Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label DPR. Show all posts
Showing posts with label DPR. Show all posts

Friday, June 7, 2013

Daftar Lengkap Caleg Artis Pada Pemilu 2014

June 07, 2013 0
Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 nanti, kalangan selebritis nampaknya akan semakin bertambah banyak untuk maju dalam meramaikan pesta demokrasi rakyat tersebut.

Banyak kalangan menilai sosok artis mampu menjadi vote getter (pengumpul suara) bagi partai politik, sehingga beberapa partai politik tidak akan merasa segan untuk mengusung artis sebagai calon anggota legislatif. Ya, caleg dari kalangan selebritas masih dianggap sebagai strategi jitu bagi partai politik dalam memperebutkan kursi di parlemen. Partai politik berharap, dengan menggaet artis yang dianggap sebagai public figure di masyarakat, elektabilitas partai politik bisa terdongkrak,  dan hal ini sudah terbukti pada Pemilu 2009 silam.

Hampir seluruh partai politik menggandeng artis untuk menjadi caleg pad Pemilu 2014 nanti. Beberapa di antaranya masih terlihat muka-muka lama yang sudah lebih dulu berpolitik dan duduk di parlemen, sebut saja seperti : Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Dedi “Miing” Gumelar, Rieke Dyah Pitaloka, Venna Melinda, Jamal Mirdad, dan Rachel Maryam. Selain itu muka-muka baru juga akan ikut menghiasi Pemilu 2014, seperti : Irwansyah, Gisel “Idol”, Anang Hermansyah, Desy Ratnasari, Ridho Roma, dan lain sebagainya.

Berdasarkan daftar caleg sementara (DCS) yang dihimpun dari situs kpu.go.id yang penulis ambil dari sumber (baratamedia.com dan indonesiarayanews.com), tercatat puluhan artis yang maju sebagai caleg dari beberapa partai politik. PKB dan PAN menjadi partai yang terdepan dalam mengusung artis sebagai caleg. Sementara itu perwakilan caleg artis sama sekali tidak terlihat pada partai PKS, PBB, dan PKPI. Dan berikut ini penulis lampirkan daftar calon legislatif artis serta daerah pemilihannya (dapil) pada Pemilu 2014 :

  1. Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
    • Donny Damara, dapil Jabar IX
    • Melinda Susilarini (Mel Shandy), dapil Jabar II
    • Melli Manuhutu, dapil Jabar III
    • Jane Shalimar, dapil DKI Jakarta III
    • Sarwana Thamrin (Sarwana grup Warna), dapil Sulawesi Barat
    • Ricky Subagja (pemain badminton), dapil Jabar I
    • Nil Maizar (mantan pelatih timnas/Semen padang), dapil Sumatera Barat II
  2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
    • Arzetti Bilbina, dapil Lampung
    • Saleh Ali Bawazier (Said Bajuri), dapil DKI I
    • Adityawarman (Sayuti "OB"), dapil  Jateng V
    • Akrie "Patrio", dapil Jabar VI
    • Krisna Mukti, dapil Jabar VII
    • Ressa Herlambang, dapil Jabar III
    • Mandala Abadi Souji, dapil Jateng II
    • Dedi Irama, dapil Jabar I
    • Ridho Rhoma, dapil Jabar V
    • Iyeth Bustami, dapil Riau
    • Shandy Nayoan, dapil Jabar I
    • Theodora Meilani Setiawati (Tia AFI), dapil Jateng V
    • Gitalis Dwinatarina (Gita KDI/Incumbent), dapil Jabar X
    • Vicky Muhammad Rhoma (Jabar II)
    • Euis Komala (Jabar III)
    • Tommy Kurniawan (Banten III)
  3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    • Yessy Gusman, dapil Jabar V
    • Edo Kondologit, dapil Papua
    • Sony Tulung, dapil Sulawesi Utara
    • Nico Siahaan, dapil Jabar I
    • Rieke Dyah Pitaloka (incumbent), dapil Jabar VII
  4. Partai Golongan Karya (Golkar)
    • Nurul Arifin (incumbent), dapil Jabar VII
    • Tantowi Yahya (incumbent), dapil DKI III
    • Tetty Kadi (incumbent), dapil Jabar VIII
    • Charles Bonar Sirait (incumbent), dapil DKI I
  5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
    • Rachel Maryam (Incumbent), dapil Jabar II
    • Jamal Mirdad (Incumbent), dapil Jateng I
    • Bella Saphira, dapil Jabar
    • Irwansyah, dapil Banten III
    • Iis Sugianto, dapil Jabar VIII
    • Derry Drajat, dapil Jabar VI
    • Bondan Winarno, dapil DKI Jakarta II
    • Riefian Fajarsyah (Ivan 'Seventeen'), dapil Yogyakarta
    • Purnomo (mantan pelari tercepat Asia tahun 80-an), dapil Banten III
    • Rahayu Saraswati, dapil Jateng IV
    • Hermalia Putri, dapil Jabar
  6. Partai Demokrat (PD)
    • Vena Melinda (Incumbent), dapil Jatim VI
    • Ingrid Palupi Kansil (Incumbent), dapil Jabar IV
    • Anwar Fuady, dapil Sumsel II
    • Deddy Yusuf, dapil Jabar II
    • Farhat Abbas, dapil DKI Jakarta III
    • Yenny Rachman, dapil DKI Jakarta II
    • Ruhut “Poltak” Sitompol (Sumut I)
  7. Partai Amanat Nasional (PAN)
    • Primus Yustisio (Incumbent), dapil Jabar V
    • Eko "Patrio" (Incumbent), dapil Jatim VIII
    • Ikang Fawzi, dapil Jabar II
    • Dwiki Dharmawan, dapil DKI Jakarta II
    • Desy Ratnasari, dapil Jabar Jabar IV
    • Anang Hermansyah, dapil Jatim IV
    • Jeremy Thomas, dapil DKI Jakarta II
    • Gisel Anastasia 'Idol', dapil Jabar I
    • Gading Marten, Dapil DKI Jakarta I
    • Marissa Haque, dapil Bengkulu
    • Hengky Kurniawan, dapil Jatim VI
    • Lucky Hakim, dapil Jabar VI
    • Soraya Hapsari, dapil Jabar VIII
    • Liza Natalia, dapil Jabar VII
    • Yayuk Basuki (petenis), dapil jateng I
    • Henidar Amro (Jabaar I)
    • Ida Daniar Royani (DKI Jakarta III)
    • Delon “Idol” (Sumsel II)
  8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
    • Angel Lelga (Penyanyi), dapil Jateng V,
    • Nashrullah (mat solar), dapil DKI Jakarta III,
    • Okky Asokawati (Incumbent), dapil DKI II
    • Ratih Sanggarwati Jabar IX,
    • Lyra Virna, dapil Sumsel I,
    • Emilia Contessa (Penyanyi), dapil Jatim III
  9. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
    • Gusti Randa, dapil Kalsel II
    • David Chalik, dapil DKI III
    • Andre Hehanusa, dapil  Jabar II



Sunday, March 10, 2013

Mekanisme Penetapan Jumlah Kursi dan Dapil Dalam Pemilu

March 10, 2013 0

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 8/2012) sudah menetapkan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPR RI yang tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut. Sementara penentuan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU.

