Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Lomba. Show all posts
Showing posts with label Lomba. Show all posts

Friday, May 29, 2015

Kampanye Indonesia Bebas Narkoba Melalui "Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba"

May 29, 2015 8
Status darurat narkoba yang disandang Indonesia kini sebenarnya tidak perlu terjadi jikalau pemerintah Indonesia mau memberi perhatian lebih terhadap permasalahan ini sejak dini. Kondisi siaga satu ini terjadi tidak lain karena pemerintah sepertinya “lupa” menerapkan prinsip nan ampuh Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati jauh-jauh hari. Jika menelisik jauh ke belakang, pada mulanya Indonesia bukanlah sasaran utama para pengedar narkoba jaringan internasional. Indonesia awalnya hanya dijadikan sebagai wilayah transit oleh para produsen sekaligus distributor kelas wahid yang bermarkas di wilayah yang dikenal dengan sebutan "the golden triangle” yang terletak di daerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja.
The Golden Triangle dan Indonesia (sumber: wikimedia)

Para bandar tersebut sedianya akan memasok ke negara komoditi besar seperti Amerika dan Australia. Namun kini menjadi cerita yang berbeda. dikarenakan wilayahnya yang super luas serta jumlah penduduknya yang luar biasa, Indonesia bak primadona yang menjadi bulan-bulanan para mafia internasional dalam melakukan aksi invansi narkobanya. Lihat saja nama-nama terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi pada tahap I (18/1), yaitu: Namaona Denis (Malawi), Marcho Archer Cardoso Moreira (Brazil), Daniel Enemuo (Nigeria), Ang Kiem Soei (Belanda), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Rani Andriani (WNI). Dan juga tahap II (28/4), yaitu: Myuran Sukumaran (Australia), Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brazil), Zainal Abidin (WNI). Benar saja, kebanyakan dari mereka adalah warga negara asing. Dan belum lagi masih terdapat puluhan terpidana mati narkoba lainnya yang berstatus non-WNI yang saat ini sedang mengantri jatah eksekusi mati.

Kita patut memberikan selamat buat pemerintah Indonesia dimana ditengah tekanan dan penolakan secara berjamaah dari para negara sahabat terhadap hukuman mati, akhirnya Indonesia secara berani dan tegas mampu menunaikan niat mulianya dalam memberikan hukuman tanpa ampun bagi para perusak generasi bangsa. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakah hukuman mati bagi para pengedar narkoba tersebut akhirnya mampu memutuskan rantai peredaran narkoba di tengah masyarakat? Maybe Yes Maybe No! Malah bisa saja yang terjadi mati satu tumbuh seribu, dan akhirnya hukuman mati menjadi sia-sia belaka, habis waktu, tenaga, dan pastinya uang (eksekusi satu terpidana saja bernilai sampai 200 juta, lihat rincian pada gambar!)
200 juta hanya untuk satu kepala (sumber: detik.com)

Bukannya bermaksud pesimis terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun disamping adanya hukuman mati (jika ingin terus dipertahankan) perlu adanya cara yang lebih mujarab untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba di masa depan. Dan penulis menyadari bahwasanya harapan Indonesia mewujudkan cita-cita aman dari narkoba bisa untuk segera diwujudkan. Dan adalah Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba yang sedang digalakkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang penulis maksudkan. Program ini sediri sedianya telah mulai diserukan oleh BNN di seantero negeri ini melalui perpanjangan tangannya di tingkatan daerah yaitu Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) sejak awal tahun 2015 ini. Penulis melihat program ini bisa menjadi solusi cerdas dan bijak untuk menyelamatkan bangsa ini dari jeratan narkoba.


