pelatihan yang tidak pada tingkatan sarjana atau masuk ke sekolah menengah, dan juga untuk tujuan keimigrasian.

Jenis modul adalah sebagai berikut:
Listening
4 sections, 40 items
30 minutes
Academic Reading: 3 sections, 40 items 60 minutes
OR
General Training Reading: 3 sections, 40 items 60 minutes
Academic Writing: 2 tasks 60 minutes
OR
General Training Writing: 2 tasks 60 minutes
Speaking
11 to 14 minutes
Total test time
2 hours 44 minutes


Listening
Terbagi dalam empat bagian, masing-masing berisi 10 pertanyaan. Dua bagian pertama berkaitan dengan masalah social, ada percakapan antara dua pembicara dan kemudian monolog. Dua bagian terakhir berkaitan dengan situasi yang terkait dengan konteks pendidikan atau pelatihan, ada percakapan antara dua sampai empat orang dan kemudian monolog.

Berbagai jenis pertanyaan digunakan, termasuk: pilihan ganda, pertanyaan singkat, melengkapi kalimat, catatan/grafik/tabel, pelabelan diagram, klasifikasi, dan pencocokan. Kandidat akan mendengarkan rekaman hanya sekali saja dan dipersilahkan untuk menjawab pertanyaan sambil mendengarkan rekaman pertanyaan diputar. Kemudian, setelah seluruh rekaman audio berakhir, terdapat waktu sepuluh menit yang diberikan di akhir untuk mentransfer jawaban ke lembar jawaban.


Reading (Academic)
Terdapat 40 pertanyaan yang terbagi dalam tiga bagian bacaan, dari pertanyaan yang mudah hingga pertanyaan yang sulit. Teks bacaan diambil dari majalah, jurnal, buku dan surat kabar, dan setidaknya satu teks berisi argumen logis yang terperinci.

Berbagai jenis pertanyaan digunakan, termasuk: pilihan ganda, pertanyaan singkat, melengkapi kalimat, catatan/grafik/tabel, pelabelan diagram, klasifikasi, mencocokkan daftar/frase yang sesuai, memilih judul paragraf yang sesuai dari daftar yang ada, identifikasi pandangan/sikap penulis, dan YES/NO/NOT GIVEN, atau TRUE/FALSE/NOT GIVEN.


Reading (General Training)
Terdapat 40 pertanyaan yang terbagi dalam tiga bagian bacaan, dari pertanyaan yang mudah hingga pertanyaan yang sulit. Teks bacaan diambil dari poster pemberitahuan, iklan, selebaran, surat kabar, buku petunjuk, buku dan majalah. Bagian pertama, berisi teks bahasa Inggris dasar yang berhubungan dengan kelangsungan hidup, terutama berkaitan dengan penyediaan informasi faktual. Bagian kedua, berfokus pada konteks pelatihan dan melibatkan teks bahasa yang lebih kompleks. Dan bagian ketiga, terdapat bacaan teks yang lebih banyak, dengan struktur yang lebih kompleks, namun dengan penekanan pada teks deskriptif dan instruktif daripada argumentatif.

Berbagai jenis pertanyaan digunakan, termasuk: pilihan ganda, pertanyaan singkat, melengkapi kalimat, catatan/grafik/tabel, pelabelan diagram, klasifikasi, mencocokkan daftar/frase yang sesuai, memilih judul paragraf yang sesuai dari daftar yang ada, identifikasi pandangan/sikap penulis, dan YES/NO/NOT GIVEN, atau TRUE/FALSE/NOT GIVEN.