Dalam menentukan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk masing-masing lembaga perwakilan agar dapat proporsional, para ahli merumuskan beberapa prinsip yang perlu diikuti dalam melakukan penghitungan alokasi kursi dan pembentukand daerah pemilihan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: kesetaraan populasi, integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, pencakupan wilayah (coterminus), kohesivitas penduduk, dan perlindungan petahana (preserving of incumbent).

Prinsip kesetaraan populasi adalah harga kursi dibanding penduduk kurang lebih sama antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain. Ini juga bagian dari pemenuhan prinsip opovov (one person, one vote, one value) dalam pemilu demokratis. Oleh karena itu prinsip ini harus ditempatkan sebagai prinsip nomor 1 sehingga bisa dihindari terjadinya diskriminasi politik, karena nilai suara/penduduk di satu daerah pemilihan lebih murah/mahal daripada nilai suara/penduduk di daerah pemilihan yang lain.

Prinsip integralitas wilayah berarti satu daerah pemilihan harus integral secara geografis, yang sejalan dengan prinsip kesinambungan wilayah, yaitu suatu daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Secara umum pembentukan wilayah administrasi juga memperhatikan masalah ini, sehingga penggunaan wilayah administrasi sebagai peta dasar pembentukan daerah pemilihan sebagaimana dikehendaki UU No. 8/2012 tidak mengganggu penerapan prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah ini.

Prinsip pencakupan wilayah atau coterminus maksudnya adalah suatu daerah pemilihan lembaga perwakilan tingkat bawah harus menjadi bagian utuh dari daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi, atau satu daerah pemilihan lembaga tingkat bawah tidak boleh berada di dua daerah atau lebih daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi. Prinsip ini untuk memudahkan penyaluran aspirasi secara berjenjang  ke lembaga perwakilan, atau sebaliknya untuk memudahkan penggalian aspirasi ke bawah. Bagi pemilu Indonesia yang penyelenggaraan pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan secara serentak penerapan prinsip ini tidak hanya memudahkan partai politik dan calon anggota legislatif dalam berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihan, tetapi juga memudahkan petugas pemilu dalam menjalankan tugasnya.

Prinsip kohesivitas penduduk berarti suatu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial budaya punduduk dan menjaga keutuhan kelompok minoritas. Kesatuan unsur sosial budaya penting untuk menyatukan kepentingan yang akan diperjuangkan oleh para wakil di parlemen. Keutuhan kelompok minoritas juga perlu dijaga agar mereka mendapatkan kepastian untuk memiliki wakil di parlemen. Prinsip kohesivitas ini tidak begitu masalah diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPR, tetapi ketika diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan lebih-lebih lagi DPRD Kabupaten/Kota, khususnya di luar Jawa, menimbulkan masalah yang kompleks. Di sinilah diperlukan kehati-hatian dan kebijakan KPU dalam menetapkan daerah pemilihan

Terakhir prinsip perlindungan petahana, maksudnya suatu daerah pemilihan harus memberi jaminan kepada petahana untuk bisa berkompetisi dan meraih kursi perwakilan yang tersedia. Ini penting karena hubungan wakil dengan penduduk yang diwakili perlu dijaga agar memudahkan penyaluran dan perjuangan kepentingan penduduk yang diwakili. Prinsip ini jarang dipraktikkan pada pemilu proporsional yang memiliki banyak kursi di daerah pemilihan, tetapi lazim diterapkan di pemilu mayoritarian yang memiliki hanya 1 kursi di daerah pemilihan.

Tentu tidak semua prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan pemilu demokratis tersebut bisa diterapkan dalam waktu bersamaan. Kondisi geografis wilayah, jumlah penduduk, dan keragaman penduduk, menyebabkan penerapan satu prinsip bisa menegasikan prinsip yang lain. Oleh karena itu penerapan prinsip tersebut selalu diurutkan berdasarkan prioritas. Prinsip kesetaraan populasi selalu menjadi prioritas pertama guna menghindari terjadinya diskriminasi politik. Prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah menjadi prioritas kedua, lalu disusul prinsip pencakupan wilayah, dan baru kohesivitas penduduk. Dalam konteks pemilu Indonesia, prinsip perlindungan petahana, bisa diabaikan.

Demi menegakkan prinsip kesetaraan populasi, maka penghitungan alokasi kursi ke daerah pemilihan, dipergunakan metode penghitungan yang hasilnya proporsional. Dua metode proporsional yang dikenal adalah metode kuota dan metode divisor. Metode divisor, khususnya varian Webster/St Lague dikenal paling proporsional dan tidak menimbulkan paradoks. Namun metode ini belum banyak dikenal di Indonesia sehingga tidak perlu dipaksakan penggunaannya dalam penyusunan daerah pemilihan, terutama untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 8/2012, tidak semata-mata utuk menghilangkan daerah pemilihan yang berkursi lebih dari 12, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan jumlah penduduk, perubahan geografi, dan perkembangan wilayah administrasi pemerintahan. Oleh karena itu penyusunan kembali daerah pemilihan tidak bisa dilakukan hanya berpijak pada daerah pemilihan yang ada atau yang digunakan dalam pemilu terakhir. Penyusunan daerah pemilihan harus dimulai dari tahap awal, sedangkan daerah pemilihan yang ada berlaku sebagai pembanding atau kontrol untuk memastikan sesuai-tidaknya pembentukan daerah pemilihan baru itu dengan kehendak undang-undang dan prinsip pemilu pembentukan daerah pemilihan dalam pemilu demokratis.

Dengan demikian langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing provinsi sesuai ketentuan Pasal 23 UU No. 8/2012. (Khusus untuk jumlah kursi DPRD DKI Jakarta, peraturan KPU perlu membuat ketentuan khusus, bahwa penambahan ¼ kursi tidak boleh melampau batas maksimal 100 kursi setiap provinsi, demi menjaga keadilan dengan provinsi yang mempunyai penduduk lebih banyak)
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Provinsi atau BPPd Provinsi, dengan membagi jumlah penduduk provinsi dengan jumlah kursi provinsi. BPPd Provinsi berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kabupaten/kota, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota dengan BPPd Provinsi. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka di belakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kabupaten/kota berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kabupaten/kota yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kabupaten/kota yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kabupaten/kota memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.