Rehabilitasi Adalah Masa Depan
Perlu dibedakan antara pelaku kejahatan narkoba (produsen dan pengedar) dengan pelaku penyalahgunaan narkoba (konsumen atau pecandu). Pelaku kejahatan adalah biang keladi dari permasalahan, sementara pelaku penyalahgunaan hanyalah korban dari pelaku kejahatan. Berikanlah hukuman seberat-baratnya untuk pelaku kejahatan agar ada efek jera bagi mereka, sekaligus hal ini bisa menjadi warning bagi para pelaku kejahatan lainnya yang belum tertangkap agar menjadi segan untuk tetap eksis dalam menggeluti bisnis haram ini. Namun tidaklah adil apabila hukuman berat ikut berlaku juga terhadap pelaku penyalahguna narkoba. Dan pemerintah menyadari betul hal tersebut, karena sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dijelaskan bahwa hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pecandu narkoba dikategorikan sebagai hukuman ringan yaitu paling lama empat tahun, dan secara jelas disitu juga ditulis bahwasanya para korban narkoba itu diwajibkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Dan beruntunglah bagi para pelaku penyalahguna narkoba tersebut karena meraka tidak perlu dihukum berat, kemudian setelah menjalani hukuman mereka bisa kembali hidup normal melalui program Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba.

Rehabilitasi merupakan tindakan preventif yang bisa mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi, seperti hilangnya nyawa. Bahkan lebih dari itu rehabilitasi membuka jalan kepada para pecandu untuk kembali menata kehidupan baru yang lebih layak dan kembali hidup dalam masyarakat untuk berkontribusi dalam kehidupan sosialnya.

Uje, from zero to hero!!!
Hakikatnya, banyak cerita-cerita sukses yang menyertai para penyalahguna narkoba yang direhabilitasi, malahan mereka mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih hebat dari sebelumnya. Sebut saja alm. Ustad Jefri Al-Buchori (uje). Masa mudanya dihabiskan berdua saja bersama narkoba, uje muda hidup tidak karuan, masa depan suram, serta hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Namun hal tersebut berubah 180 derajat ketika ia sadar akan bahaya narkoba dan memutuskan untuk direhabilitasi. Sisa hidupnya menjadi lebih berarti tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan untuk masyarakat luas, dia menjelma menjadi sosok penyiar agama yang sangat kharismatik, ceramahnya yang bernuansa "gaul" senantiasa ditunggu-tunggu oleh jamaah setianya. Sang ustad kini telah tiada, namun sumbangsihnya terhadap masyarakat dan negara menjadi peninggalan yang berharga.

Yang terbaru Roger Danuarta, aktor yang sempat sangat tenar di awal tahun 2000-an, terjerat narkoba, kemudian karirpun akhirnya ikut meredup. Ditangkap pada awal tahun 2014, kemudian menjalani rehabilitasi selama satu tahun, dan paska rehabilitasi langsung terjun kembali menghiasi layar kaca, hal yang sudah sangat jarang didapatkanya ketika bergumul mesra dengan narkoba. Serta kisah-kisah sukses lainnya yang ada di sekitar kita.

Dari dua contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwasanya rehabilitasi merupakan obat ampuh bagi penyalahguna narkoba. Mereka-mereka yang pernah terjerat sadar betul bahwa tidak ada gunanya lagi menyambung hidup dengan narkoba, karena narkoba adalah akhir hidup dan rehabilitasi adalah masa depan


Optimalisasi Dan Keseriusan
Angka prevelensi narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun diyakini terus meningkat tajam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh BNN dengan Puslitkes UI pada tahun 2014 yang lalu, jumlah pengguna narkotika yang tercatat pada saat itu hampir 4 juta jiwa, dan menurut perkiraan pada tahun 2015 nanti (saat ini) jumlah pengguna narkoba akan naik mencapai 5,8 juta jiwa. Kemudian, berbicara mengenai jumlah korban meninggal, maka tidak sedikit, sekitar 12.044 orang pertahun atau sekitar 33 orang harus merenggang nyawa akibat penyalahgunaan narkoba. Sementara itu, dalam upaya rehabilitasi, sedikitnya selama kurun waktu 2010 sampai 2014 BNN telah mampu merehabilitasi para penyalahguna narkoba sebanyak 34.467 orang, baik melalui layanan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial yang dititipkan di tempat rehabilitasi pemerintah maupun di masyarakat.

Menurut data diatas, bisa diasumsikan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah pemakai narkoba sebanyak 1-2 juta jiwa. Disamping itu, jika mengkomparasikan atara jumlah yang meninggal dengan jumlah yang berhasil direhabilitasi, maka jumlah yang meninggal dua kali lebih banyak daripada jumlah yang bisa diselamatkan melalui jalur rehabilitasi pertahunnya. Berdasarkan fakta diatas patut dipertanyakan kembali terhadap keseriusan pemerintah dalam mengupayakan rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba, mengapa jumlah yang meninggal lebih banyak daripada jumlah yang sembuh? Sementara jumlah pemakai terus saja bertambah.