Writing (Academic)
Peserta diberikan waktu satu jam untuk menyelesaikan dua macam tugas (Task). Yaitu; Task 1 dengan alokasi waktu selama 20 menit, untuk menyelesaikan tulisan sebanyak 150 kata, dan Task 2 dengan alokasi waktu selama 40 menit, untuk menyelesaikan tulisan sebanyak 250 kata. Perlu diketahui bahwasanya bobot nilai Task 2 lebih banyak daripada Task 1.
  • Pada Task 1, kandidat diminta melihat diagram atau tabel untuk mempresentasikan informasinya dengan kata-kata mereka sendiri. Kandidiat akan dinilai kemampuannya dalam mengatur, menyajikan dan membandingkan data, menggambarkan tahapan/proses, menggambarkan suatu objek/peristiwa, dan menjelaskan bagaimana sesuatu bekerja.
  • Pada Task 2, kandidat akan dihadapkan pada satu topik permasalahan untuk diuji kemampuannya dalam menyajikan sebuah argumentasi dan sudut pandang. Kandidat dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam menyajikan solusi atas masalah tersebut, menyajikan dan membenarkan pendapat, membandingkan dan membedakan bukti dan pendapat, mengevaluasi dan menantang gagasan, bukti/argumen. Kandidat juga akan dinilai berdasarkan kemampuan mereka untuk menulis dengan gaya bahasa yang sesuai.


Writing (General Training)
Peserta diberikan waktu satu jam untuk menyelesaikan dua macam tugas (Task). Yaitu; Task 1 dengan alokasi waktu selama 20 menit, untuk menyelesaikan tulisan sebanyak 150 kata, dan Task 2 dengan alokasi waktu selama 40 menit, untuk menyelesaikan tulisan sebanyak 250 kata. Perlu diketahui bahwasanya bobot nilai Task 2 lebih banyak daripada Task 1.
  • Pada Task 1, kandidat diminta untuk menanggapi suatu masalah dari surat yang meminta informasi atau menjelaskan suatu situasi. Mereka dinilai berdasarkan kemampuan mereka untuk terlibat dalam korespondensi pribadi, mendapatkan dan memberikan informasi faktual umum, mengungkapkan kebutuhan, keinginan, suka dan tidak suka, mengungkapkan pendapat, keluhan, dll.
  • Pada Task 2, kandidat akan dihadapkan pada satu topik permasalahan untuk diuji kemampuannya dalam menyajikan sebuah argumentasi dan sudut pandang. Kandidat dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam menyajikan solusi atas masalah tersebut, menyajikan dan membenarkan pendapat, membandingkan dan membedakan bukti dan pendapat, mengevaluasi dan menantang gagasan, bukti/argumen. Kandidat juga akan dinilai berdasarkan kemampuan mereka untuk menulis dengan gaya bahasa yang sesuai.


Speaking
Modul Speaking ingin menilai apakah kandidat dapat berkomunikasi secara efektif dalam bahasa Inggris. Adapun hal-hal yang akan menjadi penilaian, seperti; fluency and coherence, lexical resource, grammatical range and accuracy, dan pronunciation. Modul ini membutuhkan waktu antara 11 hingga 14 menit, yang berisikan wawancara lisan antara kandidat dan penguji (examiner), dan Speaking sendiri terbagi dalam tiga bagian utama:
  • Part 1. Berisikan perkenalan dan pertanyaan-pertanyaan umum tentang kandidat, rumah/keluarga mereka, pekerjaan/studi mereka, minat/hobi dan berbagai topik sejenisnya. Bagian ini akan berlangsung antara empat sampai lima menit.
  • Part 2. Kandidat akan diberikan kartu tugas yang berisikan topik tertentu dan berbicara selama dua hingga tiga menit. Kandidat diberikan waktu satu menit untuk mempersiapkan diri dengan membuat beberapa catatan jika mereka menginginkannya, diakhir Examiner akan mengajukan satu atau dua pertanyaan yang berhubungan dengan topik yang diberikan.
  • Part 3. Examiner dan kandidat akan terlibat dalam diskusi panjang tentang isu dan konsep yang lebih abstrak, yang secara tematis masih terkait dengan topik yang diminta di Part 2. Diskusi akan berlangsung selama empat hingga lima menit.