Untuk daerah pemilihan DPRD Provinsi perlu diantisipasi kemungkinan terdapat kecamatan yang sangat banyak penduduknya, sehingga kecamatan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu ketentuan kekecualian di mana kecamatan tersebut bisa dipecah dimana satu atau berapa desa/kelurahan disatukan dengan kecamatan lain yang masih dalam satu kabupaten/kota. Pemecahan seperti ini selain tetap menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kabupaten/kota”

Sementara langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing daerah sesuai ketentuan Pasal 26, UU No. 8/2012.
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Kabupaten/Kota atau BPPd Kabupaten/Kota, dengan membagi jumlah penduduk kabupaten/kota dengan jumlah kursi Kabupaten/Kota. BPPd kabupaten/kota berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kecamatan, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kecamatan dengan BPPd kabupaten/kota. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka dibelakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kacamatan berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kacamatan yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kecamatan yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kecamatan memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.

Untuk daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota perlu diantisipasi kemungkinan terdapat desa/keluarhan yang sangat banyak penduduknya, sehingga desa/keluarahan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu kententuan kekecualian di mana desa/kelurahan tersebut bisa dipecah dimana satu atau beberapa RW/RW disatukan dengan desa/keluaran lain yang masih dalam satu kecamatan. Pemecahan seperti ini selain menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kecamatan”. (sumber)

Friday, February 22, 2013

Ini Kira-kira Penghasilan Yang Didapatkan Anggota DPR

February 22, 2013 0


Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR, total take home pay untuk anggota DPR yang merangkap ketua alat kelengkapan adalah Rp 54,9 juta. Sedangkan gaji untuk anggota DPR yang merangkap anggota alat kelengkapan adalah Rp 51,5 juta.

Total take home pay anggota DPR yang merangkap ketua alat kelengkapan adalah Rp 54,9 juta, dan untuk anggota DPR yang merangkap anggota alat kelengkapan adalah Rp 51,5 juta.

Sebagi pembanding, gaji dari anggota DPR tahun 2004 - 2009 gaji bulanan Rp 46.100.000. Namun ditambah biaya tunjangan, biaya reses, dan gaji ke-13, setiap anggota DPR RI per tahun kira-kria mencapai Rp 1 MILIAR per tahun.

Berikut Rincian Gaji DPR RI Masa Bhakti 2004 - 2009
Rutin perbulan meliputi :
  • Gaji pokok : Rp 15.510.000
  • Tunjangan listrik : Rp 5.496.000
  • Tunjangan Aspirasi : Rp 7.200.000
  • Tunjangan kehormatan : Rp 3.150.000
  • Tunjangan Komunikasi : Rp 12.000.000
  • Tunjangan Pengawasan : Rp 2.100.000
Total : Rp 46.100.000/bulan
Total per tahun : Rp 554.000.000

Masing-masing anggota DPR mendapatkan gaji yang sama. Sedangkan penerimaan nonbulanan atau nonrutin. Dimulai dari penerimaan gaji ke-13 setiap bulan Juni.
  • Gaji ke-13 : Rp 16.400.000
  • Dana penyerapan (reses) : Rp 31.500.000
Dalam satu tahun sidang ada empat kali reses jika ditotal selama pertahun totalnya sekitar Rp 118.000.000 setahun. Sementara penghasilan yang bersifat sewaktu-waktu yaitu:
  • Dana intensif pembahasan rancangan undang-undang dan honor melalui uji kelayakan dan kepatutan sebesar Rp 5.000.000/kegiatan
  • Dana kebijakan intensif legislative sebesar Rp 1.000.000/RUU
Jumlah keseluruhan yang diterima anggota DPR dalam setahun mencapai hampir Rp 1 MILIAR. Data tahun 2006 jumlah per tahun dana yang diterima anggota DPR mencapai Rp 761.000.000, dan tahun 2007 mencapai Rp 787.100.000.


Fasilitas anggota DPR RI, 2004-2009
  1. Gaji pokok dan tunjangan
    • Rp 4.200.000/bulan
    • Tunjangan
      • Jabatan Rp 9.700.000/ bulan
      • Uang paket Rp 2.000.000/bulan
      • Beras Rp 30.090/jiwa/ bulan
      • Keluarga:
        • Suami/istri (10% X Gaji pokok Rp 420.000/bln)
        • Anak (25 X Gaji pokok Rp 84.000/jiwa/ bulan)
      • Khusus pph, pasal 21 Rp 2.699.813
  2. Penerimaan lain-lain
    • Tunjangan kehormatan Rp 3.720.000/bulan
    • Komunikasi intensif Rp 4.140.000/bulan
    • Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 4.000.000
    • Pansus Rp 2.000.000/undang- undang per paket
    • Asisten anggota (1 orang Rp 2.250.000/bulan)
    • Fasilitas kredit mobil Rp 70.000.000/orang/ per periode
  3. Biaya perjalanan (keterangan: lamanya perjalanan sesuai program kerja, dan sebanyak-banyaknya 7 hari untuk kunjungan kerja per orangan, dan 5 hari untuk kunjungan kerja tim komisi/gabungan komisi)
    • Paket pulang pergi sesuai daerah tujuan masing-masing
    • Uang harian:
      • Daerah tingkat I Rp 500.000/hari
      • Derah tingkat II Rp 400.000/hari
    • Uang representasi:
      • Daerah Tingkat I Rp 400.000
      • Daerah Tingkat II Rp 300.000
  4. Rumah jabatan
    • Anggaran pemeliharaan
      • RJA Kalibata, Jakarta Selatan Rp 3.000.000/rumah/ tahun
      • RJA Ulujami, Jakarta Barat Rp 5.000.000/rumah/ tahun
    • Perlengkapan rumah lengkap
  5. Perawatan kesehatan uang duka dan biaya pemakaman
    • Biaya pengobatan (oleh PT Askes)
      • Anggota DPR, suami/anak kandung/istri dan atau anak angkat dari anggota yang bersangkutan.
      • Jangkauan pelayanan nasional : (diprovider di seluruh Indonesia yang ditunjuk termasuk provider ekslusif untuk rawat jalan dan rawat inap).
    • Uang duka :
      • wafat (3 bulan x gaji)
      • tewas (6 bulan x gaji)
    • Biaya pemakaman Rp 1.050.000/orang
  6. Pensiunan
    • Uang pensiun (60% x gaji pokok) Rp 2.520.000/bulan
    • Tunjangan beras Rp 30.090/jiwa/ bulan. (sumber)

Melihat jumlah gaji yang begitu besar yang bisa mencapai angka 1 M, manusia mana yang tidak tergiur akan kursi DPR???

