Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Bahan Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Bahan Kuliah. Show all posts

Tuesday, December 4, 2018

Hubungan Antara Ilmu Administrasi Negara Dengan Disiplin Ilmu Lain

December 04, 2018 3
Administrasi Negara selalu berada dalam lingkungan sosial, ia selalu ada di tengah-tengah masyarakat dan bersifat universal, dan telah berlangsung sejak adanya peradaban umat manusia. Walaupun berlangsung sejak jaman dahulu, namun wajah modernnya sudah nampak pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20, dan bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, administrasi negara tergolong ilmu yang masih baru.

Lahirnya ilmu ini tidak bias lepas dari tuntutan akan kebutuhan hidup manusia yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Dari waktu ke waktu masyarakat terus berkembang, sehingga banyak menimbulkan persoalan-persoalan di masyarakat yang menuntut pemecahan secara komperhensif. Untuk menghadapi situasi seperti itu tidak ada satupun ilmu atau disiplin ilmu yang mengklaim dirinya mampu memecahkan segala persoalan yang ada di masyarakat tanpa melibatkan atau bantuan dari disiplin ilmu yang lain. Dengan kata lain pemecahan masalah-masalah sosial memerlukan sumbangan dari berbagai macam bidang keilmuan. Pandangan ini juga berlaku bagi ilmu nadministrasi negara yang tidak hanya pada tahap penyelesaian masalah social, akan tetapi justru perkembangan administrasi negara sangat ditopang oleh ilmu yang lainnya, terutama oleh ilmu politik yang telah begitu banyak memberikan kontribusinya.


1. Hubungan Administrasi Dengan Ilmu Sejarah
Walaupun kita tahu bahwa sejarah tidak akan terulang kembali, namun dengan menggunakan secara seksama fakta sejarah, akan kita dapatkan perhatian yang lebih tepat mengenai fakta yang kini ada. Dengan ilmu sejarah akan membantu kita dalam memberikan perspektif masa depan. Sebab apa yang telah dilakukan oleh administrasi negara di masa lampau hanya dapat kita ketahui melalui sejarah, sehingga kita dapat melacak jejak administrasi Negara dari jaman kuno sampai abad modern ini.

Menurut Waldo, dengan mengutip pendapat dari Harvey C. Mansfied, terdapat 3 (tiga) kegunaan dari analisis sejarah yakni:
  • Dengan ilmu sejarah akan memberikan observasi filosofis yang menekankan pada hal-hal yang tidak bersifat konkrit, dengan demikian akan dapat diungkapkan keajegan administrasi negara. 
  • Dengan ilmu sejarah akan memberikan teknik analisis atau teknik pemecahan masalah yang akan menunjukkan bagaimana proses administrasi berlangsung bersama-sama dengan aspek kehidupan masyarakat lainnya, sehingga dapat dipertanyakan apakah proses semacam itu dapat diterapkan dalam bidang yang sama di masa kini. 
  • Dengan ilmu sejarah akan dapat memberikan teknik administrasi, yang menunjukkan bahwa apabila hendak memperoleh hasil yang sama dengan apa yang dicapai pada masa yang lampau, maka haruslah menggunakan alat yang sama, bila perlu dengan beberapa penyesuaian. 
Demikianlah, dengan bantuan ilmu sejarah kita akan dapat mengenal administrasi negara yang pernah berlangsung pada jaman mesir kuno, cina, yunani, romawi, dan lain sebagainya.


2. Hubungan Administrasi Dengan Antropologi Budaya
Fref W. Riggs memandang bahwa antropologi budaya itu sebagai pelengkap dari ilmu sejarah. Jika ilmu sejarah bertolak dari sifat kronologis, maka antropologi budaya berangkat dari sifat yang lekat dengan aspek geografis. Makna yang tertangkap dari studi antropologi disini adalah besarnya pengaruh lingkungan, sehingga tidak dapat dihindari bahwa administrasi negara dalam pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.

Seperti kita ketahui bahwa perbedaan kebudayaan ada di dalam bangsa, juga antar bangsa. Disini terdapat perbedaan dalam asas penilaian, sikap-sikap dan norma-norma dalam penerimaan perilaku. Jadi disini sangat penting untuk mengetahui lingkungan tempat administrasi negara itu berlangsung, sebab keberhasilan penerapan administrasi negara disuatu negara tertentu belum tentu berhasil bila diterapkan di negara lain.


3. Hubungan Administrasi Dengan Sosiologi
Hubungan administrasi negara dengan sosiologi dapat dengan mudah dilihat dari kenyataan bahwa administrasi negara selalu berlangsung dalam suatu lingkungan sosial. Selo Sumarjan, menyatakan bahwa sosiologi mempelajari kehidupan bersama, yag setiap seginya mengandung unsur-unsur sosial yang sama. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah: norma-norma atau kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok sosial dan lapisan sosial. Dalam hal ini sosiologi mempelajari manusia dalam hubungannya dengan sesamanya yang berkaitan dengan interaksi sosial, status sosial, stratifikasi sosial serta perubahan sosial.