Padahal kita telah memiliki produk hukum yang mengatur tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap penyalahguna narkoba sejak 2009, artinya secara de jure hak telah diatur dan ditentukan, namun secara de facto ternyata banyak terjadi penyelewengan di lapangan. Salah satu penyelewengan yang kerap terjadi adalah lebih mengupayakan untuk memasukkan pelaku penyalahguna narkoba ke penjara dari pada memasukkannya ke panti rehabilitasi. Padahal jelas bahwa penjara adalah tempat berkumpulnya para bandar narkoba, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap semuanya ada disitu.

Memasukkan pecandu narkoba bersama-sama dengan pengedar narkoba ke dalam penjara merupakan sebuah blunder, bisa diibarakat seperti memasukkan Kambing ke dalam kandangnya Harimau. Maka tidak heran apabila dalam pemberitaan menyebutkan bahwa pengusaha sekaliber Freddy Budiman tetap mampu menjalankan bisnisnya walaupun berada di balik jeruji besi, karena di balik ketatnya hotel prodeo tersebut ternyata malah menjadi tempat transaksi yang lebih aman daripada di luar.
Freddy Budiman, eksis dibalik penjara

Bisa dilihat bahwa para pengedar tidak akan pernah berhenti apabila para konsumen setianya masih tetap menaruh minat tinggi dengan barang haram tersebut, bahkan setelah ditahan dan dijatuhkan hukuman mati sekali pun mereka tidak akan pernah gentar. Sebenarnya, dengan rehabilitasi tidak hanya mampu mengembalikan kesadaran para pengguna untuk kembali ke jalan yang benar, akan tetapi sekaligus mampu membuat para "entrepreneur" narkoba memilih untuk berkarir di bisnis yang lain. Nalar sederhananya begini; jika semua pengguna narkoba dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi, akhirnya mereka berhenti dan tidak akan membeli lagi, kemudian dikarenakan pembeli menjadi sepi, maka para pengedar pun akhirnya pailit alias gulung tikar. Ya kira-kira idealnya seperti itulah. Hehe..

Minimnya infrastruktur, sumber daya manusia, serta anggaran, selalu saja menjadi hambatan klasik dalam memuluskan program rehabilitasi penyalahguna narkoba selama ini. Disamping itu, sebuah kebijakan tidak akan pernah sukses berjalan jika tidak didukung oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan backup dari masyarakat, terutama dalam proses sosialisasi dan juga pengawasan. Para penyalahguna narkoba janganlah dimusuhi dan dijauhi, akan tetapi anggaplah mereka sebagai orang sakit yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan, terutama dari keluaga dan orang-orang terdekat dari korban. Kemudian, tidaklah harus menunggu ditangkap dan diproses hukum terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke dalam panti rehabilitasi, namun sesegera mungkin kesadaran untuk rehabilitasi haruslah ada sebelum berurusan dengan hukum, karena Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati.

Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh BNN jika ingin melihat program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini akhirnya mampu menyelamatkan generasi bangsa ini. Dan juga, besar harapan bagi masyarakat terhadap kesuksesan dari program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini. Jika dalam satu periode ternyata program ini mampu membuahkan hasil yang positif, maka ke depan bila memungkinkan angka seratus ribu bisa ditingkatkan menjadi satu juta jiwa. Apalagi katanya pemberatasan narkoba masuk dalam agenda prioritas rezim Jokowi-JK.

Dengan Rehabilitasi Generasi Bangsa Berkarya Kembali. Dengan Rehabilitasi Narkoba Sepi Pembeli. Dan dengan Rehabilitasi Tak Perlu Lagi Eksekusi Mati.

Stop Narkoba!!! Pailitkan Pengedar!!! Mari Rehabilitasi!!!