Pentas politik yang bernama Pemilu akan menjadi arena untuk berebutan agar bisa menjadi seorang "wakil rakyat". Berbagai macam cara pasti akan dilakukan oleh kandidat untuk bisa mendapat jatah 1 kursi di Senayan, termasuk disitu money politic.

Untuk bisa memuluskan langkahnya, bisa saja sekarang mereka mau merelakan uang hingga 300-500jt sebagai modal awal, karena diyakini ketika nanti jadi anggota DPR pasti akan balik modal, bahkan lebih.

Jadi sangat cocok sekali apabila ada yang menyebutkan bahwa DPR adalah ladangnya koruptor. wallahu alam...

Friday, February 15, 2013

Ketika Rakyat Ditinggal Wakilnya

February 15, 2013 0

Sikap politisi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau akrab disapa Ibas yang mundur dari keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat menambah daftar anggota Dewan yang meninggalkan tugas memperjuangkan nasib rakyat di Parlemen. Mereka lebih memilih memikirkan partai politik dibanding konstituen.

Sebelumnya, Ibas memutuskan untuk fokus menjalankan tugas sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ketimbang tugasnya sebagai wakil rakyat. Menurut dia, tugas partai akan menyita banyak waktu, pikiran, dan energi sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan tugas di DPR dengan baik. Apalagi, Demokrat tengah dirundung masalah setelah elektabilitasnya terus terpuruk.

Sebelum Ibas, sejumlah politisi telah hengkang lebih dulu dari DPR. Mereka yakni politisi Partai Golkar Idrus Marham. Awalnya, dia menjadi anggota Komisi II dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan. Dia keluar lantaran ingin fokus mengurus partai setelah terpilih menjadi Sekjen Golkar.

Politisi lainnya, Jeffry Geovani. Awalnya, dia menjadi anggota Komisi I dari Fraksi Golkar. Politisi yang ketika itu mewakili Dapil Sumatera Barat I memilih keluar lantaran loncat ke Partai Nasdem.

Tiga politisi Golkar lainnya mengikuti langkah Jeffry. Mereka yakni Enggartiasto Lukita (Komisi I dari Dapil Jabar), Malka Amin (Komisi V dari Dapil Sulawesi Selatan), dan Mamat Rahayu (Komisi IX dari Dapil Banten).

Dua politisi dari parpol berbeda, yakni Akbar Faizal (dulu Partai Hanura, Komisi I dari Dapil Sulsel) dan Maiyasyak Johan (dulu PPP, Komisi I dari Dapil Sumut) juga memilih meninggalkan konstituen lantaran pindah ke Nasdem. Bahkan, tak sampai dua pekan di Nasdem, Maiyasyak loncat lagi ke Partai Golkar.

Tak hanya anggota, pimpinan DPR juga bersikap sama. Politisi Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta menanggalkan jabatan Wakil Ketua DPR. Awalnya, dia masuk ke DPR mewakili Dapil Sulsel. Anis lalu keluar dari Parlemen untuk fokus membenahi PKS sebagai Presiden PKS. Dia menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq yang terjerat kasus dugaan korupsi impor sapi.

Terkait sikap anggota DPR yang memilih mundur dari Parlemen untuk mengurus partai, akademisi Daoed Joesoef mengatakan, mereka seharusnya mencontoh intelektual-pejuang kemerdekaan India dan Presiden Partai Kongres Nehru. Sesudah dilantik menjadi Perdana Menteri India, Nehru pernah mengatakan, "When my loyality to my country begins, my loyality to my party ends."

Hal ini juga turut dijalankan secara konsekuen oleh pendiri bangsa kita, Soekarno. "Mereka sadar bahwa begitu disumpah menjadi perdana menteri (Nehru) dan presiden (Bung Karno), mereka menjadi pejabat dari negeri yang menghadapi aneka ragam masalah. Mereka dituntut bekerja penuh 24 jam sehari menangani masalah-masalah itu karena pada ketepatan solusinya itulah bergantung perbaikan nasib jutaan warga bangsanya," kata Daoed.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, mengatakan, salah satu permasalahan hengkangnya politisi dari Parlemen di tengah masa tugas ada di partai. Pengusungan seseorang hanya untuk menarik suara sebanyak-banyaknya tanpa melihat kemampuan. Dengan demikian, kata dia, proses komunikasi politik hanya kepada parpol, bukan konstituen.

Padahal, kata Ari, rakyat benar-benar menggantungkan harapan kepada mereka yang dipilih. "Konstituen dirugikan karena suara diberikan, tapi tidak ada pertanggungjawaban bekerja selama lima tahun," ucap dia ketika dihubungi, Jumat (15/2/2013).

Ari memprediksi masih ada lagi politisi yang akan meninggalkan Parlemen mendekati Pemilu 2014, utamanya anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pasalnya, hanya 10 parpol yang dinyatakan lolos menjadi peserta Pemilu 2014. Mereka akan keluar lantaran pindah parpol.

Apakah mereka masih layak untuk dipilih jika mencalonkan kembali di Pileg 2014? "Saya kira mereka tidak perlu dipilih lagi karena konstituen tidak dipikirkan," jawab Ari.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang mengatakan, mereka yang keluar karena pindah parpol jelas hanya mengejar kekuasaan di Pileg 2014. Mereka akan menyampaikan seribu satu alasan untuk membenarkan tindakannya. Padahal, kata dia, mereka hanya melihat di parpol mana dia bisa terpilih kembali.

"Ideologi partai, loyalitas ke partai tidak penting. Yang penting meraih kekuasaan. Orang seperti itu tidak layak dipercaya lagi. Bagaimana dia bisa bertanggung jawab kalau sekarang tinggalkan rakyat begitu saja," kata Sebastian.

Berbeda pendapat dengan Daoed, Sebastian mengatakan, politisi yang keluar karena alasan mengurus parpol masih dapat diberi apresiasi. Hanya saja, lanjut Sebastian, Ibas terlambat mengambil sikap tersebut lantaran sejak awal 2010 sudah menjadi Sekjen Demokrat.

"Orang seperti ini masih lebih baik dibanding mereka yang keluar karena pindah parpol. Ke depan, sebaiknya didorong agar petinggi-petinggi partai tidak pegang jabatan di eksekusif atau legislatif. Harus memilih, tidak bisa semua diambil, biar fokus," kata dia.

Sebastian menambahkan, sisi positif dari keluarnya mereka dari DPR yakni munculnya politisi baru. Biasanya, kata dia, anggota Dewan yang baru masih semangat dan memegang idealisme ketika menjalankan tugas.

