Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 8/2012)
sudah menetapkan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPR RI yang
tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut. Sementara penentuan alokasi
kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
dilakukan oleh KPU.
Dalam
menentukan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk masing-masing lembaga
perwakilan agar dapat proporsional, para ahli merumuskan beberapa prinsip yang
perlu diikuti dalam melakukan penghitungan alokasi kursi dan pembentukand
daerah pemilihan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: kesetaraan populasi,
integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, pencakupan wilayah (coterminus),
kohesivitas penduduk, dan perlindungan petahana (preserving of incumbent).
Prinsip
kesetaraan populasi adalah harga kursi dibanding penduduk kurang lebih sama
antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain. Ini juga
bagian dari pemenuhan prinsip opovov (one person, one vote, one value) dalam
pemilu demokratis. Oleh karena itu prinsip ini harus ditempatkan sebagai
prinsip nomor 1 sehingga bisa dihindari terjadinya diskriminasi politik, karena
nilai suara/penduduk di satu daerah pemilihan lebih murah/mahal daripada nilai
suara/penduduk di daerah pemilihan yang lain.
Prinsip
integralitas wilayah berarti satu daerah pemilihan harus integral secara
geografis, yang sejalan dengan prinsip kesinambungan wilayah, yaitu suatu
daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Secara
umum pembentukan wilayah administrasi juga memperhatikan masalah ini, sehingga
penggunaan wilayah administrasi sebagai peta dasar pembentukan daerah pemilihan
sebagaimana dikehendaki UU No. 8/2012 tidak mengganggu penerapan prinsip
integralitas dan kesinambungan wilayah ini.
Prinsip
pencakupan wilayah atau coterminus maksudnya adalah suatu daerah pemilihan
lembaga perwakilan tingkat bawah harus menjadi bagian utuh dari daerah
pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi, atau satu daerah pemilihan lembaga
tingkat bawah tidak boleh berada di dua daerah atau lebih daerah pemilihan
lembaga perwakilan lebih tinggi. Prinsip ini untuk memudahkan penyaluran
aspirasi secara berjenjang ke lembaga
perwakilan, atau sebaliknya untuk memudahkan penggalian aspirasi ke bawah. Bagi
pemilu Indonesia yang penyelenggaraan pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dilakukan secara serentak penerapan prinsip ini tidak hanya
memudahkan partai politik dan calon anggota legislatif dalam berhubungan dengan
konstituen di daerah pemilihan, tetapi juga memudahkan petugas pemilu dalam
menjalankan tugasnya.
Prinsip
kohesivitas penduduk berarti suatu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga
kesatuan unsur sosial budaya punduduk dan menjaga keutuhan kelompok minoritas.
Kesatuan unsur sosial budaya penting untuk menyatukan kepentingan yang akan
diperjuangkan oleh para wakil di parlemen. Keutuhan kelompok minoritas juga
perlu dijaga agar mereka mendapatkan kepastian untuk memiliki wakil di
parlemen. Prinsip kohesivitas ini tidak begitu masalah diterapkan dalam
pembentukan daerah pemilihan DPR, tetapi ketika diterapkan dalam pembentukan
daerah pemilihan DPRD Provinsi dan lebih-lebih lagi DPRD Kabupaten/Kota,
khususnya di luar Jawa, menimbulkan masalah yang kompleks. Di sinilah
diperlukan kehati-hatian dan kebijakan KPU dalam menetapkan daerah pemilihan
Terakhir
prinsip perlindungan petahana, maksudnya suatu daerah pemilihan harus memberi
jaminan kepada petahana untuk bisa berkompetisi dan meraih kursi perwakilan
yang tersedia. Ini penting karena hubungan wakil dengan penduduk yang diwakili
perlu dijaga agar memudahkan penyaluran dan perjuangan kepentingan penduduk
yang diwakili. Prinsip ini jarang dipraktikkan pada pemilu proporsional yang
memiliki banyak kursi di daerah pemilihan, tetapi lazim diterapkan di pemilu
mayoritarian yang memiliki hanya 1 kursi di daerah pemilihan.
Tentu
tidak semua prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan pemilu demokratis
tersebut bisa diterapkan dalam waktu bersamaan. Kondisi geografis wilayah,
jumlah penduduk, dan keragaman penduduk, menyebabkan penerapan satu prinsip
bisa menegasikan prinsip yang lain. Oleh karena itu penerapan prinsip tersebut
selalu diurutkan berdasarkan prioritas. Prinsip kesetaraan populasi selalu
menjadi prioritas pertama guna menghindari terjadinya diskriminasi politik.
Prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah menjadi prioritas kedua, lalu
disusul prinsip pencakupan wilayah, dan baru kohesivitas penduduk. Dalam
konteks pemilu Indonesia, prinsip perlindungan petahana, bisa diabaikan.
Demi
menegakkan prinsip kesetaraan populasi, maka penghitungan alokasi kursi ke
daerah pemilihan, dipergunakan metode penghitungan yang hasilnya proporsional.
Dua metode proporsional yang dikenal adalah metode kuota dan metode divisor.
Metode divisor, khususnya varian Webster/St Lague dikenal paling proporsional
dan tidak menimbulkan paradoks. Namun metode ini belum banyak dikenal di
Indonesia sehingga tidak perlu dipaksakan penggunaannya dalam penyusunan daerah
pemilihan, terutama untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Penyusunan
daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, sebagaimana diamanatkan
oleh UU No. 8/2012, tidak semata-mata utuk menghilangkan daerah pemilihan yang
berkursi lebih dari 12, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan
jumlah penduduk, perubahan geografi, dan perkembangan wilayah administrasi
pemerintahan. Oleh karena itu penyusunan kembali daerah pemilihan tidak bisa
dilakukan hanya berpijak pada daerah pemilihan yang ada atau yang digunakan
dalam pemilu terakhir. Penyusunan daerah pemilihan harus dimulai dari tahap
awal, sedangkan daerah pemilihan yang ada berlaku sebagai pembanding atau
kontrol untuk memastikan sesuai-tidaknya pembentukan daerah pemilihan baru itu
dengan kehendak undang-undang dan prinsip pemilu pembentukan daerah pemilihan
dalam pemilu demokratis.
Dengan
demikian langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi adalah
sebagai berikut:
- Menghitung jumlah kursi masing-masing provinsi sesuai ketentuan Pasal 23 UU No. 8/2012. (Khusus untuk jumlah kursi DPRD DKI Jakarta, peraturan KPU perlu membuat ketentuan khusus, bahwa penambahan ¼ kursi tidak boleh melampau batas maksimal 100 kursi setiap provinsi, demi menjaga keadilan dengan provinsi yang mempunyai penduduk lebih banyak)
- Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Provinsi atau BPPd Provinsi, dengan membagi jumlah penduduk provinsi dengan jumlah kursi provinsi. BPPd Provinsi berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
- Menghitung alokasi kursi masing-masing kabupaten/kota, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota dengan BPPd Provinsi. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka di belakang koma, dibulatkan menjadi dua.
- Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kabupaten/kota berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kabupaten/kota yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kabupaten/kota yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kabupaten/kota memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.
Untuk
daerah pemilihan DPRD Provinsi perlu diantisipasi kemungkinan terdapat
kecamatan yang sangat banyak penduduknya, sehingga kecamatan itu memiliki lebih
dari 12 kursi. Oleh karena perlu ketentuan kekecualian di mana kecamatan
tersebut bisa dipecah dimana satu atau berapa desa/kelurahan disatukan dengan
kecamatan lain yang masih dalam satu kabupaten/kota. Pemecahan seperti ini
selain tetap menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar
undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kabupaten/kota”
Sementara
langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagai
berikut:
- Menghitung jumlah kursi masing-masing daerah sesuai ketentuan Pasal 26, UU No. 8/2012.
- Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Kabupaten/Kota atau BPPd Kabupaten/Kota, dengan membagi jumlah penduduk kabupaten/kota dengan jumlah kursi Kabupaten/Kota. BPPd kabupaten/kota berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
- Menghitung alokasi kursi masing-masing kecamatan, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kecamatan dengan BPPd kabupaten/kota. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka dibelakang koma, dibulatkan menjadi dua.
- Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kacamatan berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kacamatan yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kecamatan yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kecamatan memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.
Untuk
daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota perlu diantisipasi kemungkinan terdapat
desa/keluarhan yang sangat banyak penduduknya, sehingga desa/keluarahan itu
memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu kententuan kekecualian di mana
desa/kelurahan tersebut bisa dipecah dimana satu atau beberapa RW/RW disatukan
dengan desa/keluaran lain yang masih dalam satu kecamatan. Pemecahan seperti
ini selain menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar
undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kecamatan”. (sumber)
No comments:
Post a Comment