Itulah sedikit penjelasan dan pengertian tentang IELTS, manfaat IELTS, dan seperti apa format ujian/tes IELTS itu sendiri. Semoga bermanfaat!!!

Monday, November 18, 2013

Trias Politika Pemisahan Kekuasaan

November 18, 2013 0
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.


SEJARAH TRIAS POLITIKA
Pada masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.

Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
  1. Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
  2. Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.
  3. Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.


Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).



FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN LEGISLATIF
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.
  1. Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.
  2. Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?
  3. Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
  4. Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.
  5. Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.


FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN EKSEKUTIF
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
  1. Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
  2. Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.
  3. Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut. Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.
  4. Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa pemerintahannya.
  5. Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
  6. Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
  7. Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.


FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN YUDIKATIF
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
  1. Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional).
  2. Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
  3. Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
  4. Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
  5. International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Sumber : http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/trias-politika-pemisahan-kekuasaan.html

Thursday, October 31, 2013

Sekilas Pengetahuan Tentang : Golongan Putih (Golput)

October 31, 2013 1


Pengertian Golput
Golongan Putih atau biasa dikenal dengan istilah Golput adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih pada saat pemilihan umum (pemilu) dengan berbagai faktor dan alasan. Biasanya golput dilakukan dengan tiga cara, yang pertama memberikan suara kosong (tidak mengisi sama sekali), yang kedua memberikan suara yang tidak valid (menusuk lebih dari satu gambar partai/kandidat atau menusuk bagian putih/diluar area gambar), yang ketiga tidak datang ke bilik suara (TPS). Memang benar kalau golput merupakan hak setiap warga negara, akan tetapi golput jelas bukanlah tindakan yang bertanggung jawab, karena golput menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap nasib bangsa sendiri.

Penyebab seseorang melakukan golput dalam pemilu adalah :

  • Merupakan tindakan sadar untuk tidak memilih (golput) karena golput sebagai pilihan politiknya karena kurangnya kepercayaan terhadap calon kandidat.
  • Sebagai bentuk protes masyarakat dan keputus asaan masyarakat dengan janji pemerintah yang tidak pernah direalisasi. Sehingga rakyat terlanjur pesimis.
  • Kurangnya informasi tentang pemilu, yang disebabkan kurangnya sosialisasi tentang pemilu.
  • Adanya upaya dari pihak tertentu, yang sengaja atau tidak sengaja, yang sifatnya menghalangi atau membuat seseorang sulit/tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Sejarah Golput di Indonesia
Istilah golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971. Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI (sekarang TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar. Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar. Arogansi seperti ini dianggap menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat yang memilih. Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih. Artinya, jika coblosan tidak tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.

Terdapat perbedaan fenomena golput pada masa politik di orde baru dan masa politik di era reformasi. Di masa orde baru, ajakan golput dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan politik terhadap arogansi pemerintah/ABRI yang dianggap tidak menjunjung asas demokrasi. Pada era reformasi yang lebih demokratis, pengertian golput merupakan bentuk dari fenomena dalam demokrasi.

Golput Menurut Para ahli
Eep Saefulloh Fatah, mengklasifikasikan golput atas empat golongan.

  • Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti keluarga meninggal, ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.
  • Kedua, golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
  • Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pemilu legislatif/pemilukada akan membawa perubahan dan perbaikan.
  • Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain (dalam Hery M.N. Fathah).

Sedangkan menurut Novel Ali (1999;22) di Indonesia terdapat dua kelompok golput

  • Pertama, adalah kelompok golput awam. Yaitu mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan politik kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja.
  • Kedua, adalah kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada. Atau karena mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang belum ada. dan berbagai alasan lainnya. Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih tinggi dibandingkan golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis politik yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada tingkat evaluasi.


Jadi berdasarkan uraian diatas, secara sederhana golput dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dan sadar untuk menolak memberikan hak suaranya dalam pemilu. Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya karena alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari pendaftaran, otomatis dikeluarkan dari kategori golput.