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto menilai senada. Menurut dia, mereka yang keluar karena pindah parpol hanya mendahulukan ambisi kekuasaan dengan mengkhianati kepercayaan konstituen yang telah memilih.

Terkait banyaknya politisi yang pindah partai, Gun Gun menilai hal itu semakin membuktikan keroposnya partai dalam membangun proses kaderisasi. Langkah itu juga membuktikan pragmatisme para politisi.

"Pragmatisme itu bukan semata karena minimnya tingkat loyalitas pada basis konstituen, tetapi juga rapuhnya ikatan diri serta identifikasi pada partainya," kata Gun Gun. (sumber)

Friday, December 14, 2012

KPU-DPR Bahas Kemungkinan Penggunaan E-Voting Dalam Pemilu

December 14, 2012 0

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR RI membahas kemungkinan penggunaan electronic voting (e-voting) dalam penyelenggaraan Pemilu (dan Pemilukada). Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteri Dalam Negeri, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik India, Selasa (24/5) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Komisi II DPR RI hari itu menggelar RDP dalam rangka menyampaikan laporan kunjungan kerja (kunker) ke Republik India dan Republik Rakyat China (RRC) pada awal Mei lalu. Dalam kunker tersebut, dilibatkan juga  perwakilan dari beberapa lembaga negara/pemerintahan, termasuk KPU. Salah satu hal penting yang mengemuka dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II, Chairuman Harahap (Fraksi Golkar) tersebut adalah penggunaan e-voting dalam penyelenggaraan Pemilu.

E-Voting merupakan metode pemungutan suara menggunakan teknologi informasi dengan sejumlah syarat. Negara yang dianggap paling sukses menerapkan e-voting adalah India. Dengan jumlah pemilih sebesar 700 juta jiwa, dan sistem distrik, India berhasil menyelenggarakan Pemilu (dengan e-voting) dengan baik. “Di India, KPU-nya luar biasa dipercaya oleh rakyatnya. Padahal, komisioner KPU-nya hanya tiga orang, tetapi mereka memiliki power yang sangat besar dalam memutuskan masalah-masalah kepemiluan,” tutur Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Basuki Tjahaya Purnama.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU, Prof. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA, mengatakan, penggunaan e-voting dalam Pemilu di Indonesia masih memerlukan kajian yang lebih mendalam lagi. “Penggunaan e-voting memerlukan studi kelayakan, termasuk aspek teknis, aspek ekonomis, sosialisasi, dan tenaga user-nya,”  tandasnya.

Secara teoritis, e-voting memberikan banyak kemudahan, baik dalam pemberian suara maupun dalam penghitungan hasil perolehan suara. Secara ekonomis, dari pengalaman Pemilukada di Jembrana lalu, biaya yang diperlukan untuk satu alat e-voting mencapai sebesar 20 juta. ”Itu artinya, kalau jumlah DPS (Daftar Pemilih Sementara-red) Pemilu di Indonesia sebanyak 500 ribu jiwa, dengan Pemilu serentak, biaya yang dibutuhkan sebesar 5 Trilyun.  Itu untuk alatnya saja. Padahal, di India, satu alatnya murah, hanya sekitar 2 juta-an. Inilah yang sedang dikaji oleh pihak BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” ungkap Hafiz.

“Karena telah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU sangat concern terhadap penggunaan e-voting ini. KPU juga telah membentuk tim khusus yang terdiri dari Anggota KPU Prof. Syamsulbahri, Saut H. Sirait, dan Endang Sulastri. Rencanya (e-voting) ini akan diterapkan secara bertahap, mulai dari Pemilukada, seperti pada (Pemilukada) DKI Jakarta atau daerah lain, tergantung pada regulasinya nanti,” sambung Hafiz.

"Di samping e-voting, ada wacana untuk menerapkan e-counting terlebih dahulu, seperti di Taiwan, Jepang dan Filipina. Menurut informasi, BPPT telah berhasil menciptakan mesin penghitung suara elektronik yang dijamin keakuratannya, sehingga azas jujur dan adil tetap terjaga," urai Hafiz.

Terkait hubungan kerja sama antara KPU RI dengan KPU India atau Election Commission of India (ECI), Ketua KPU mengatakan, selama ini telah terjalin dengan sangat baik. Hal itu terlihat dari diundangnya KPU RI dalam acara peringatan hari Ulang Tahun ke-60 ECI atau Diamond Jubilee pada 24-25 Januari 2011 lalu, berbarengan dengan International Conference on Best Electoral Practices di New Delhi, India. Konferensi itu sendiri dihadiri sekitar 130 orang peserta yang berasal dari 30 (tiga puluh) negara. “KPU RI dengan ECI juga sedang merancang jalinan kerja sama bidang kepemiluan yang akan dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU),” ungkap Hafiz Anshary.

Selain e-voting, issu lain yang dibahas dalam rapat tersebut diantaranya mengenai legislasi dan pengawasan atas kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan perbatasan, reformasi birokrasi dan penanganan pelayanan publik, dan pengelolaan sistem informasi administrasi kependudukan, termasuk penerapan E-KTP dan Single Identity Number (SID). (sumber)

Sunday, November 11, 2012

Daftar Komisi Yang Ada DPR Periode 2009-2014

November 11, 2012 0

Komisi adalah salah satu alat kelengkapan DPR yang menjadi unit kerja utama didalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan didalam komisi.

Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi. Dan tugas pokok yang dijalankan oleh komisi DPR adalah Anggaran dan Pengawasan.

Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas, yaitu :


KOMISI I
  • Ruang Lingkup : Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi.
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Pertahanan
    2. Kementerian Luar Negeri
    3. Panglima TNI (Mabes TNI AD, AL dan AU)
    4. Kementerian Komunikasi dan Informatika
    5. Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
    6. Badan Intelijen Negara (BIN)
    7. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
    8. Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA
    9. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
    10. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
    11. Televisi Republik Indonesia (TVRI)
    12. Radio Republik Indonesia (RRI)
    13. Dewan Pers
    14. Perum Antara


KOMISI II
  • Ruang Lingkup : Pemerintahan Dalam Negeri & Otonomi Daerah, Aparatur, Negara & Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, dan Pertanahan & Reforma Agraria.
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Dalam Negeri
    2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
    3. Menteri Sekretaris Negara
    4. Sekretaris Kabinet
    5. Lembaga Administrasi Negara (LAN)
    6. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
    7. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
    8. Arsip Nasional RI (ANRI)
    9. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
    10. Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
    11. Ombudsman Republik Indonesia
    12. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)


