Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Ilmu Hukum. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Hukum. Show all posts

Tuesday, June 19, 2012

Hubungan Antara Ilmu Pemerintahan Dengan Ilmu Kenegaraan dan No-Kenegaraan

June 19, 2012 2


Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Kenegaraan
  • Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada hakikatnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga yang mempengaruhi hidup masyarakat.
  • Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada fungsi output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik sebagai suatu sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem politik. Kebijakan pemerintahan (public policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut.
  • Ilmu negara bersifat statis dan deskriptif, karena hanya terbatas melukiskan lembaga-lembaga politik. Sedangkan ilmu pemerintahan itu dinamis, karena dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu selain merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ilmu pemerintahan juga merupakan suatu seni memerintah, yang selain diperoleh melalui kegiatan belajar mengajar, juga karena dilahirkan berbakat.
  • Syarat-syarat negara antara lain harus adanya wilayah, harus adanya pemerintah dan pemerintahan, harus adanya penduduk dan harus adanya pengakuan dari dalam dan luar negeri. Adanya pemerintah yang sah dan diakui baik dari dalam dan luar negeri berarti pemerintah tersebut mempunyai wewenang untuk memerintah secara legitimasi.
  • Ilmu pemerintahan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, namun sangat dekat hubungannya dengan administrasi negara,karena memiliki obyek materi yang sama yaitu negara itu sendiri.Adapun yang membedakan ilmu pemerintahan dengan administrasi negara adalah pada pendekatan (technical approach) nya masing-masing yaitu ilmu pemerintahan cenderung lebih melaksanakan pendekatan legalistik, empirik dan formalistik, sedangkan administrasi negara cenderung lebih melaksanakan pendekatan ekologikal, organisasional dan struktural.
  • Yang membedakan ilmu pemerintahan dengan hukum tata negara adalah sudut pandangnya masing-masing, yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri. Sedangkan hukum tata negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakkan dalam hubungan tersebut.

Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Non-Kenegaraan
  • Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat ilmiah tentang asas-asas surgawi dan manusiawi, pengetahuan yang benar dan yang tidak benar (Ulpian). Ilmu hukum adalah ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland). Ilmu hukum adalah sintesa ilmiah tentang asasasas yang pokok dari hukum (Allen). Ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu di luar hukum yang mutakhir (Stone). Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya(Cross). Teori ilmu hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum atas dasar yang paling luas (Dias).
  • Fungsi administrasi adalah pelaksanaan kebijaksanaan negara yang dijalankan oleh para aparat (pejabat) pemerintah, karena administrasi sebagai suatu hal yang harus berhubungan dengan penyelenggaraan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan kehendak negara tersebut.
  • Sejarah adalah deskripsi kronologis dari peristiwa-peristiwa zaman yang lampau, karena itu ilmu sejarah merupakan perhimpunan kejadiankejadian konkrit di masa lalu. Bagi para ahli sejarah dalam menanggapi ilmu pemerintahan, melihat bahwa gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa pemerintahan yang timbul dalam setiap hubungan pemerintahan penekanannya hanyalah pada fungsi dan pengorganisasian terutama dalam perjalanan ruang dan waktu yang senantiasa berubah.
  • Hubungan llmu Pemerintahan dengan ilmu ekonomi tampak sangat erat.Hal ini dapat dilihat dari munculannya merkantilisme sebagai aliran perekonomian yang bertujuan memperkuat negara dengan jalan mengkonsolidasi kekuatan dalam bidang perekonomian.
  • Filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.Filsafat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terakhir, tidak dangkal dan dogmatis, melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan pengertian sehari-hari. Substansi filsafat tidak berubah, tetapi dialah yang memberikan performance sesuatu itu. Sub komponennya yaitu kuantitas, kualitas, kedudukan, wujud, ruang, waktu, aksi, dan relasi.