Disinyalir bahwasanya dari tahun ke tahun angka masyarakat yang tidak memilih atau golput dari pemilu ke pemilu terus meningkat. Oleh karena itu harus ada upaya nyata yang dilakukan untuk meminimalisir angka masyarakat yang tidak memilih dalam pemilu. Karena kualitas pemilu secara tidak langsung juga dilihat dari legitimasi pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat.

Sumber :
http://danderpps.blogspot.com/2012/10/pengertian-golput-dalam-pemilu.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2310207-pengertian-golput/
http://leo4kusuma.blogspot.com/2008/12/tentang-golput-1-pengertian-secara-umum.html

Monday, August 12, 2013

Empat Pilar Kebangsaan ; Undang-Undang Dasar 1945

August 12, 2013 0
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memahami dan mendalami UUD 1945, diperlukan memahami lebih dahulu makna undang-undang dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Tanpa memahami prinsip yang terkandung dalam Pembukaan tersebut tidak mungkin mengadakan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuhnya dan barbagai undang-undang yang menjadi derivatnya.


MAKNA UNDANG-UNDANG DASAR
Beberapa pihak membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-undang dasar. Misal dalam kepustakaan Belanda, di antaranya yang disampaikan oleh L.J. van Apeldoorn, bahwa konstitusi berisi seluruh peraturan-peraturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang berisi prinsip-prinsiup dan norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan, sedang undang-undang dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja. Istilah undang-undang dasar sangat mungkin terjemahan dari grondwet (bahasa Belanda), yang berasal dari kata grond yang bermakna dasar dan wet yang berarti hukum, sehingga grondwet bermakna hukum dasar. Atau mungkin juga dari istilah Grundgesetz yang terdiri dari kata Grund yang bermakna dasar dan Gesetz yang bermakna hukum. Sangat mungkin para founding fathers dalam menyusun rancangan UUD mengikuti pola pikir ini, hal ini terbukti dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan hal sebagai berikut: Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang artinya menetapkan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban warganegara suatu negara, perlin-dungan warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga menentukan tatahubungan dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan wawasan yang dianutnya. Begitu banyak definisi tentang konstitusi, namun dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi adalah:
  • Keseluruhan peraturan-peraturan dasar suatu bangsa, negara atau organisasi politik, body politics, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;
  • Berisi ketentuan-ketentuan yang menetapkan pendistribusian kekuasaan yang berdaulat pada unsur, unit atau lembaga yang terdapat dalam organisasi politik atau negara dimaksud,  secara horizontal dan vertikal dalam kehidupan bersama;
  • Peraturan-peraturan dasar tersebut mengan-dung prinsip-prinsip dan norma-norma yang mendasari kehidupan bersama;
  • Mengatur hak dan kewajiban dari segala unsur yang terlibat dalam kehidupan berma-syarakat dan atau bernegara;
  • Menjamin dan melindungi hak-hak tertentu rakyat atau anggotanya.
Konstitusi modern lahir didorong oleh kesadaran manusia akan kedudukan, hak dan kewajiban manusia sebagai ciptaan Tuhan dalam mengatur tatahubungan bermasyarakat dan bernegara. Para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau memberikan saham yang sangat besar bagi kelahiran konstitusi modern ini. Bersendi dari gagasan para filsuf inilah yang kemudian melahirkan konstitusi modern pertama di Amerika Serikat dan Perancis.

Konstitusi modern bukan hanya merupakan usaha manusia untuk melindungi dirinya dari tindak kesewenang-wenangan antara sesama manusia dan penguasa, tetapi lebih bersifat upaya untuk merealisasikan hak asasi manusia, bagaimana kebebasan individu, dan kesetaraan dalam kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dapat terselenggara dengan sepatutnya. Berkembanglah pertanyaan-pertanyaan seperti:
  • Apakah hak penguasa untuk memerintah rakyat? Seberapa luas hak tersebut?
  • Siapakah yang melimpahkan kekuasaan atau kewenangan untuk memerintah ini?
  • Seberapa jauh kewenangan penguasa untuk mengatur segala segi kehidupan rakyatnya?
  • Dan sebagainya.