KOMISI III
  • Ruang Lingkup : Hukum, HAM, dan Keamanan
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
    2. Kejaksaan Agung
    3. Kepolisian Negara Republik Indonesia
    4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
    5. Komisi Hukum Nasional
    6. Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM)
    7. Setjen Mahkamah Agung
    8. Setjen Mahkamah Konstitusi
    9. Setjen MPR
    10. Setjen DPD
    11. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
    12. Komisi Yudisial
    13. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
    14. Badan Narkotika Nasional (BNN)


KOMISI IV
  • Ruang Lingkup : Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Pertanian
    2. Departemen Kehutanan
    3. Departemen Kelautan dan Perikanan
    4. Badan Urusan Logistik
    5. Dewan Maritim Nasional


KOMISI V
  • Ruang Lingkup : Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan & Kawasan Tertinggal, dan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Pekerjaan Umum
    2. Kementerian Perhubungan
    3. Kementerian Perumahan Rakyat
    4. Kementerian Pembangunan Daerah Teringgal
    5. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
    6. Badan SAR Nasional
    7. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)


KOMISI VI
  • Ruang Lingkup : Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM & BUMN, dan Standarisasi Nasional
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Perindustrian
    2. Departemen Perdagangan
    3. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
    4. Menteri Negara BUMN
    5. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
    6. Badan Standarisasi Nasional (BSN)
    7. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
    8. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


KOMISI VII
  • Ruang Lingkup : Energi Sumber Daya Mineral, Riset & Teknologi, dan Lingkungan Hidup
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
    2. Menteri Negara Lingkungan Hidup
    3. Menteri Negara Riset dan Teknologi
    4. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
    5. Dewan Riset Nasional
    6. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
    7. Badan Tenaga Nuklir (BATAN)
    8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN)
    9. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
    10. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
    11. Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas
    12. Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas
    13. PP IPTEK
    14. Lembaga EIKJMEN


KOMISI VIII
  • Ruang Lingkup : Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian  Agama
    2. Kementerian  Sosia RIl
    3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
    4. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
    5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
    6. Badan Amil Zakat Nasional


KOMISI IX
  • Ruang Lingkup : Tenaga Kerja & Transmigrasi, Kependudukan, dan Kesehatan.
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Kesehatan
    2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
    3. badan Kkoordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
    4. Badan Pengawas Obat dan Makanan
    5. BNP2TKI
    6. PT Askes ( Persero)
    7. PT. Jamsostek( Persero)


KOMISI X
  • Ruang Lingkup : Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian, dan Kebudayaan
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Pendidikan Nasional
    2. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
    3. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
    4. Perpustakaan Nasional


KOMISI XI
  • Ruang Lingkup : Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Keuangan RI
    2. Menteri Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS
    3. Bank Indonesia
    4. Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    5. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
    6. Badan Pusat Statistik (BPS)
    7. Setjen BPK RI
    8. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
    9. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)


Alat-Alat Kelengkapan DPR Selaku Lembaga Negara

November 11, 2012 2

Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki beberapa unit kerja yang biasa disebut dengan “alat kelengkapan.” Alat-alat kelengkapan DPR tersebut ada yang bersifat tetap dan sementara. Yang dimaksud dengan alat kelengkapan tetap adalah unit kerja yang terus menerus ada selama masa kerja DPR berlangsung, yakni selama lima tahun. Keanggotaannya juga tidak berubah dari awal sampai akhir, kecuali ada pemberhentian. Sedangkan alat kelengkapan yang bersifat sementara hanya dibentuk untuk kebutuhan dan tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Begitu juga dengan keanggotaannya, yang dapat digantikan tanpa ada pengaturan mengenai masa keanggotaannya.

Alat-alat kelengkapan ini diatur dalam Bab V Peraturan Tata Tertib DPR Tahun 2009. Alat kelengkapan tetap terdiri dari: Pimpinan, Badan Musyawarah (Bamus), Komisi, Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Badan Kehormatan, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Sedangkan alat kelengkapan yang bersifat sementara adalah Panitia Khusus (Pansus).

Selain alat kelengkapan DPR tersebut, dikenal pula panitia yang dibentuk oleh alat kelengkapan yang disebut Panitia Kerja (Panja). Dalam prakteknya Panja memegang peranan signifikan dalam proses kerja DPR. Di bawah ini diuraikan alat kelengkapan DPR, tugas-tugasnya, serta model kepemimpinannya.



PIMPINAN DPR

Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima

Pimpinan berperan sebagai juru bicara parlemen dan koordinator bagi seluruh anggota parlemen. Pimpinan parlemen biasanya memang bukan jabatan struktural seperti pada lembaga birokrasi yang bisa mengambil keputusan sendiri. Setiap keputusan di parlemen selalu diambil secara bersama-sama, dengan pimpinan sebagai pengatur rapat dan berperan pula sebagai wakil dari seluruh anggota parlemen ketika lembaga itu berhubungan dengan lembaga lainnya. Karena itulah, dalam negara-negara berbahasa Inggris, ketua parlemen biasanya disebut speaker of the parliament/house, bukan chairperson.

Fungsi pokok Pimpinan DPR secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional. Pimpinan DPR juga berfungsi memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi dalam hal adanya pelanggaran kode etik oleh anggota DPR.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, Pimpinan memiliki tugas-tugas yang bisa dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu (i) tugas di lingkungan internal Pimpinan; (ii) tugas di lingkungan internal DPR; dan (iii) tugas di lingkungan eksternal DPR. Tugas di lingkungan internal Pimpinan adalah menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil ketua, serta mengumumkannya kepada Rapat Paripurna.

Tugas Pimpinan
Tugas di lingkungan internal DPR meliputi:
  1. Memimpin rapat DPR sesuai dengan ketentuan Tata Tertib serta  menyimpulkan persoalan yang dibicarakan dalam rapat;
  2. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;
  3. Menentukan kebijaksanaan Alat Kelengkapan DPR;
  4. Melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  5. Menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR;
  6. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPR;
  7. Mengadakan konsultasi dengan pimpinan fraksi apabila dipandang perlu, dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh Badan Urusan Rumah Tangga;
  8. Menyusun rencana anggaran DPR bersama BURT yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna;
  9. Menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
Tugas Pimpinan DPR di lingkungan eksternal DPR adalah:
  1. Menjadi juru bicara DPR;
  2. Mengadakan konsultasi dengan presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;
  3. Mewakili DPR dan alat kelengkapan DPR di pengadilan.

Pengaturan mengenai Pimpinan DPR termuat dalam Pasal 26 s/d 41 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN MUSYAWARAH (BAMUS)

Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun siding, dan ini merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.