Sumber buku Ilmu Pememrintahan Karya Jrg. Djopari

Wednesday, January 5, 2011

Pengertian : Doktrin

January 05, 2011 0
Pengertian : Doktrin
1.      Pengertian Doktrin
      Doktrin adalah teori-teori yang disampaikan oleh para sarjana hukum yang ternama yang mempunyai kekuasaan dan dijadikan acuan bagi hakim untuk mengambil keputusan. Dalam penetapan apa yang akan menjadi keputusan hakim, ia sering menyebut (mengutip) pendapat seseorang sarjana hukum mengenai kasus yang harus diselesaikannya; apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
      Doktrin atau pendapat para ahli hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting bagi ilmu hukum dan perkembangannya, karena kemajuan pemikiran tentang hukum sangat tergantung antara lain kepada pendapat yang dikemukakan para ahli hukum untuk menyingkapi fenomena yang terjadi setiap waktu. Doktrin bisa di kemukakan dalam berbagai forum, seperti penelitian, seminar atau dengan penerbitan buku yang membahas suatu topik, atau fenomena hukum tertentu.
      Doktrin atau ajaran yang terkenal antara lain doktrin yang pernah diciptakan Ir. Djuanda pada tanggal 13 januari 1958 dan disempurnakan sebagai konsep hukum internasional oleh Mochtar Kusumaatmadja tentang “Archipelago Island Vision” atau “Wawasan Nusantara” yang pada prinsipnya menegaskan bahwa Negara kepulauan Indonesia adalah Negara yang batasnya ditarik garis yang imajinal dari suatu pulau kepulau lain yang membentang ke seluruh wilayah dan menjadi garis batas resmi wilayah Indonesia. Doktrin tersebut akhirnya menjadi bahan inspirasi bagi Negara-negara kepulauan lainnya untuk menggunakan konsep kewilayahan Negara mereka berdasarkan prinsip tersebut.
2.  Pendapat Para Ahli Hukum (Doktrin)
a.   Aristoteles
Aristoteles adalah salah satu ahli hukum yang mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan ilmu hukum. Beberapa kontribusinya adalah sbb :
1)   Ia memberikan definisi hukum yaitu “Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is that the law of nature”.
2)   Dalam bukunya yang berjudul “Rhetorica” yang merupakan petunjuk utama mengenai cara-cara persidangan, ia menyarankan kepada para pihak yang berkepentingan untuk menggunakan hukum alam jika hukum tertulis tidak menguntungkan mereka tetapi harus memprioritaskan hukum tertulis daripada hukum tidak tertulis, jika hukum positif menguntungkan satu pihak.
3)   Dalam “Politik”, ia mengidentifikasikan keadilan dengan hukum positif, “sebab keadilan adalah kebijakan yang bersifat politis; Negara diatur dalam peraturan-peraturan yang adil dan peraturan-peraturan tersebut merupakan patokan dari apa yang benar”. Dengan kata lain Aristoteles lebih suka memberi tekanan pada keadilan legalitas atau keadilan positif daripada prinsip kebajikan yang kekal.
4)   Aristoteles mengajarkan bahwa ada dua macam hukum, yaitu:
a)   Hukum yang berlaku karena penetapan penguasaan Negara.
b)   Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia tentang baik buruknya, hukum yang “asli”.
5)   Menurut Aristoteles hukum alam adalah hukum yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam. 
b.  Grotius
1)   Memberi definisi pada hukum yaitu, “law is a rule of moral action obliging to that which is right”
2)   Berpendapat bahwa konstitusi setiap negara didahului oleh suatu kontrak sosial, dimana rakyat memilih bentuk pemerintahan yang menurut mereka paling cocok. 
c.   Immanuel Kant
Dalam buku “Categorical Imperative”,Kant mengatakan “Berbuatlah dengan cara yang serupa sehingga aksioma dari perbuatan anda dapat dijadikan hasil dari perbuatan umum. Imperative ini merupakan dasar filsafat, moral dan filsafat hukum Kant. Seluruh filsafat hukum Kant merupakan teori tentang”Hukum yang seharusnya ada”. Kant menurunkan definisi hukumnya dari “Categorical Imperative” tersebut. “ Hukum adalah keseluruhan kondisi, dengan mana terhindar yang sewenang-wenang dari individu dapat digabungkan dengan kehendak yang lain, dalam lingkup suatu hukum kebebasan”.