Menurut para ahli, sosiologi telah banyak memberikan sumbangan untuk perkembangan teori administrasi melalui studinya tentang perilaku kelompok dalam organisasi. Dalam konsep-konsep administrasi dikenal dinamika kelompok, teori organisasi formal, birokrasi, wewenang, komunikasi, kekuasaan dan konflik, yang kesemuanya merupakan masukan yang berharga dari konsep-konsep sosiologi. Misalnya konsep birokrasi, yang merupakan telaahan bidang sosiologi yang juga merupakan konsep telahaan bidang administrasi, yang mana konsep tersebut ditransfer serta dikembangkan berdasarkan teori, metode, pengertian dan analisis ilmu administrasi negara.


4. Hubungan Administrasi Dengan Psikologi
Pendekatan psikologi sangat membantu dalam perkembangan ilmu administrasi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari untuk mengukur, menerangkan dan kadang-kadang mengubah perilaku manusia atau makhluk-makhluk lain. Administrasi sebagai proses kegiatan dan tindakan dalam kerja sama dari kelompok orang-orang dalam mencapai tujuan, juga dipengaruhi oleh tingkah laku sosial (social behavior). Perilaku individu yang melaksanakan pekerjaan akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai, meskipun tujuannya telah direncanakan sebelumnya akan tetapi bila tingkah laku manusia atau orang yang melaksanakan kerja sama tidak baik, maka hasil atau tujuan yang akan dicapai tidak akan optimal seperti yang diharapkan.

Secara khusus dapat dikemukakan hubungan antara administrasi dengan psikologi sosial. Psikologi sosial mempelajari perilaku hubungan antar individu (interpersonal behavior) atau perilaku hubungan antara manusia (human behavior). Psikologi sosial mencoba menerangkan bagaimana dan mengapa individu berperilaku seperti yang mereka lakukan dalam kegiatan kelompok atau organisasi. Jadi disini perilaku sosial, hubungan antar manusia atau antar individu ataupun hubungan sosial adalah merupakan aspek yang sangat penting dalam administrasi.


5. Hubungan Administrasi Dengan Ilmu Hukum
Ilmu hukum yang mempelajari norma-norma dan kaidah-kaidah hidup di masyarakat memberikan masukan yang sangat besar dalam perkembangan administrasi. Sebab kelangsungan hidup yang teratur serta perkembanga yang dinamis dari administrasi hanya dapat dijamin apabila para anggota organisasi menaati segala peraturan-peraturan organisasi.

Perumusan peraturan organisasi merupakan konsep yang diambil dari ilmu hukum. Disamping itu prosedur administrasi (khusus administrasi negara) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu yang mempererat hubungan antara administrasi dengan ilmu hukum adalah dalam disiplin ilmu hukum administrasi negara.


6. Hubungan Administrasi Dengan Ilmu Ekonomi
Antara ilmu administrasi dengan ilmu ekonomi juga mempunyai hubungan yang sangat erat, saling melengkapi dan bahkan juga kadang-kadang saling tumpeng tindih antara yang satu dengan yang lainnya. Dilihat dari prinsip ekonomi dan prinsip administrasi, maka keduanya sama, yakni berkiatan dengan masalah efisiensi dan efektivitas. Administrasi bisa menjadi alat ekonomi untuk mencapai sasaran yang diinginkan, demikian sebaliknya ekonomi dapat digunakan sebagai alat administrasi dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Hal yang mempererat hubungan antara administrasi ddengan ekonomi adalah penelaahan terhadap lembaga-lembaga ekonomi atau organisasi-organisasi perusahaan seperti Firma, PT, CV, Perum, Perjan. Kemudian, keuangan negara, pengangguran, administrasi fiskal adalah merupakan telaahan ilmu ekonomi dan juga administrasi. Dalam bidang ini antara administrasi dengan ekonomi saling mengisi, saling melengkapi dan saling membantu. Anggaran merupakan alat untuk mengendalikan administrasi yang utama, tetapi juga merupakan faktor utama dalam pengendalian sistem ekonomi.


7. Hubungan Administrasi Dengan Ilmu Politik
Administrasi negara adalah salah satu bagian dari administrasi umum, yang merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial, yang mana administrasi negara mempunyai kaitan erat sekali dengan kelompok ilmu sosial seperti: ekonomi, sosial, antropologi, psikologi, dan ilmu politik. Disamping itu administrasi negara adalah bagian dari proses politik, dimana administrasi dalam pemerintahan berhubungan dengan kehendak golongan atau partai politik dan dengan program-program politiknya, dan ikut serta menentukan metode-metodenya bagaimana kebijaksanaan negara dapat diselenggarakan.