Dalam dinamika politik DPR, Bamus dapat dikatakan sebagai “miniatur” DPR. Sebagian besar, kalau bukan semua, keputusan penting DPR digodok terlebih dulu di Bamus. Sehingga bisa dikatakan dinamika yang terjadi di dalam Bamus akan tercermin di dalam Rapat Paripurna. Dan hanya Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah keputusan Bamus.

Tugas Bamus
Tugas-tugas Bamus di bawah ini akan menunjukkan perannya yang sangat sentral dalam menentukan arah dan kinerja DPR, termasuk fungsi legislasi dan pengawasan.
  1. Menetapkan agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya
  2. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;
  3. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing
  4. Mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPR
  5. Menentukan penanganan suatu rancangan undangundang atau pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR
  6. Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR
  7. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah

Pengaturan tentang Bamus terdapat dalam Pasal 42 s/d 48 Tata Tertib DPR tahun 2009



KOMISI

Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam Komisi.

Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan komisi dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.

Pada periode ini (2009-2014) DPR mempunyai sebelas Komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing. Secara umum tugas dan wewenang Komisi dapat dibagi dalam tiga bidang: legislasi, pengawasan, dan anggaran. 

Biasanya pengisian keanggotan Komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh Komisi. Jadi, bila keanggotaan fraksi punya kesamaan dalam hal kepentingan politik, Komisi punya kesamaan dalam penguasaan masalah dan keahlian.

Tugas Komisi
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang.

Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
  1. Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
  2. Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
  3. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;
  4. Mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
  5. Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan, kepada Badan Anggaran untuksinkronisasi;
  6. Menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul komisi; dan
  7. Menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi, untuk bahan akhir penetapan APBN.
Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
  1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
  2. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
  3. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
  4. Membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi dalam melaksanakan, dapat mengadakan:
  1. Rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga;
  2. Konsultasi dengan DPD;
  3. Rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;
  4. Rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pihak lain;
  5. Rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan; dan/atau
  6. Kunjungan kerja.

Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi. Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah. Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya. Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pengaturan seputar Komisi terdapat dalam Pasal 49 s/d 56 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN LEGISLASI (BALEG)

Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Legislasi dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.

Badan Legislasi (Baleg) merupakan salah satu alat kelengkapan DPR yang lahir belakangan dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR lainnya, yaitu pada tahun 2000. Lahirnya Baleg didorong oleh adanya amandemen pertama terhadap UUD pada tahun 1999, yang menegaskan bahwa fungsi legislasi dilakukan oleh DPR.

Fungsi utama Baleg pada awalnya dititikberatkan pada proses administrasi dan teknis legislasi. Sedikit sekali peran Baleg dalam mempengaruhi substansi sebuah RUU. Namun sejak perubahan Tata Tertib DPR pada tahun 2001 yang mulai berlaku pada 2002, fungsi Baleg menjadi lebih berbobot serta cukup memadai untuk mempengaruhi substansi sebuah RUU. Bahkan, peran Baleg dikuatkan dalam undang-undang dengan adanya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Pasal 16 UU PPP mengatur bahwa penyusunan perencanaan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dilakukan oleh pemerintah dan DPR dan dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Dengan peraturan demikian, yang akan melaksanakan tugas ini adalah Baleg.

Tugas Baleg
  1. Menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;
  2. Mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
  3. Menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
  4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
  5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;
  6. Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
  7. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
  8. Memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan
  9. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

Pengaturan tentang Baleg terdapat dalam Pasal 57 - 61 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN ANGGARAN

Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi.

Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.

Sebelum melaksanakan tugasnya, Badan anggaran terlebih dahulu menetapkan siklus dan jadwal pembahasan APBN bersama pemerintah.

Tugas Badan Anggara
  1. Membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran;
  2. Menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait;
  3. Membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga;
  4. Melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga;
  5. Membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan
  6. Membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pengaturan mengenai Badan Anggaran ada dalam Pasal 62 – 66 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (disingkat BAKN), dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksi DPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BAKN dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.

BAKN bertugas:
  1. Melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;
  2. Menyampaikan hasil penelaahan kepada komisi;
  3. Menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan
  4. Memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.
Dalam melaksanakan tugas BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil kerja disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala. Dalam melaksanakan tugas, BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan, dan/atau peneliti.

Pengaturan mengenai BAKN terdapat di dalam Pasal 67 s/d 72 Tata tertib DPR tahun 2009



BADAN URUSAN RUMAH TANGGA (BURT)

Sesuai dengan namanya, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) adalah unit kerja DPR yang fungsinya hanya berkaitan dengan hal-hal internal DPR dan hampir tidak ada kaitan langsung dengan fungsi-fungsi pokok DPR. Walaupun begitu, unit kerja ini menjadi tulang punggung para anggota DPR dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan fasilitas dan kesejahteraan mereka. Pengaturan tentang BURT

Susunan dan keanggotaan BURT ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap fraksi. penggantian anggota BURT dapat pula dilakukan oleh fraksinya apabila anggota BURT yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari fraksinya.

Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BKSAP terdiri atas seorang Ketua dan tiga orang Wakil ketua. Mereka dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap – tiap fraksi. Komposisi pimpinan BURT dari masing-masing fraksi ditetapkan pada permulaan keanggotaan. Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan mengajukan satu nama calon pimpinan BURT kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat BURT. Rapat BURT diselenggarakan setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Penggantian pimpinan BURT dilakukan oleh fraksi yang bersangkutan dan ditetapkan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR.

BURT bertugas:
  1. Menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;
  2. Melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR;
  3. Melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;
  4. Menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dan
  5. Menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
Sebelum rancangan anggaran disahkan dalam rapat paripurna , BURT mengadakan rapat dengan Badan Anggaran untuk membahas rancangan anggaran DPR. BURT dapat mengundang pemerintah untuk memberikan masukan. BURT melaporkan hasil pembahasan rancang anggaran dalam rapat paripurna untuk ditetapkan.

Pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Pasal 83 s/d 88 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN KERJA SAMA ANTAR-PARLEMEN (BKSAP)

Seperti bisa dilihat dari namanya, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) adalah alat kelengkapan DPR yang memiliki peran penting dalam hal hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dengan parlemen negara lain.

Susunan dan keanggotaan BKSP ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap fraksi. penggantian anggota BKSAP dapat pula dilakukan oleh fraksinya apabila anggota BKSAP yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari fraksinya. Dalam melaksanakan tugasnya, BKSAP dibantu oleh sebuah sekretariat.

Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BKSAP terdiri atas seorang Ketua dan satu orang Wakil ketua. Mereka dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap – tiap fraksi. Komposisi pimpinan BKSAP dari masing-masing fraksi ditetapkan pada permulaan keanggotaan. Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan mengajukan satu nama calon pimpinan BAKN kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat BKSAP. Rapat BAKN diselenggarakan setelah penetapan susunan dan keanggotaan BKSAP. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Penggantian pimpinan BKSAP dilakukan oleh fraksi yang bersangkutan dan ditetapkan dalam rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR.

BKSAP bertugas:
  1. Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
  2. Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
  3. Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan
  4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh BKSAP pada masa keanggotaan berikutnya.

Pengaturan mengenai BKSAP dimuat dalam Pasal 67 - 78 Tata Tertib DPR tahun 2009



BADAN KEHORMATAN

Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan tetap yang paling muda saat ini di DPR. Pada awal pembentukannya, Badan Kehormatan termasuk dalam alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara, namun dengan perubahan Tata Tertib DPR pada tahun 2004, alat kelengkapan ini berubah menjad alat kelengkapan tetap DPR.

Pembentukan Badan Kehormatan DPR merupakan tanggapan atas sorotan publik terhadap kinerja buruk sebagian anggota DPR. Misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dalam rapat dan konflik kepentingan. Beberapa kasus pelanggaran kode etik oleh anggota DPR juga sempat memunculkan desakan agar Badan Kehormatan segera dibentuk. Misalnya dalam kasus suap yang diduga melibatkan anggota Komisi Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan DPR dalam DPR periode 1999-2004 untuk melancarkan divestasi Bank Niaga oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Demikian juga ketika muncul indikasi keengganan sebagian anggota DPR untuk menyerahkan formulir daftar kekayaan yang diserahkan oleh Komisi Penyelidik Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN, kini sudah digantikan perannya oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap fraksi. penggantian anggota Badan Kehormatan dapat pula dilakukan oleh fraksinya apabila anggota Badan Kehormatan yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari fraksinya.

Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas seorang Ketua dan dua orang Wakil ketua. Mereka dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap – tiap fraksi. Komposisi pimpinan Badan Kehormatan dari masing – masing fraksi ditetapkan pada permulaan keanggotaan. Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan mengajukan satu nama calon pimpinan Badan Kehormatan kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat Badan Kehormatan. Rapat Badan Kehormatan diselenggarakan setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Penggantian pimpinan Badan Kehormatan dilakukan oleh fraksi yang bersangkutan dan ditetapkan dalam rapat Badan Kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan DPR.

Tugas-tugas
Tugas Badan Kehormatan adalah melakukan penyelidikan dan verifikasi terhadap pengaduan atas peristiwa yang diduga dilakukan oleh anggota DPR sebegai suatu pelanggaran karena :
  1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR.
  2. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota DPR sebagaimana dimaskud dalam undang-undang tentang Pemilihan Umum.
  3. Melanggar sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan sebagai anggota DPR.
  4. Melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Badan Kehormatan dapat menetapkan keputusan rehabilitasi, apabila anggota yang diadukan terbukti tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan Kode Etik. Rehabilitasi tersebut diumumkan dalam Rapat Paripurna dan dibagikan kepada seluruh anggota.

Pengaturan mengenai Badan Kehormatan terdapat dalam Pasal 79 s/d 82 Tata Tertib DPR



PANITIA KHUSUS (PANSUS)

Apabila dipandang perlu, DPR atau alat kelengkapan DPR dapat membentuk panitia yang bersifat sementara. Panitia inilah yang disebut Panitia Khusus (Pansus) dan diatur dalam Pasal 89 s/d 93 Tata Tertib DPR.

Susunan dan keanggotaan Panitia Khusus ditetapkan oleh DPR berdasarkan perimbangan dan pemertaan jumlah anggota tiap – tiap fraksi.   Jumlah anggota Panitian Khusus paling banyak 30  orang ditetapkan oleh Rapat Paripurna.  penggantian anggota Panitia Khusus dapat pula dilakukan oleh fraksinya apabila anggota Panitia Khusus yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari fraksinya.

Pimpinan Panitia Khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Panitia Khusus terdiri atas seorang Ketua dan paling banyak tiga orang Wakil ketua. Mereka dipilih dari dan oleh anggota Panitia Khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap – tiap fraksi. Komposisi pimpinan Panitia Khusus dari masing – masing fraksi ditetapkan pada permulaan keanggotaan. Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan mengajukan satu nama calon pimpinan Panitia Khusus kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat Panitia Khusus. Rapat Panitia Khusus diselenggarakan setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Penggantian pimpinan Panitia Khusus dilakukan oleh fraksi yang bersangkutan dan ditetapkan dalam rapat Panitia Khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR.

Tugas Panitia Khusus adalah melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Dalam melaksanakan tugasnya panitia khusus dapat melakukan rapat kerja, rapat panitia kerja, rapat tim perumus, dan rapat tim sinkronisasi. Jangka waktu untuk melaksanakan tugastertentu dapat diperpanjang oleh bamus apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.



PANITIA KERJA (PANJA) & TIM

Kalau yang disebut di atas kesemuanya adalah alat kelengkapan DPR, baik yang bersifat sementara maupun tetap, panitia yang akan diuraikan di bagian ini bukanlah sebuah alat kelengkapan DPR, melainkan panitia yang dibentuk oleh alat kelengkapan DPR. Panitia ini disebut Panitia Kerja (Panja). Panja adalah unit kerja sementara yang dapat dibentuk oleh tiap alat kelengkapan DPR untuk mengefisienkan kinerjanya. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pengaturan Panja- dari pembentukan, jenis tugas, mekanisme kerja, pengisian keanggotaan, masa kerja, pertanggung-jawaban, sampai dengan pembubarannya- ditetapkan oleh alat kelengkapan yang membentuknya. Namun ada beberapa aturan yang perlu menjadi catatan berkaitan dengan pengaturan Panja.

Pertama, sedapat mungkin susunan keanggotaan Panja didasarkan pada perimbangan jumlah anggota tiap Fraksi. Kedua, jumlah anggotanya separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. Ketiga, Panja dipimpin oleh salah seorang anggota pimpinan alat kelengkapan DPR yang membentuknya.

Pimpinan DPR dapat membentuk Tim. Jumlah anggota tim disesuaikan dengan kebutuhan, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap – tiap fraksi. Tim dumumkan dalam rapat paripurna. Tim dipimpin oleh salah seorang pimpinan DPR. Tim bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam melaksanakan tugasnya tim dapat mengadakan rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum. Tata kerja tim ditetapkan oleh pimpinan DPR. Tim bertanggungjawab kepada pimpinan DPR dan melaporkan hasil kerjanya dalam rapat paripurna. Tim dibubarkan oleh pimpinan DPR.



sumber : parlement.net & wikipedia.org