      Kant juga berpendapat bahwa hukum hanya benar kalau setidak-tidaknya memungkinkan seluruh penduduk menyetujuinya. Ia mendukung pemisahan kekuasaan dan menentang hak-hak istimewa karena keturunan yang ditetapkan gereja dan otonomi dari badan hukum; Ia juga mendukung kebebasan berbicara.
      Tetapi karena orang tidak mempunyai hak untuk memberontak dalam keadaan apapun, semua prinsip ini hanya merupakan petunjuk bagi pembuat dan pelindung undang-undang. Fungsi negara yang pokok bagi Kant adalah sebagai pelindung dan penjaga hukum.
      Kant mengatakan bahwa bukan tugas negara untuk membuat warganya bahagia sesuai dengan penilaiannya, “Kalau penguasa membatasi diri pada tugasnya sendiri untuk memelihara negara sebagai lembaga pengelola keadilan, serta mencampuri kesejahteraan dan kebahagiaan warganya hanya sepanjang diperlukan untuk menjamin tujuannya, dan di pihak lain, kalau warga diizinkan dan secara bebas mengkritik tindakan-tindakan pemerintah tetapi tak pernah berusaha menentangnya, maka kita memiliki kesatuan semangat kebebasan dengsan kepatuhan kepada hukum dan loyalitas terhadap negara, yang merupakan suatu cita-cita politik dari suatu negara.
      Definisi Kant mengenai hukum tetap menjadi dasar semua konsepsi mengenai hukum dan negara yang dapat disebut atomistik, yang menyangkal setiap ciri organik dari negara dan dengan tegas memandang negara sebagai objek paling penting dalam perkembangan hidup. Namun definisi Kant mengandung kuman-kuman reformasi sosial sepanjang dibutuhkan oleh setiap individu untuk hidup sesuai dengan kebebasan maksimum, dari tiap individu yang lain, yang dapat dan harus ditafsirkan sesuai dengan keadaan sosial, suatu faktor yang oleh Kant diabaikan. Konsepsi Kant mengenai hukum, akan memperoleh kekuasaannya kembali jika gagasan-gagasan individualis dan kosmololitan dinilai lebih tinggi daripada gagasan-gagasan organik dan nasional. 
d.   Jellinek
                        1. Ia memberi tiga tanda-tanda pokok ketentuan hukum sbb:
 (a) Norma-norma untuk perilaku luar dari seseorang terhadap orang lain.
 (b). Norma-norma yang bergerak dari kekuasaan luar yang diketahui.
 (c). Norma-norma yang kekuatan mengikatnya dijamin oleh kekuatan luar.
                        2. Jellinek meninjau negara dari dua segi yaitu, dari segi sosiologis dan yuridis, dalam teorinya yang terkenal dengan nama “Zweiseiten Theorie” atau Teori Dua Segi.
                        3. Jellinek memberikan uraian yang dengan jitu menggambarkan negara itu sebagai “Die mit ursplunglicher Herrschermacht ausgestotte Verbandseinheit sershafter Menschen”, atau negara itu ialah ”sekumpulan” manusia yang berkediaman tertentu dan mempunyai kekuasaan asli untuk memerintah.
e.   John Austin
1)   Mendefinisikan hukum yaitu peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhuk yang berakal yang berkuasa atasnya.
2)   Mendefinisikan kedaulatan yaitu jika seseorang yang berkuasa, yang tidak biasa tunduk pada seseorang yang berkuasa yang sama, dipatuhi oleh sebagian besar dari masyarakat tertentu yang menetapkan bahwa yang berkuasa adalah yang berdaulat pada masyarakat itu, dan masyarakat (termasuk yang berkuasa) merupakan masyarakat politik yang bebas. Jadi menurut Austin bahwa penguasa bisa individu, atau badan, atau kumpulan individu.
f.   Prof. Mr. Dr. L. J. van Apeldoorn
1)   Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht” (terjemahan Oetarid Sadino, S.H. dengan nama Pengantar Ilmiah Hukum), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu.
2)   Menurut Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht”, negara mengandung berbagai arti yaitu:
a)   Istilah negara dipakai dalam arti “penguasa”, untuk menyatakan orang atau orang-orang yang melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam suatu daerah.
b)   Istilah negara kita dapati juga dalam arti “persekutuan rakyat”, yakni untuk menyatakan sesuatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, dibawah kekuasaan yang tertinggi, menurut kaidah-kaidah hukum yang sama.
c)   Negara mengandung arti “sesuatu wilayah tertentu”, dalam hal ini istilah negara dipakai untuk menyatakan suatu daerah di dalamnya diam suatu bangsa dibawah kekuasaan tertinggi.
d)   Negara terdapat juga dalam arti “kas negara atau fiscus”;jadi untuk menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum misalnya dalam istilah “domein negara”.
g.   Stammler
1)   Memberi definisi kepada hukum dengan gayanya yang berat dan tidak menarik, sebagai berikut:
a)      Mengkombinasikan
b)      Kedaulatan
c)      Kemauan yang tidak dapat di ganggu gugat
2)   Tujuan Stammler mengenai cita hukum yang benar adalah untuk mebantu menyusun konsepsi hidup yang fundamental. Dalam bab yang memuat kesimpulan-kesimpulan dari bukunya “Theory of Justice”, Stammler mencantumkan :
a)   Hukum yang benar adalah titik universal tertinggi dalam setiap studi tentang kehidupan sosial manusia.
b)   Hukum yang benar adalah satu-satunya yang memungkinkan pemahaman keberadaan masyarakat sebagai suatu kesatuan melalui suatu metode yang sah secara mutlak.
c)   Hukum yang benar menunjukan jalan menuju persatuan dengan semua usaha dengan ciri fundamental yang bertujuan pada kesadaran yang benar.
3)   Stammler membagi prinsip-prinsip hukum yang benar ini dalam lima bagian:
·        Hak untuk melaksanakan hubungan-hubungan hukum.
·        Batas-batas kebebasan berkontrak.
·        Kewajiban-kewajiban hukum yang benar.
·        Penentuan transaksi yang benar.
·        Pembenaran penghentian hubungan-hubungan hukum. 
h.  Thomas Aquinas
Beberapa pendapatnya adalah:
1)   Hukum adalah ketentuan akal untuk kebaikan umum yang dibuat oleh orang yang mengurus  masyarakat dan menyebarluaskannya.
2)   Negara adalah suatu lembaga alamiah yang dilahirkan karena adanya kebutuhan-kebutuhan sosial pokok dari manusia.
3)   Thomas Aquinas berpendapat bahwa segala kejadian di alam dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu “undang-undang abadi” (“lex eterna”) yang menjadi dasar kekuasaan dari semua peraturan-peraturan lainnya.
i.    Thomas Hobbes
1)   Hobbes memberikan definisi tentang hukum, “Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others”.
2)   Hukum alam—walaupun masih menduduki tempat terhormat Hobbes menyebut tidak kurang dari 19 prinsip yang telah dicopot kekuatannya. Sebab semua hukum tergantung dari sanksi. “Pemerintah tanpa pedang hanyalah kata-kata, dan sama sekali tidak mempunyai kekuatan untuk membuat orang merasa aman”. Jadi semua hukum yang sebenarnya adalah hukum sipil, hukum yang diperintahkan dan dipaksakan oleh yang berkuasa.
3)   Hobbes berpendapat bahwa, kekuasaan ia lebih suka menyebutnya kerajaan tetapi bentuk pemerintahan tidak begitu penting selama pemerintahan melakukan tugasnya, yakni memerintah sama sekali tidak dilembagakan dan disahkan dengan sanksi yang lebih tinggi, apakah itu hak Tuhan atau hukum alam, atau sesuatu yang lain. Pemerintah itu murni dan semata-mata ciptaan yang bermanfaat oleh individu-individu yang mendirikannya untuk menjaga agar individu-individu itu tidak saling menghancurkan satu sama lain.
j.    Vishinsky
Hukum adalah sebuah wadah peraturan-peraturan mengenai tingkah laku yang mengungkapkan kehendak kelas yang memerintah, yang diletakkan dalam undang-undang, dan juga mengenai adat kebiasaan yang diberi sanksi oleh negara  dan dijamin dengan kekuasaan yang memaksa untuk melindungi, memperkuat dan mengembangkan hubungan-hubungan sosial seperti itu yang disukai oleh kelas penguasa.
Referensi :
Bisri, Ilhami. 2007. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
http://wijiraharjo.wordpress.com

Tuesday, January 4, 2011

Konsep Pidana, Tujuan dan Hikmah Pemidanaan Dalam Islam

January 04, 2011 0
A.Pendahuluan
Al-Qur’an adalah sumber syari’at Islam. Al-Quar’an pada hikmahnya menepati posisi sentral dalam studi-studi ke-Islaman. Disamping berpungsi sebagai petunjuk (hudha), ia menjadi tolak ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW.
Kandungan hukum yang dikandung oleh hukum pidana adalah yang dikandung oleh Al-Qur’an, maka terdalamnya terkandung hukum (syari’at) yang berhubungan dengan hukum Ibadat, hukum keluarga, warisan, hukum tentang harta benda (kekayaan) dan tukar-menukar, hukum pidana (‘aqubat atau jinayat) yang berkaitan dengan problema perdata dan perdana.
Sejauh mana Al-Qur’an mengungkapkan tasyi’nya yang berhubungan dengan masalah pidana pada umumnya. Tulisan ini mencoba menjawab siapakah yang dianggap perbuat tindakan pidana..? tindakan dalam bentuk apakah yang digolongkan tindakan pidana..? bentuk sangsi (‘uqubat) apa sajakah yang dijatuhkan sebagai sangsi hukum bagi si pelaku keriminal itu..? siapakah orang yang berkompeten melaksanakan sangsi pidana itu..? apakah yang dimaksud dengan pidana Qishas itu..?? bagai mana kedudukan Qishos itu. Dan bagai mana pula pelaksanaan pidana Qishas itu, siapa yang berkonpeten melakukan pidana Qishas itu ? apakah bedanya pidana dalam islam dan pidana dalam hukum nasional ?.

B.Pengertian
Pidana adalah segala betuk perbuatan yang dilakukan oleh seorang Mukhallaf, yang melanggar, perintah atau larangan Allah yang di Khitbahkan kepada orang-orang Mukhallaf, yang dikarnakan ancaman hukuman, baik sangsi (hukuman) itu yang harus dilaksanakan sendiri, dilaksanakan penguasa, maupun Allah, baik tempat pelaksanaan hukuman itu didunia maupun diakhirat.
Setiap tindakan pidana (delik, jarimah) itu harus ada sangsi hukum (‘ukubat) yang dikenakan kepada sipelakunya (al-jany), baik berupa azab neraka, qishas, giat, had, kaparat maupun fidiah, dimana pelaksanaan sangsi itu Allah sendiri, penguasa atau peribadi itu sendiri, baik tempat pelaksanaannya itu didunia maupun diakhirat.
Menurut hukum pidana umum , yang dimaksud dengan “tindakan pidana” adalah suatu tindakan (berbuat atau tidak berbuat) yang bertentanngan dengan hukum nasional. Jadi yang bersifat tanpa Hak yang menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Jadi unsure yang penting sekali untuk peristiwa pidana (ditilik dari sudut objektif) adalah sifat tanpa hak (oncecht matgheid), yakni sifat melanggar hukum. Di tempat mana tak terdapat hukum tanpa hak, maka tidak ada peristiwa pidana.
Bertitik tolak pada prinsip bahwa hak menetapkan legislasi adalah hak Tuhan. Maka fungsi manusia sesungguhnya adalah pelaksanaan hukum yang telah ditetapkan Tuhan. Manusia tidaklah berhak merekayasa sendiri hukum untuk diterapkan dalam kehidupan mereka, kecuali dalam batas-batas yang diperbolehkan, sebab hl ini merupakan pelanggran besar terhadap otoritas Tuhan Yang Maha Mengetahui sebagai legislator.

C.Kegunaan Pidana dalam al-Qur’an
Jika dilihat dari keberadaan hukum pidana dalam al-Qur’an, maka secara universal dapat dinyatakan kegunaanya untuk:
1.Memelihara agama;
2.Memelihara kehormatn manusia;
3.Melindungi akal;
4.Memelihara harta manusia;
5.Memelihara jiwa manusia dan
6.Memelihara ketentraman umum.

D.Bentuk-bentuk Tindakan pidana
Yang dianggap sebagai tindakan pidana dilukiskan al-Qur’an terdapat dalam bentuk-bentuk:
1.Pembunuhan: menghilangkaan jiwa, menghilangakn anggota badan, melukai, pengguguran janin (abortus) dll (al-baqarah: 178);
2.Pencurian (sirqah): termasuk kedalamnya mengambil milik umum (korupsi) makan harta orang lain tampa hak, makan harta anak yatim, makan riba dan lain-lain (an-Maidah:3-4);
3. Perzinahan: termasuk kedalamnya homoseksual (liwath), lebian (sihaq), mendatangi binatang dan lain-lain (an-nur:3-4);
4.Tuduhan perzinahan: tuduhan perzinahan bagi muslimah yang baik-baik dan tuduhan berzina terhadap istri (Ii’an) (an-Nur:4-5);
5.Perusuhan dan pengacawan keamanan: merampok menodong, menggarong dan lain-lain;
6.Pemberontakan: permusuhan sesame muslim dan memusuhi pemerintah;
7.Kemurtadan: meninggalkan Islam sebagai agama yang telah perluknya;
8.Minum Khamar: minum zat cair yang memabukkan, menggunakan zat lainnya yang dapat merusak akal dan kesehatan (al-Maidah:90-91);
9.Keengganan melaksanakan hukum Allah (al-Maidah:44-45);
10.Pelanggaran terhadap aturan Allah: yang menyebabkan seseorang harus membayar kafarah ataupun fidyah, termasuk kedalamnya melanggar sumpah, pelanggaran dalam ihram haji atau ‘umroh, terkepung pada musim haji, menzhihar istri dan lain-lain (al-Maidah:89. 95-96);
Dalam kajian ini diarahkan pada upaya pemahaman pada bentuk-bentuk teradisional mengenai pidana Islam sebagai mana ditentukan dalam Al-Qur’an dan al-sunnah serta dinamika penafsiran inopatif yang dilakukan oleh para ahli hukum, gagasan dasar yang dikandung oleh konsep pidana Islam, serta berbagai kemungkinan inovasi atau pengembangan bentuk-bentuk pidana Islam itu. Dari segi ini, studi yang dilakukan dalam tulisan ini, dapat disimpulkan ada beberapa bentuk antara lain:
Secara tradisional, bentuk-bentuk pidana Islam itu adalah:
a.Pidana qishash atas jiwa;
b.Pidana qishash atas badan;
c.Pidana Diyat (denda ganti rugi);
d.Pidana mati;
e.Pidana penyaliban (salib);
f.Pidana pelemparan batu sampai mati (rajam);
g.Pidana potong tangan atau kaki;
h.Pidana potong tangan dan kaki;
i.Pidana pengusiran atau pembuangan;
j.Pidana penjara seumur hidup;
k.Pidana cambuk atau dera;
l.Pidana denda pengganti diyat (hukuman);
m.Pidana teguran atau peringatan;
n.Pidana penamparan atau pumukulan;
o.Pidana kewajiban religious yang disebut kaffarah;
p.Pidana tambahan lainnya (ta’zier)
q.Bentuk-bentuk pidana lainnya yang dapat dikembangkan sebagai konsekuensi dari pidana ta’zier.

Ketujuh belas betuk pidana itu, dapat dikelompokkan (diklasifikasikan)sebagai berikut:
a.Dari Segi objek ancamannya
1)Pidana atas jiwa, yang terdiri dari:
a.Pidana mati dengan pedang;
b.Pidana mati dengan digantung ditiang salib (disalib);
c.Pidana mati dengan dilempar batu (dirajam).
2)Pidana atas harta kekayaan, yang meliputi;
a.Pidana diyat ganti rugi:
b.Pidana ta’zier sebagai tambahan;
3)Pidana atas anggota badan, berupa:
a.Pidana potong tangan dan kaki;
b.Pidana potong tangan atau kaki;
c.Pidana penamparan atau pemukulan merupakan variasi bentuk pidana sebagai peringatan dan pengajaran.
4)Pidana atas kemerdekaan, berupa:
a.Pidana pengungsiran atau pembuangan;
b.Pidana penjara seumur hidup;
c.Pejara penahanan yang bersifat sementara;
5)Pidana atas rasa kehormatan dan keimanan,berupa;
a.Pidana teguran atau peringatan;
b.Kaffarah sebagai hukuman yang barsifat religious;

Di kalangan fukaha ada yang berpendapat bahwa dikenal tiga macam tindak pidana, bila ditinjau dari segi hukumnya, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash atau diyat dan jarimah ta’zir. Namun ada juga yang menggolongkan empat macam yaitu ‘uqabat itu dalam bentuk:
1.Al-Hudud, sanksi hukum yang tertentu dan mutlak yang menjadi hak Allah, yang tidak dapat diubah oleh siapa pun.
2.Al-Qishash dan al-Diyat. Al-Qishash adalah sangsi hukuman pembalasan seimbang, seperti membunuh terhadap si pembunuh. Al-Diyat adalah sanksi hukuman dalam bentuk ganti rugi. Sangsi hukum al-qishash dan al-Diyat adalah merupakan sanksi hukum perpaduan antara hak Allah dan hak manusia.
3.Al-Ta’zir, adalah sanksi hukum yang diserah kepada keputusan hakim atau pihak berwenang yang berkompeten melaksanakan hukuman itu, seperti memenjarakan , mengasingkan dan lain-lain.
4.Kaffarat dan fidyah, adalah sanksi hukum dalam bentuk membayar denda , yang diserahkan pelaksanaannya kepada sipelanggar .

E.Tujuan dan Hikmah Pemidanaan
Pemidanaan atau hukuman merupakan salah satu perangkat dalam hukum pidana sebagai bentuk balasan bagi pelaku tindak kriminal, karena ia merupakan representasi dari perlawanan masyarakat terhadap para kriminil dan terhadap tindak kejahatan yang dilakukannya. Oleh karena itu ketika kita sepakati bahwa para kriminil dan tindak kejahatan yang dilakukannya merupakan objek dari pertanggung jawaban pidana (al-masuliyah al-jina’iyah) maka ketika seseorang terbukti melakukan tindakan pidana, ini mengharuskan dijatuhkannya hukuman bagi pelaku ini. Itu karena tindakan pidana yang berupa pelanggaran terhadap kaidah-kaidah dan norma-norma di masyarakat dan yang telah mengakibatkan adanya keresahan di masyarakat, mengharuskan tunduknya pelaku kejahatan terhadap hukuman. Karena merupakan sesuatu yang tidak dapat kita terima apabila pelaku kejahatan berkeliaran di tengah-tengah masyarakat sembari menebar kerusakan tanpa adanya halangan. Ini di satu sisi, sedangkan disisi lain agar kaidah-kaidah hukum sebagai pedoman hidup masyarakat dapat ditegakkan dan dihormati masyarakat maka harus ada hukuman bagi yang melanggar kaidah-kaidah hukum ini.
Pemidanaan atau hukuman, dalam bahasa Arab disebut ‘uqubat. Lafaz ini diambil dari lafaz (عاقب) yang sinonimnya (جزاه سواء بما فعل), artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.  Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum ‘uqubat (pidana, sanksi, dan pelanggaran) dalam peraturan Islam sebagai “pencegah” dan “penebus”. Selain kedua hal tersebut, pemidanaan menurut Islam juga bertujuan sebagai perbaikan dan pendidikan.  Sebagai pencegah, karena ia berfungsi mencegah manusia dari tindakan kriminal, dan sebagai penebus, karena ia berfungsi menebus dosa seorang muslim dari ‘azab Allah di hari kiamat. Sistem pidana Islam sebagai “pencegah”, akan membuat jera manusia sehingga tidak akan melakukan kejahatan serupa. Misalnya dengan menyaksikan hukuman qisas bagi pelaku pembunuhan, akan membuat anggota masyarakat enggan untuk membunuh sehingga nyawa manusia di tengah masyarakat akan dapat terjamin dengan baik. Keberadaan ‘uqubat dalam Islam, yang berfungsi sebagai pencegah, telah diterangkan dalam al-Qur’an yang mengatur tentang hukuman qisas:
Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Al-Baqarah (2) : 179)
Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa dengan pelaksanaan hukuman yang dalam hal ini hukuman qisas, ada jaminan kelangsungan hidup bagi orang-orang yang berakal. Yang dimaksud dengan “ada jaminan kehidupan” sebagai akibat pelaksanaan qisas adalah melestarikan kehidupan masyarakat, bukan kehidupan sang terpidana. Sedangkan bagi masyarakat yang menyaksikan penerapan hukuman tersebut (bagi orang-orang yang berakal) tentulah menjadi tidak berani membunuh, sebab konsekuensi membunuh adalah dibunuh. Demikian pula halnya dengan hukuman lainnya, sebagai bentuk pencegahan terjadinya kriminalitas yang merajalela.
Sedangkan sebagai “penebus”, artinya sistem pidana Islam akan dapat menggugurkan dosa seorang muslim di akhirat nanti. Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Ubadah bin Shamit RA menyebutkan: “Dalam peristiwa Bai‘at ‘Aqabah II, Rasulullah SAW menerangkan bahwa barangsiapa yang melakukan suatu kejahatan, seperti berzina, mencuri, dan berdusta, lalu ia dijatuhi hukuman atas perbuatannya itu, maka sanksi itu akan menjadi kaffarah (penebus dosa) baginya.” Maka, dalam sistem pidana Islam, kalau orang mencuri lalu dihukum potong tangan, di akhirat Allah tidak akan menyiksanya lagi akibat pencurian yang dilakukannya di dunia. Hukum potong tangan sudah menebus dosanya itu.
Tujuan pemidanaan sebagai “perbaikan dan pendidikan”, adalah untuk mendidik pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Setelah mendapatkan hukuman, diharapkan akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran, sehingga pelaku tidak akan mengulangi perbuatan jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dengan harapan mendapat ridha dari Allah SWT untuk kembali lagi kepada masyarakat dengan akhlak yang lebih baik. Tentu saja tujuan ini hanya dapat berlaku pada hukuman selain hukuman mati, sebab pada hukuman mati tidak ada kesempatan lagi untuk kembali kepada masyarakat.
Selain itu, pemidanaan juga bertujuan untuk “mewujudkan keadilan”.
Tidak diragukan lagi bahwa para kriminal ketika melakukan tindak kejahatan berarti telah melakukan sebuah tindakan yang dianggap tidak mengindahkan kaidah hukum, dan juga dengan melakukan tindakan itu ia telah mengebiri rasa keadilan atau membuat resah masyarakat. Hal inilah yang akan mendorong mereka untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan ini, begitu juga hal ini akan menumbuhkan rasa dendam dari korban terhadap pelaku kejahatan. Oleh karena itu rasa marah dan dendam yang ada pada korban terhadap pelaku kejahatan tidak akan terobati kecuali setelah melihat pelaku kejahatan itu dijatuhi hukuman sebagai balasan atas apa yang telah dilakukanya. Maka hukuman ini telah mengembalikan rasa keadilan yang sempat hilang karena akibat tindak kejahatan yang dilakukan kriminil, dan hukuman ini juga dapat mengembalikan rasa tentram di masyarakat terlebih pada korban dan keluarganya.
Pada prinsipnya hukum Islam dalam menetapkan hukuman yaitu menekankan pada aspek pendidikan dan pencegahan. Pendidikan dimaksudkan agar seseorang yang akan melakukan kejahatan membatalkan niatnya, sedangkan yang sudah terlanjur melakukannya tidak mengulangi lagi perbuatannya walaupun dalam bentuk yang berbeda. Selain mencegah, syari‘ah tidak lalai dalam memberikan pelajaran demi perbaikan pribadi pelakunya, sehingga apabila pelakunya tidak mengulangi lagi bukan karena takut hukuman, tetapi karena memang kesadaran diri.*

*Ket : Tugas makalah Agama Islam 3, Syakir Jamaluddin, M. Ag