Untuk mengetahui perkembangan
ilmu politik, kita harus meninjau ilmu politik dalam kerangka yang luas.
Sebagaimana telah diterangkan pada bagian pendahuluan ilmu politik ditinjau
dari kerangka yang luas telah ada sekitar tahun 427 S.M. terbukti dari hasil
karya filosof seperti Plato dan Aristoteles. Bahkan Plato yang telah meletakan
dasar-dasar pemikiran ilmu politik dikenal sebagai Bapak filsafat
politik, sedangkan Aristoteles
yang telah meletakan dasar-dasar keilmuan
dalam kajian politik dikenal sebagai Bapak ilmu politik.
Baik Plato maupun Aristoteles
pada dasarnya menjadikan negara sebagai persefektif filosofis, dan pandangan
mereka tentang pengetahuan merupakan
sesuatu yang utuh. Perbedaan keduanya terletak pada tekanan dan obyek
pengamatan yang dilakukan, kalau Plato bersifat normatif-deskriptif, sedangkan Aristoteles sudah mendekati empiris
dengan memberikan dukungan dan preferensi nilai melalui fakta yang dapat
diamati dengan nyata. Jaman ini yang terkenal dengan zaman Romawi
Kuno memberikan sumbangan yang berharga
bagi ilmu politik, antara lain:
bidang hukum, yurisprudensi dan administrasi negara. Bidang-bidang tersebut
didasarkan atas persefektif mengenai kesamaan
manusia, persaudaraan setiap orang, ke-Tuhan-an
dan keunikan nilai-nilai individu.
Para filosof pada zaman ini
berusaha mencari esensi ide-ide seperti keadilan dan kebaikan, juga
mempertimbangkan masalah-masalah esensial lainnya seperti pemerintahan yang baik, kedaulatan, kewajiban negara
terhadap warga negara atau sebaliknya. Analisis-analisis yang digunakan
bersifat analisis normatif dan deduktif. Analisis normatif adalah
membicarakan asumsi-asumsi bahwa ciri khas tertentu adalah baik atau
diinginkan, sedangkan analisis deduktif adalah didasarakan pada penalaran dari premis umum menuju kesimpulan khusus.
Memasuki abad pertengahan
eksistensi ilmu politik justru mengalami
kemandekkan. Hal ini disebabkan karena telah terjadi pergeseran institusi
kekuasaan dari negara kepada gereja. Pada masa ini negara menjadi kurang penting, sehingga pemikiran politik didominasi oleh intelektual dan politik gereja Kristen. Dalam
keadaan seperti pemikiran politik lebih cenderung berurusan untuk
menjawab apa yang seharusnya, apa yang baik/buruk, bukan pernyataan tentang
apa yang ada/nyata.
Jadi kajian politik pada masa ini
mengalami kemunduran seperti era Plato (filosofis) bukan bersifat keilmuan. Namun, abad ini tetap memberikan sumbangan
konsepsial bagi ilmu politik, seperti konsepsi mengenai penyatauan dunia, upah
yang jujur, dan
hukum tertinggiyang perlu ditaati manusia.
Setelah memasuki abad kelima
belas ilmu politik mengalami kemajuan yang berarti terutama dalam obyek dan
metode yang digunakan dalam pengkajian maupun pengamatan/penelitian dibidang politik dibandingkan masa-masa sebelumnnya.
Analisa normatif dan deduktif walau tetap masih dipergunakan tetapi telah
terpengaruhi oleh penemuan-penemuan baru dan teori diberbagai
bidang pengetahuan kemanusiaan lainnya.
Sedangkan perkembangan
politik di negara
Eropa. Anda tentu mengenal
beberapa negara di
Eropa yang memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi perkembangan
ilmu-ilmu sosial pada umumnya dan
ilmu politik pada khusunya. Di negara-negara seperti Jerman, Prancis dan Austria perkembangan
ilmu politik memasuki abad kedelapan belas sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum.
Itulah sebabnya fokus perhatian
perhatiannya hanya terpusat pada negara.
Lain halnya perkembangan ilmu
politik di Inggris dan Amerika serikat. Pada abad kedelapan belas, di Inggris
permasalahan politik lebih banyak merupakan kajian filsafat serta pembahasannya
tidak terlepas dari sejarah. Sedangkan di Amerika Serikat
yang telah menempatkan pangajaran politik di universitas semenjak tahun 1858, mula-mula studinya lebih
bersifat yuridis, akan tetapi semenjak abad ini telah melepaskan diri dari
kajian yang bersifat yuridis dengan lebih memfokuskan diri atas pengumpulan
data empiris.
Baru memasuki awal abad kedua
puluh kajian ilmu politik telah menjauhi studi yang semata-mata legalistis normatif maupun yang murni
normatif dan deduktif. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan teori ilmu pengetahuan sosial lainnya,
terutama konsepsi yang berubah tentang hakekat manusia, pragmatisme dan pluralisme.
Faktor pertama tentang hakekat
manusia, telah diakui bahwa sifat manusia sangat beragam dan kompleks. Pengakuan akan sifat manusia
tersebut menimbulkan implikasi-implikasi yaitu: pertama, digugatnya pernyataan
mengenai hukum menentukan pemerintahan yang baik, hal ini disebabkan sifat
manusia yang berbeda-beda. Kedua, tidak semua manusia akan berperilaku sama
dalam suatu lembaga tertentu. Ketiga, sifat itu diyakini
sebagai obyek resmi penelitian.
Faktor yang kedua yang
mempengaruhi ilmu politik adalah fragmatisme. Ini berarti bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan manusia tidak dapat dinilai dari
logika, melainkan dari hasil tindakan atau
perilaku tersebut. Misanya, sesorang dicap sebagai nasionalis, karena
hasil dari tindakan dan perilakunya selalu menunjukkan sikap antipati terhadap
bangsa sendiri, terhadap produksi dalam negeri, menjelek-jelekan bangsa sendiri
di hadapan bangsa lain, dan sebagainya.
Sedangkan faktor yang ketiga,
yakni pluralisme, mengandung pengertian bahwa kekuasaan dalam politik dibagi-bagi
antara berbagai kelompok, partai dan lembaga-lembaga pemerintahan. Misalnya, organisasi kemasyarakatan, golongan, partai
politik, dan yang lebih ekstrim seperti partai oposisi memiliki kekuasaan untuk
mempengaruhi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini disebabkan
karena organisasi kemasyarakatan dan partai politik tersebut memiliki kekuasaan
untuk melakukan itu walaupun kekuasaan tersebut
belum tentu mampu mempengarui kekuasaan yang lainnya.
No comments:
Post a Comment