Bacaan:
  • JALAN LURUS: Penanganan Penyalahguna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif - Dr. Anang Iskadar
  • http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html
  • http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/12953/darurat-narkoba-bukan-hanya-di-indonesia
  • http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html
  • http://jaringnews.com/keadilan/umum/70029/setelah-gelombang-dan-masih-ada-terpidana-mati-narkotika



Wednesday, August 13, 2014

Banda Aceh Sebagai Pusat Perhatian dan Model Kota Madani

August 13, 2014 2
Balai Kota Banda Aceh (sumber gambar: nelva-amelia.blogspot.com)
Bisa dikatakan Kota Banda Aceh merupakan representasi dari Propinsi Aceh. Misalnya saja masyarakat non-Aceh ketika berkunjung ke Aceh tentu saja mereka akan menilai Propinsi Aceh secara keseluruhan melalui Kota Banda Aceh. Dan penilaian Aceh berdasarkan Banda Aceh yang diberikan oleh publik tersebut bisa dikatakan ada benarnya.

Dikarenakan Banda Aceh merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan, dan juga menjadi sentral pendidikan dan ekonomi, membuat penduduk seantero Aceh baik dari pesisir Barat-Selatan hingga pesisir Utara-Timur berbondong-bondong untuk hijrah ke kota yang dulunya dikenal dengan Kutaraja “City of The King” ini, dan eksodus besar-besaran demi mencari kehidupan yang layak tersebut akhirnya mampu menjadikan Kota Banda Aceh sebagai miniatur dari Propinsi Aceh.


Banda Aceh di Mata Nasional
Pengalaman menarik saya dapatkan ketika mengenyam pendidikan sarjana di luar Aceh. Kebetulan saya memiliki banyak kenalan yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, dan mereka memiliki pandangannya masing-masing mengenai Aceh. Contohnya saja, mereka sangat mengagumi Aceh karena syariat islamnya, ada satu teman yang berasal dari Madura secara terang-terangan menyatakan iri dengan keistimewaan yang diberikan pemerintah pusat untuk Aceh, dia sempat mengutarakan jika berharap suatu saat daerahnya juga bisa menikmati hidup dibawah naungan syariat islam.

Cerita menarik lainnya saya alami pada saat awal perkuliahan yakni pada masa orientasi kampus, ketika saya menyebutkan asal saya dari Aceh, tiba-tiba muncul suara yang entah dari mana asalnya meneriakkan “woi ganja.. woi ganja..”. Ya diluar sana Aceh kadung terkenal dengan negeri penghasil Ganja terbaik di Indonesia, apakah layak untuk disebut sebagai sebuah prestasi? Tidak, bagi saya itu merupakan sebuah aib bagi negeri Serambi Mekkah ini. Dan lucunya lagi pernah ada teman sekampus yang iseng meminta saya untuk mebawakan oleh-oleh berupa mainan Bob Marley (if do you know what I mean?) untuk mereka, haha.. ada-ada saja.

Pernah juga ketika di dalam kelas, salah satu dosen saya yang telah melalang buana melakukan penelitian diseluruh penjuru Indonesia, menceritakan kisah hebatnya dalam menaklukkan nusantara. Tiba saat beliau mengisahkan pengalamannya ketika berada di Aceh, tanpa basa-basi beliau langsung menyerang masyarakat Aceh dengan kata-kata beu’o alias pemalas. Beliau menyindir keras terhadap perilaku minum kopi yang sudah membudaya di Aceh. Bukan aktivitas ngopi sambil ngobrol yang dipermasalahkannya, namun yang menjadi titik kekesalannya adalah duduk di kedai kopi yang tidak mengenal batas waktu. Tentu sudah menjadi tontonan sehari-hari bagi orang Aceh melihat bagaimana tua-muda, siang- malam, minimal menghabiskan waktunya dua jam untuk bersantai di kedai kopi, apalagi akhir-akhir ini dengan adanya fasilitas wifi dihampir setiap kedai kopi membuat para pemudanya betah duduk berjam-jam hanya untuk online (ngucapinnya sambil nyanyi lagunya Saykoji).

Begitulah kira-kira beberapa pandangan populer masyarakat luar terhadap Banda Aceh, ada yang memandang baik ada juga yang memandang kurang baik, dan semua itu disampaikan menurut apa yang terlihat melalui kaca mata mereka.