Pembahasan mengenai hubungan administrasi negara dengan cabang ilmu politik merupakan pembahasan yang paling menarik diantara hubungannya dengan disiplin ilmu yang lainnya. Mengenai hubungannya dengan ilmu politik, ada dua pendapat yang berbeda. Pendapat yang pertama memandang bahwa administrasi negara merupakan bagian dari ilmu politik (anak dari ilmu politik). Pendapat yang kedua mengatakan administrasi negara merupakan ilmu yang berdiri sendiri. Apa yang dikemukakan oleh kelompok pertama meletakkan administrasi negara sebagai pelaksana bagi politik. Sedangkan kelompok yang kedua menunjukkan perlawanan terhadap kelompok pertama.

Gerald E Caiden menyatakan terdapat proses penghapusan warna-warna politik dari administrasi negara. Sementara itu Frank J. Goodnow mengungkapkan mengenai hubungan administrasi negara dengan ilmu politik, yakni: politik berkaitan dengan kebijaksanaan atau ekspresi dari kehendak negara, sedangkan administrasi berkaitan dengan pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut. Selaras dengan pendapat tersebut diatas, Leonard D. White, berpendapat bahwa apabila politik berakhir, mulailah administrasi. Kedua pendapat ini pada dasarnya mencerminkan pemisahan administrasi negara dari ilmu politik.

Bila melihat proses pemerintahan pada umumnya ada dua tahapan, tahapan pertama menentukan garis-garis kebijaksanaan yang dianut oleh pemerintah untuk periode mendatang. Pada tahap ini rakyat secara formal diberikan kesempatan untuk ikut menentukan garis-garis kebijaksanaan yang akan ditempuh. Keikutsertaan masyarakat biasanya diberikan secara periodik yakni bertepatan dengan pelaksanaan pemilihan umum, walaupun aspirasinya disampaikan secara tidak langsung melalui wakil-wakilnya yang duduk di badan perwakilan rakyat. Sedangkan dalam tahapan kedua, itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab administrasi negara.

Walaupun adanya pemisahan antara fungsi politik dengan administrasi, namun dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan, serta tidak ada benang merah yang menjadi pembatas. Antara keduanya terangkaim suatu jalinan sulit dipisahkan. Suatu kebijaksanaan publik yang dirumuskan oleh politik tidak akan mampu menyajikan perbaikan selama tidak memperoleh masukan dari administrasi. Misalnya ada keputusan politik untuk mengambil kebijaksanaan menaikkan harga bahan bakar minyak, kebijaksanaan ini dirumuskan setelah administrasi menyajikan pelbagai pertimbangan yang membimbing tercapainya kesimpulan, bahwa program-proram pembangunan tidak akan sampai ke tujuan, kecuali dengan mengurangi subsidi yang telah dilimpahkan kepada sektor bahan bakar minyak.

Dari uraian tersebut diatas jelaslah bahwa administrasi negara dengan politik mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan diantara keduanya tidak ada pemisahan yang tegas.


Sumber: Diktat Ajar, I Ketut Suardita, SH. MH.


Monday, December 3, 2018

Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Negara/Publik

December 03, 2018 2

Bahwa perkembangan administrasi negara dalam kehidupan masyarakat dewasa ini tidak terlepas dari faktor kesejarahan. Sebab apa yang dicapai admininstrasi negara sekarang ini merupakan hasil dari rangkaian perjalanan sejarah yang panjang dari administrasi negara sebagai gejala sosial.  Sebagai suatu fenomena sosial yang bersifat universal, administrasi negara hadir ditengah-tengah masyarakat seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri.

Seperti kita ketahui bahwa sejarah tidak mungkin akan terulang kembali, namun dengan mempelajari sejarah kita akan dapat melacak segala kejadian atau peristiwa yang parnah terjadi dimasa silam. Dengan bukti-bukti yang ditemukan akan diketahui apa dan bagaimana sesuatu itu pernah terjadi ataupun berlangsung ditengah-tengah kehidupan masyarakat, dalam hal ini terutama yang berkaitan dengan administrasi negara.

Berdasarkan perjalanan sejarah, perkembangan administrasi negara dapat dipelajari dari model administrasi negara sebagai berikut:


1. Mesir kuno
Berdasarkan penelitian sejarah bahwa Mesir dikatakan negara yang paling tua yang memiliki administrasi birokrasi. Administrasi negara di Mesir diperkirakan telah berlangsung sejak tahun 1300 SM, yang mana masyarakat mesir telah mengenal adanya sistem administrasi sekalipun hanya sebagian kecil yang ditemukan pada dinding Mesir, diantaranya yaitu seperti apa yang dititahkan oleh Ramses III adalah “Demi Tuhan aku telah buat dekrit besar mengenai administrasi kuil-mu” dan sebagai pengunci titahnya dikatakan bahwa “Aku perlakukan para budak belian sebagai penjaga dari administrasi terusan dan penjaga dari lading-ladang gandum, demi engkau Tuhan Re”

Seperti apa yang dikatakan oleh Max Weber bahwa Mesir adalah negara yang paling tua yang memiliki administrasi birokrasi modern, walaupun kala itu berkisar masalah pengairan dengan pemanfaatan aliran sungai nil dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat dibidang pertanian yang bertumpu pada sistem ekonomi swasembada.