MAKNA PEMBUKAAN SUATU UNDANG-UNDANG DASAR
Salah satu bagian yang penting dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah Pembukaannya, yang biasa disebut juga dengan istilah Preambule atau Mukaddimah. Dalam Pembukaan suatu UUD atau Konstitusi terkandung prinsip atau pandangan filsafat yang menjadi dasar perumusan pasal-pasal Batang Tubuh Konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Berikut disampaikan perbandingan antara Preamble Konstitusi Amerika Serikat dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

a. Konstitusi Amerika Serikat
Rumusan Preamble Konstitusi Amerika adalah sebagai berikut:
We the People of the United States, in Order to form a more perfect Union, establish Justice, insure domestic Tranquility, provIde for the common defence, promote the general Welfare,  and secure the Blessing of Liberty to ourselves and our Posterity, do ordain and establish this CONSTITUTION for the United States of America.” 

Untuk lebih memahami isi Preamble Konstitusi Amerika Serikat ini perlu kita fahami pandangan filsafat yang terdapat dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat  yang terdapat dalam alinea pertama yang rumusannya adalah sebagai berikut:
We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain analienable Rights, that among these are Life, Liberty, and the pursuit of Happiness. – That to secure these rights, Government are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed.”

Dari alinea pertama Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, dan dari Preamble Konstitusi Amerika Serikat dapat kita temukan prinsip-prinsip dan konsep dasar yang dijadikan landasan penyelenggaraan Negara Amerika Serikat. Prinsip dan konsep dasar tersebut adalah sebagai berikut:
  • Bangsa Amerika mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang setara, dan mengaruniai hak-hak tertentu yang tidak dapat diambil oleh siapapun juga. Hak-hak tersebut di antaranya adalah hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan.
  • Sumber kekuasaan pemerintahan berasal dari rakyat yang diperintah. Kekuasaan diterapkan berdasar persetujuan yang diperintah. Inilah prinsip pemerintahan demokrasi yakni just powers from the consent of the governed, seperti yang diungkapkan oleh Abraham Lincoln (1809 – 1865) presiden Amerika Serikat yang ke-16, yang menyata-kan “government from the people, by the people and for the people.”
  • Konstitusi yang disusun tersebut diharapkan dapat mewujudkan (a) more perfect union – persatuan yang lebih sempurna, (b) justice – keadilan, (c) tranquility – ketenangan, (d) common defence – pertahanan bersama, (e) general welfare – kesejahteraan umum, dan merealisasikan liberty – kebebasan. Sejak awal dan sampai kini tidak berubah, bangsa Amerika Serikat menginginkan terwujudnya kesatuan, keadilan, ketenangan, keamanan dan terealisasikannya kebebasan dalam kehidupan bernegara. Prinsip-prinsip inilah yang dapat kita amati praktek kehidupan kenegaraan di Amerika Serikat.

b. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Marilah kita bandingkan Pembukaan UUD 1945 dengan Preamble Konstitusi Amerika Serikat. Ada baiknya bila kita fahami dahulu prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk itu marilah kita cermati rumusan Pembukaan UUD 1945 dimaksud :
  1. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
  2. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
  3. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
  4. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi  dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab,  Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Marilah kita mencoba untuk memahami prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD ini.

1. Sumber Kekuasaan
  • Di alinea ketiga disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena mendapat rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh rakyat Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur kehidupan kenegaraan bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Namun di sisi lain, pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . . . “
  • Dari frase-frase terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua sumber kekuasaan yang diametral.
  • Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersumber dari dua sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru bagaimana meng-integrasikan dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak terjadi kontroversi.

2. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan seksama akan nampak bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase yang berisi muatan hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa rumusan yang menggambarkan tentang kepedulian para founding fathers tentang hak asasi manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
  • Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk “menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas,”salah satu hak asasi manusia yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
  • Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi manusia. Hak kebebasan dan mengejar kebahagiaan diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
  • Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.

Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa pasal dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia. Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan perubahan UUD.

3. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea ke-empat  yang menyatakan:” maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab,  Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Frase ini menggambarkan sistem pemerintahan demokrasi.

Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi. Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam menemukan sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut “demokrasi terpimpin,” suatu ketika “demokrasi Pancasila,” ketika lain  berorientrasi pada faham liberalisme.

4. Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan
Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah individu atau orang, berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa konstitusinya adalah untuk mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak istilah bangsa diungkap dalam Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan jelas bahwa maksud didirikannya Negara Republik Indonesia yang utama adalah untuk melayani kepentingan bangsa dan kepentingan bersama. Hal ini dapat ditemukan dalam frase sebagai berikut:
  • Misi Negara di antaranya  adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” bukan untuk melindungi masing-masing individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan individu diabaikan.
  • Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;”suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia.” Sekali lagi dalam rumusan tersebut tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.

Dari uraian yang disampaikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasalnya mengandung prinsip-prinsip yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
  • Mendudukkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, wajib bersyukur atas segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga merupakan hal yang benar apabila manusia berterima kasih atas kasih sayangNya, tunduk pada segala perintahNya dan mengagungkan akan kebesaranNya.
  • Manusia memandang manusia yang lain dalam kesetaraan dan didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan. Manusia diakui akan hak-haknya, diakui perbe-daannya, namun diperlakukan dalam koridor hakikat yang sama. Keanekaragaman individu ditempatkan dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika. Pengakuan  keanekaragaman adalah untuk merealisasikan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yakni untuk menciptakan kebaikan, kelestarian dan keharmonian dunia.
  • Manusia yang menempati puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke, dan dari pulau Miangas sampai pulau Rote membentuk suatu kesatuan geographical politics, memiliki sejarah hidup yang sama, sehingga terbentuk karakter yang sama, memiliki cita-cita yang sama, merupakan suatu bangsa yang disebut Indonesia yang memiliki jatidiri sebagai pembeda dengan bangsa yang lain. Jatidiri tersebut tiada lain adalah Pancasila yang menjadi acuan bagi warga-bangsa dalam bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi berbagai tantangan dalam berbangsa dan bernegara.
  • Bangsa Indonesia dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi bersama, memilih cara yang disebut “musyawarah untuk mencapai mufakat,” suatu cara menghormati kedaulatan setiap unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama. Hal ini yang merupakan dambaan bagi setiap manusia dalam hidup bersama.
  • Manusia dalam kehidupan bersama bercita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan. Bagi bangsa Indonesia cita-cita tersebut adalah kesejahteraan bersama, kemakmuran bersama. Tiada akan ada artinya terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran pribadi tanpa terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Apabila prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila ini diterapkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa  dan bernegara sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan, maka akan tercipta suasana kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang, sehingga akan terasa suasana nyaman, nikmat dan adil.


Selaras atau harmoni menggambarkan suatu situasi yang tertib, teratur, damai, tenteram dan sejahtera bahagia. Hal ini disebabkan oleh karena masing-masing unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama memahami dengan sungguh-sungguh kedudukan, hak dan kewajiban serta perannya dalam kehidupan bersama sesuai dengan kodrat dan sifat alami yang dikaruniakan oleh Tuhan. Apa yang dikerjakan tiada lain adalah semata-mata demi kemaslahatan ummat manusia dan alam semesta. Situasi semacam ini yang akan mengantar manusia dalam situasi kenikmatan duniawi dan ukhrowi.

Sumber : http://lppkb.wordpress.com/2011/06/22/empat-pilar-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara/