Mahkamah
Konstitusi (MK) telah membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP
Migas). Saat ini, pemerintah telah membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Migas di bawah Kementerian ESDM untuk mengganti lembaga tersebut. Namun, apa
sebab BP Migas dibubarkan?
Pengamat
perminyakan Kurtubi menjelaskan, langkah pembubaran BP Migas oleh MK ini
dinilai sangat tepat. Sebab, BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki
hukum mengikat. "Pertentangan dengan konstitusi itu disebabkan oleh tata
kelola BP Migas tidak bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Itu tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33," kata Kurtubi kepada Kompas.com
di Jakarta, Rabu (14/11/2012).
Menurut
Kurtubi, Pasal 33 UUD 1945 ini sudah jelas mengatakan bahwa bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sementara
dalam UU BP Migas, semua keinginan dari Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat
terpenuhi. Terlebih lagi, BP Migas dinilai lebih memihak ke asing.
"Contohnya saja, hasil gas dari LNG Tangguh yang justru tidak dialokasikan
ke dalam negeri. BP Migas malah menjual gas tersebut secara murah ke
China," tambahnya.
Dengan
dijualnya gas dari LNG Tangguh ke China, PLN pun berteriak-teriak karena tidak
mendapat pasokan gas dari BP Migas. Alhasil, PLN terpaksa memakai bahan bakar
minyak (BBM) sebagai pembangkit listrik. Itu yang menyebabkan PLN diduga
melakukan inefisiensi sebesar Rp 37,6 triliun.
Sekadar
catatan, MK melakukan pembubaran BP Migas karena ketidaksesuaian dengan
undang-undang yang berlaku. MK menyatakan frasa "dengan Badan
Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan
Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan
dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 Ayat (1), frasa "Badan
Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh
hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Majelis
Hakim MK Mahfud MD.
MK
juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal
44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU
Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pengujian
UU Migas ini diajukan 30 tokoh dan 12 ormas, di antaranya PP Muhammadiyah yang
diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan
Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP
Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima,
Pengusaha, dan Karyawan (Sojupek) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
Selain
itu, ada pula Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris,
Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai
UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak
asing.
No comments:
Post a Comment