Menurut Michael Rostovtzeff yang selama bertahun-tahun membahas mesir mengatakan bahwa pada jaman Fir`aun, organisasi dan ekonomi yang tegas benar-benar khas jika dibandingkan dengan bangsa beradab lainnya, hal ini dapat dilihat pada dinasti keempat, kesebelas dan kedelapan belas. Yang menegaskan adanya keorganisasian yang ketat terhadap usaha ekonomi dari seluruh penduduk untuk menjamin setiap warga masyarakat secara keseluruhan memperoleh kemungkinan yang amat terbuka guna mengejar tingkat kemakmuran.

Disisi lain Ptolemius menganggap sebagai miliknya sendiri ia menganggap dengan cara seperti inilah Mesir dapat diperintah.  Akibatnya sistem kepegawaian dan administrasi Mesir kuno disempurnakan, disistematiskan serta dikonsentrasikan ke tangan-tangan penguasa baru dalam membantu birokrasinya.  Dari apa yang berlaku di Mesir kuno telah dirasakan pentingnya seni dalam penyusunan dan perencanaan program. 


2. Cina kuno
Dalam prakteknya administrasi negara di Cina sangat dipengaruhi dan diberi semangat oleh doktrin “Confusius” yang salah satu diantaranya menyatakan bahwa perlunya penyelenggara rumah tangga pemerintahan yang baik serta perlunya melakukan seleksi pegawai pemerintahan yang cakap dan jujur. Apabila kita membahas mengenai ajaran dari confisius, kebanyakan yang ditampilkan adalah ajaran-ajaran yang berkaitan dengan masalah kode etik, yang mana masalah pemerintahan sebenarnya merupakan pusat dari filosofis confusius dan merupakan titik sentral dari budaya cina kuno.

Dari beberapa karya dari confusius yang paling berharga adalah minatnya metode-metode yang jaman sekarang dikenal dengan istilah administrasi dan manejemen. Misalnya “Micius” atau “Mo-ti” yang ditulis pada tahun 500 SM dianggap sebagai pedoman bagi pemerintahan dan administrasi di Cina yang tetap dipatuhi selama kurang lebih enam ratus tahun.  Pedoman ini terkenal dengan nama “konstitusi Chow” yang mengandung aturan bagi perdana Mentri dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Adapun yang paling menonjol pada masa Cina kuno adalah keberhasilannya menciptakan sistem administrasi kepegawaian yang baik sehingga banyak prinsif administrasi kepegawaian modern yang meminjam dari prinsip-prinsip administrasi kepegawaian Cina kuno, seperti istilah “merit system”.


3. Yunani kuno
Di Yunani, administrasi negara mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari bukti-bukti histories yang menunjukan bahwa banyak sarjana-sarjana maupun pemimpin yunani seperti Aristoteles yang sangat antusias menerangkan serta mempergunakan bentuk pemerintahan yang didukung oleh rakyat serta konsepsi negara demokrasi.

Disamping itu banyak ahli piker yang ada pada waktu itu yang banyak membahas masalah ketatanegaraan seperti misalnya Socrates, Plato, Aristoteles, Nichomacides, dan lain sebagainya.


4. Romawi kuno
Berbeda dengan di yunani di romawi administrasi negara dipandang lebih realistis serta lebih mempunyai warna metodologis. Walaupun demikian antara administrasi negara di roma dengan di yunani banyak memiliki kesamaan, walaupun bangsa romawi tidak begitu merinci mengenai administrasi nrgaranya, namun hal tersebut tidak mengecilkan kenyataan bahwa administrasi negara juga berkembang di romawi.

Salah seorang tokoh yang terkenal yaitu Marcus Tullius Cicero seorang ahli hukum dan negarawan pada masa pemerintahan kaisar Julius Caesar dan Aurelius Casiodorus seorang senator dan penasehat raja. Hal yang menarik dari Cicero adalah seperti apa yang dituangkan dalam De Officiis, yakni “Mereka yang telah dianugrahi kemampuan untuk mengadministrasikan urusan-urusan publik seharusnya menepikan rasa kebencian, dan sebagai gantinya senantiasa memberikan arahan dalam kegiatan pemerintahan.

Bagi mereka yang berminat untuk melibatkan diri dengan urusan-urusan publik senantiasa memperhatikan petunjuk Plato yakni:  pertama, mengembangkan orientasi apa yang terbaik bagi rakyat dengan cara mengendapkan kepentingan pribadi. Kedua, senantiasa menjamin  kemakmuran keseluruhan lembaga politik dan tidak hanya melayani kepentingan satu partai dengan merugikan pihak lain.


5. Abad pertengahan
Pada abad pertengahan gereja memegang peranan yang cukup besar, karena gereja-gereja pada waktu itu ikut mewarnai upaya untuk megembangkan sistem administrasi. Disamping itu juga masyarakat gereja ini dapat memainkan peranan yang cukup efektif, jika tersusun dalam suatu struktur institusional.

Calvin memandang perlunya gereja memiliki kepemimpinan yang kuat dan berdaya guna.  Calvin menyodorkan pemikiran mengenai bangun administrasi dimana perumusan kebijaksanaan diserahkan kepada pimpinan, sedang pengesahan atau penolakan dilakukan oleh pemeluknya.


6. Prusia-Austria
Pada zaman ini dikenal dengan periode kameralis, yakni sekelompok professor dan ahli administrasi negara Jerman dan Austria yang berjaya pada kurun waktu 1550-1700-an. Periode kameralis terjadi pada masa pemerintahan William I dari Prusia (1713-1740) dan maria Theresia dari Austria (1740 – 1780). 

Pada umumnya kaum kameralis diidentikan dengan kaum markantelis di Inggris dan kaum fisiokrat di Perancis. Dimana pada masa itu lebih memusatkan perhatiannya pada kekuatan pisik negara, disamping itu juga memberikan perhatian yang cukup besar dibidang ekonomi serta mengadakan pembaharuan mengenai masalah perpajakan. Adapun tokoh yang terkenal yaitu Melchoir Von Osse dan Georg Zincke, yang mana mereka banyak melaksanakan program latihan bagi para administrator. Yang mana semua itu tiada lain ditujukan dalam rangka memberikan pelayanan publik.


7. Amerika Serikat
Seperti kita ketahui bahwa Amerika Serikat sebelum tahun 1776 merupakan koloni Inggris, sehingga kebijaksanaaan yang berlaku sangat tergantung dari kebijaksanaan dari Inggris, yang justru menyebabkan banyak ketimpangan yang terjadi karena perbedaan pandangan, sehingga menyebabkan berbagai problema, karena kebijaksanaan yang dianggap baik yang diterapkan oleh negara induknya belum tentu cocok untuk diterapkan di daerah koloni yang pada akhirnya akan mempengaruhi terjadinya pemisahan negara tersebut dari induknya. Setelah mencapai kemerdekaannya Amerika Serikat dihadapkan pada tugas untuk menentukan dan menyusun sistem administrasi dan pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri Namun sayangnya Undang-Undang konfederasinya secara fungsional hanya mempunyai dampak kecil dalam memperbaiki system administrasi Amerika Serikat.

Pada tahun 1813 Alexis de Tocqueville, seorang pengamat politik menerangkan bagaimana administrasi diselenggarakan di Amerika, yang mana beliau telah mempelajari sistem administrasi dalam konteks demokrasi. Dan sabagai hasil dari pengamatannya mengungkapkan bahwa para administrator disana belum mempunyai pengetahuan yang cukup dibidang administrasi. Oleh karena itu pada awal berdirinya negara Amrika tampak adanya keprihatinan yang umum berkaitan dengan aspek administrasi negara.

Karena jumlah penduduk semakin lama semakin bertambah seiring dengan penambahan unit-unit pemerintahan yang baru, sehingga masalah penyelenggaraan negara semakin komplek. Adalah Thomas Jefferson, dengan gagasan-gagasan agrarisnya dan falsafahnya tentang pemerintahan dan sentralisai administrasi serta pandanganya mengenai hubungan negara bagian dengan pemerintahan nasional yang mempelopori pendekatan Amerika terhadap administrasi negara.

Disamping itu juga paham dari Jackson pada tahun 1800-an juga besar pengaruhnya terhadap sikap administrasi pemerintahan, terutama mengenai masalah penempatan orang dalam jabatan-jabatan publik, yang terkenal dengan patronage system, yaitu suatu sistem yang meletakkan orang-orang dari pertain politik dalam jabatan-jabatan administrasi pemerintahan. Sistem ini sangat mewarnai administrasi AS pada waktu itu.

Waldo menyatakan bahwa filsafat demokrasi dari Jefferson-Jackson cendrung mendorong untuk mencurigai peranan pemerintah. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwasanya pemerintah tidak boleh terlalu banyak mencampuri urusan perseorangan, tetapi sebaliknya pemerintah harus memberikan peranan yang besar pada perorangan dalam menentukan kegiatan kolektifnya.

Sejak revolusi Amerika, ada tiga perubahan pokok yang mempengaruhi administrasi negaranya, yaitu: (i) Terdapatnya dua sistem kepartaian, (ii) Invasi yang luas yang oleh partai-partai politik terhadap urusan-urusan administrasi pemerintahan, (iii) Terdapatnya usaha untuk menggalakkan spesialisasi, diversifikasi dan  profesionalisasi di semua jabatan. Ketiga perubahan tersebut dapat dikatakan sebagai karakteristik yang mewarnai administrasi negara AS sampai sekarang.


8. Indonesia
Perkembangan administrasi di Indonesia belum banyak penulis yang mengemukakannya. Salah satu diantaranya adalah tulisan yang ditulis oleh Bintoro Tjokroamidjojo dalam bukunya Research di Indonesia 1945-1965, menggambarkan perkembangan administrasi tersebut. Sebelum tahun 1945 ketika Indonesia masih dijajah maka disaat itu administrasi negaranya adalah administrasi dari negara yang menjajahnya. Dimana bangsa Indonesia tidak diberi kesempatan untuk ikut terlibat dalam praktek administrasi, sehingga tidak ada pengalaman sama sekali mengenai praktek ilmu administrasi negara. Disamping itu, sifat administrasi negara ketika itu sama dengan sifat ilmu yang mendapat pengaruh dari daratan Eropa, sehingga konsep kontinentalnya sangat kental yang memberikan pengaruh yang cukup besar sehingga mengganggap pendidikan hokum sebagai persiapan utama dan malah satu-satunya syarat untukmembentuk seseorang administrator, sehingga corak administasi negara saat itu sangat legalistic dan normative yang pada gilirannya menumbuhkan suatu birokrasi yang steril.

Baru setelah Indonesia merdeka, sistem administrasi negara ditangan bangsa sendiri. Kesempatan ini terbuka luas bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kekosongan jabatan-jabatan negara. Namun karena bangsa Indonesia tidak mempunyai pengalaman tentang administrasi negara ditambah dengan situasi perang karena Belanda ingin kembali ke Indonesia, sehingga penyelenggaraan administrasi negara masih kurang efisien, karena paa administrator yang menempati posisi-posisi administrasi tanpa dibekali pengetahuan yang cukup mengenai administrasi negara.  Pada waktu itu dirasakan perlunya memperkenalkan pendidikan administrasi negara kepada para administrator yang sangat kurang akan pengalaman tersebut.

Lembaga pendidikan yang pertama mengembangkan ilmu pemerintahan adalah Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.  Pada Fakultas Hukum dan Sosial politik, saat itu dalam kurikulumnya dikembangkan mata kuliah Ilmu Pemerintahan. Dan untuk perkembangan selanjutnya telah banyak terdapat lembaga pendidikan yang secara khusus mengenai administrasi negara seperti APDN, IIP, dsb.

Pada tahun 1954 pemerintah mendatangkan perutusan dari Amerika Serikat untuk mengadakan penelitian mengenai administrasi kepegawaian, yang diketuai oleh Edward H. Litchfield dengan dibantu oleh Alan C. Rankin. Setelah mengadakan penelitian di seluruh Indonesia, akhirnya merumuskan suatu saran kepada pemerintah Indonesia yang diberi judul “Training Administration on Indonesia”, banyak saran yang diberikan, salah satunya adalah perlunya didirikan lembaga pendidikan administrasi yang nantinya dapat dipergunakan mendidk pegawai-pegawai serta para administrator pemerintah.

Selanjutnya pada tahun 1956, diadakan kerja sama dengan tim dari Universitas Indianna (USA).  Maka setelah itu pada tahun 1957 didirikannya Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta yang dipmpin oleh Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo. Dengan berdirinya Lembaga Administrasi Negara ini, administrasi mulai dikembangakan pada belbagai bidang lapangan studi.

Disamping itu banyak pula tenaga ahli yang dikirim ke Amerika serikat untuk mendalami Administrasi, baik dalam bidang administrasi negara maupun dalam bidang administrasi niaga. Maka saat itu perkembangan administrasi negara telah terencana dan terarah. Dan untuk selanjutnya tidak lagi dikembangkan sifat legalistiknya melainkan lebih bersifat modern yang banyak dikembangkan di AS, yakni bersifat praktis dan pragmatis. Yang mana aspek administrasinya tidak lagi terbatas pada pengetahuan hukum saja, melainkan berwawasan agak luas yang meliputi berbagai pengaruh dari ilmu sosial maupun non sosial.



Sumber: Diktat Ajar, I Ketut Suardita, SH. MH.

Sekilas Pengetahuan dan Pengertian Tentang Ilmu Administrasi Negara/Publik

December 03, 2018 1
Administrasi Menurut Bahasa
Administrasi dalam bahasa Inggris adalah “administration” yang terdiri yang artinya mengurus, namun tidak jelas maknanya apakah mengurus orang atau benda. Selain dalam bahasa Inggris ada juga dalam bahasa Belanda yaitu “administratie” yang artinya catat-mencatat, inipun masih sangat sederhana karena berkaitan dengan masalah surat-menyurat saja. Kemudian, dalam bahasa Latin administrasi terdiri dari dua suku kata yaitu “ad” yang artinya intensif dan “ministrare” yang artinya melayani, secara etimologi berarti melayani secara intensif.

Sementara itu, administrasi di Indonesia sering diistilahkan dengan “tata usaha” yaitu pekerjaan yang berkaitan dengan tulis-menulis, surat menyurat ataupun pekerjaan yang bersifat “clerical work”, hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah kolonial yang tidak memberikan jabatan pada orang pribumi untuk menduduki jabatan administratif.

Administrasi Dalam Arti Luas
Ilmu administrasi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses dinamika kerjasama manusia. Administrasi dalam arti luas merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam kerangka kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Administrasi merupakan sesuatu yang bersipat universal jadi ia ada dan berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri, hal itu disebabkan karena administrasi dapat dijumpai pada setiap aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik, dsb). Karena begitu luasnya bidang administrasi sampai-sampai seorang Robert Prethus mengatakan bahwa tidak ada ilmu sosial yang lebih luas cakupanya dibandingkan dengan ilmu administrasi.

Administrasi merupakan salah satu sarana untuk melayani kebutuhan manusia. Administrasi yang baik adalah administrasi yang didasarkan asas-asas yang berlaku secara umum, sehingga dapat diterima semua pihak baik dari dalam organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi tersebut. Dengan administrasi manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan hidupnya yang lebih baik, karena ilmu administrasi adalah ilmu yang mempelajari proses kegiatan manusia yang dilakukan secara kerja sama. 

Kalau kita amati apa yang kita pakai sekarang atau segala benda yang ada dirumah kita hampir semuanya hasil dari pembelian, karena kita tidak membuatnya sendiri. Ini membuktikan bahwa banyak kebutuhan hidup manusia diperoleh melalui kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan orang lain.dengan kata lain manusia memerlukan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
  • Menurut Sondang P. Siagian, administrasi dikatakan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
  • Menurut Luther Gulick, dalam bukunya Paper on The Science of Administration mengemukakan bahwa administrasi bertalian degan pelaksanaan kerja, dengan pencapaian tujuan-ujuan yang telah ditentukan.
  • William H. Newman dalam bukunya Administrative Action The techniques of Organization and Management menyebutkan bahwa administrasi adalah pembimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha suatu kelompok orang-orang kearah pencapaian tujuan bersama.
  • Menurut Waldo, administrasi adalah kegiatan kerja sama secara rasional, yakni rasionalitas susunan dan proses organisasi dalam hubungan kewenangan yang tersusun secara hirarkis.
  • Leonard D White dalam bukunya Introduction to the Study of Public Administration menyatakan bahwa Administrasi adalah suatu proses yang umum dalam semua usaha-usaha kelompok baik dalam usaha umum atau pribadi, maupun sipil atau militer dengan secara besar-besaran ataupun kecil-kecilan.
  • Sedangkan menurut The Liang Gie, administrasi adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut diatas dapat diperoleh tiga hal penting yaitu:
    • Pertama, bahwa kegiatan itu melibatkan dua orang atau lebih.
    • Kedua, adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama.
    • Ketiga, ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Administrasi Dalam Arti Sempit
Dalam arti yang sempit administrasi diidentikan dengan istilah Tata Usaha, yaitu suatu pekerjaan yang sifatnya mengatur segala sesuatu pekerjaan yang berhubungan dengan tulis-menulis, catat-mencatat, surat-menyurat terhadap setiap perubahan ataupun kejadian yang terjadi dalam suatu unit organisasi.

Namun dalam arti tata usaha itu hanya merupakan sebagian kecil saja dari administrasi yang sangat luas tersebut. Begitu luasnya cakupan administrasi, maka oleh masing-masing orang atau ahli memberikan pandangan/batasan yang berbeda-beda mengenai administrasi, jadi sangat tergantung dari konteks mana beliau memandang. Hal ini justru mengaburkan pengertian administrasi itu sendiri, oleh karena itu untuk memberikan suatu definisi mengenai administrasi sangatlah tidak mudah.

Pengertian Administrasi Negara
Seperti halnya administrasi, administrasi negara-pun mempunyai bermacam-macam definisi. Tetapi apabila kita telaah lebih mendalam definisi mengenai administrasi negara diangkat dari dua pola pemikiran yang berbeda yakni pola pertama mamandang administrasi negara sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif/pemerintah. Disini administrasi negara hanya sebagai pelaksana hukum yang ditetapkan oleh badan perwakilan rakyat.

Sedangkan pola kedua memandang bahwa administrasi negara lebih luas dari sekedar pembahasan mengenai aktivitas-aktivitas lembaga eksekutif saja tetapi sebaliknya administrasi negara meliputi seluruh aktivitas dari ketiga cabang pemerintahan, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang kesemuanya itu bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan publik.
  • J.M. Pfiffner, berpendapat bahwa administrasi negara adalah koordinasi dari usaha-usaha kolektif yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
  • Sedangkan menurut Caiden, administrasi negara adalah fungsi dari pembuatan keputusan, perencanaan, perumusan tujuan dan sasaran.
  • Berangkat dari pola pemikiran yang kedua, Felix A. Nigro menyimpulkan bahwa administrasi Negara adalah:
    • Usaha kelompok yang bersifat kooperatif yang diselenggarakan dalam satu lingkungan publik.
    • Meliputi seluruh cabang pemerintahan.
    • Mempunyai peranan penting dalam pormulasi kebijaksanaan.
    • Amat berbeda dengan administrasi swasta / privat.
    • Berhubungan erat dengaan kelompok-kelompok privat dan individu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
  • Menurut Pajudi Atmosudirdjo, administrasi negara adalah administrasi daripada negara sebagai organisasi dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan.
  • Arifin Abdulrachman, menyatakan bahwa administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari pelaksanaan politik negara.
  • Sedangkan menurut Waldo, administrasi negara dikatakan sebagai manajemen dan organisasi daripada manusia-manusia peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.

Sumber: Diktat Ajar, I Ketut Suardita, SH.MH.

Monday, November 18, 2013

Trias Politika Pemisahan Kekuasaan

November 18, 2013 0
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.


SEJARAH TRIAS POLITIKA
Pada masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.

Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
  1. Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
  2. Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.
  3. Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.


Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).



FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN LEGISLATIF
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.

Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.
  1. Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.
  2. Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?
  3. Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
  4. Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.
  5. Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.


FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN EKSEKUTIF
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
  1. Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
  2. Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.
  3. Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut. Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.
  4. Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa pemerintahannya.
  5. Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
  6. Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
  7. Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.


FUNGSI-FUNGSI KEKUASAAN YUDIKATIF
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
  1. Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional).
  2. Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
  3. Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
  4. Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
  5. International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Sumber : http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/trias-politika-pemisahan-kekuasaan.html

Thursday, October 31, 2013

Sekilas Pengetahuan Tentang : Golongan Putih (Golput)

October 31, 2013 1


Pengertian Golput
Golongan Putih atau biasa dikenal dengan istilah Golput adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih pada saat pemilihan umum (pemilu) dengan berbagai faktor dan alasan. Biasanya golput dilakukan dengan tiga cara, yang pertama memberikan suara kosong (tidak mengisi sama sekali), yang kedua memberikan suara yang tidak valid (menusuk lebih dari satu gambar partai/kandidat atau menusuk bagian putih/diluar area gambar), yang ketiga tidak datang ke bilik suara (TPS). Memang benar kalau golput merupakan hak setiap warga negara, akan tetapi golput jelas bukanlah tindakan yang bertanggung jawab, karena golput menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap nasib bangsa sendiri.

Penyebab seseorang melakukan golput dalam pemilu adalah :

  • Merupakan tindakan sadar untuk tidak memilih (golput) karena golput sebagai pilihan politiknya karena kurangnya kepercayaan terhadap calon kandidat.
  • Sebagai bentuk protes masyarakat dan keputus asaan masyarakat dengan janji pemerintah yang tidak pernah direalisasi. Sehingga rakyat terlanjur pesimis.
  • Kurangnya informasi tentang pemilu, yang disebabkan kurangnya sosialisasi tentang pemilu.
  • Adanya upaya dari pihak tertentu, yang sengaja atau tidak sengaja, yang sifatnya menghalangi atau membuat seseorang sulit/tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Sejarah Golput di Indonesia
Istilah golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971. Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI (sekarang TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar. Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar. Arogansi seperti ini dianggap menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat yang memilih. Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih. Artinya, jika coblosan tidak tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.

Terdapat perbedaan fenomena golput pada masa politik di orde baru dan masa politik di era reformasi. Di masa orde baru, ajakan golput dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan politik terhadap arogansi pemerintah/ABRI yang dianggap tidak menjunjung asas demokrasi. Pada era reformasi yang lebih demokratis, pengertian golput merupakan bentuk dari fenomena dalam demokrasi.

Golput Menurut Para ahli
Eep Saefulloh Fatah, mengklasifikasikan golput atas empat golongan.

  • Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti keluarga meninggal, ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.
  • Kedua, golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
  • Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pemilu legislatif/pemilukada akan membawa perubahan dan perbaikan.
  • Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain (dalam Hery M.N. Fathah).

Sedangkan menurut Novel Ali (1999;22) di Indonesia terdapat dua kelompok golput

  • Pertama, adalah kelompok golput awam. Yaitu mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan politik kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja.
  • Kedua, adalah kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada. Atau karena mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang belum ada. dan berbagai alasan lainnya. Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih tinggi dibandingkan golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis politik yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada tingkat evaluasi.


Jadi berdasarkan uraian diatas, secara sederhana golput dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dan sadar untuk menolak memberikan hak suaranya dalam pemilu. Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya karena alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari pendaftaran, otomatis dikeluarkan dari kategori golput.

Disinyalir bahwasanya dari tahun ke tahun angka masyarakat yang tidak memilih atau golput dari pemilu ke pemilu terus meningkat. Oleh karena itu harus ada upaya nyata yang dilakukan untuk meminimalisir angka masyarakat yang tidak memilih dalam pemilu. Karena kualitas pemilu secara tidak langsung juga dilihat dari legitimasi pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat.

Sumber :
http://danderpps.blogspot.com/2012/10/pengertian-golput-dalam-pemilu.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2310207-pengertian-golput/
http://leo4kusuma.blogspot.com/2008/12/tentang-golput-1-pengertian-secara-umum.html