Jika Aceh sudah terlanjur terkenal sebagai eksportir cannabis nomor wahid di Indonesia, mari kita hapus kenangan tersebut dengan cara mengenalkan Banda Aceh sebagai destinasi Wisata Syariah nomor satu di Asia Tenggara. Walaupun sangat disayangkan beberapa waktu lalu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menawarkan sembilan objek wisata syariah, dan tidak ada nama Aceh di daftar tersebut. Memang cukup mengherankan bagi publik mengapa Aceh tidak masuk kedalam paket wisata syariah Indonesia, padahal jika dikaji secara kultural Aceh paling potensial, mungkin saja kemarin Ibu Menteri Mari Elka Pangestu lupa menyebutkan (maksa banget.. hehe). Dan pada dasarnya sebelum penetapan sembilan objek wisata syariah oleh Kemenparekraf tersebut, Pemerintah Kota Banda Aceh jauh-jauh hari memang telah merencanakan untuk menjadikan Banda Aceh sebagai "Bandar Wisata Islami", jadi walaupun tidak disiapkan oleh pemerintah pusat sebagai objek wisata syariah, Banda Aceh secara mandiri memang sudah menyiapkan diri sebagai destinasi wisata syariah, jadi tinggal eksekusinya saja.

suasana kedai kopi di Aceh yang tidak pernah sepi pengunjung (sumber gambar: uniqpost.com)
Kemudian jika memang masyarakat Aceh di cap sebagai pemalas yang disebabkan oleh hobi ngopi. Sudah saatya kita ubah persepsi buruk tersebut. Setidaknya pemerintah kota dapat mengeluarkan qanun khusus tentang izin operasi warung kopi di Banda Aceh. Setidaknya ada beberapa usulan yang bisa dipertimbangkan, atara lain:
  • Ada batasan minimal waktu yang harus dipatuhi oleh pengunjung, misalnya maksimal satu jam, dan ini sesuai dengan amalam dalam islam, karena suka menyia-nyiakan waktu bukan ciri orang muslim, seperti yang diterangkan dalam Al-Quran surat Al-‘Asr bahwasanya orang yang menyia-nyiakan waktu adalah orang-orang yang sangat merugi. Dan jika tidak mematuhi aturan tersebut maka akan dikenakan denda sekian rupiah, serta hukuman larangan mendekati warung kopi selama sekian hari.
  • Menjamurnya warung kopi di Banda Aceh sebenarnya perkembangannya bisa ditekan secara halus, misalnya dengan membuat aturan bahwa jarak antara satu kedai kopi dengan kedai kopi lainya tidak boleh kurang dari satu kilometer, dengan begitu mampu mengurangi sesaknya warung kopi di jalanan, karena kondisi yang terjadi sekarang, kiri-kanan, depan-belakang, ada warung kupi. Ya tentu saja peraturan ini berlaku bagi calon pengusaha warung kopi yang baru, karena tidak mungkin aturan ini diterapkan untuk warung kopi yang sudah terlanjur berdiri.
Masyarakat Aceh boleh saja kesal ataupun marah terhadap kritikan pedas yang datang dari luar, namun kita tidak harus balik menyerang dengan mencari-cari kesalahan orang lain, akan lebih baik jika kita melakukan instrospeksi diri, karena apa yang dikatakan bisa jadi itu sebuah kebenaran, dan seharusnya kritikan tersebut bisa menjadi motivasi untuk mencari solusi permasalahan demi menuju sebuah perubahan yang lebih baik.


Cita-cita Banda Aceh Kota Madani
banner HUT Kota Banda Aceh yang ke 809 (sumber gambar: seputaraceh.com)
Banda Aceh sendiri kini sudah menginjak usia 809 tahun, sebuah usia yang menjadikan Banda Aceh sebagai kota islam tertua di Asia Tenggara (Wikipedia). Melewati perjalanan usia lebih delapan abad tersebut Banda Aceh kini mencanangkan diri untuk menjadi sebuah kota yang madani, layaknya kota suci Madinah Al-Munawarah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW.

Konsep kota madani sendiri sebenarnya berhubungan erat dengan istilah civil society. Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Dimulai dengan kata Ad-Din yang umumnya diterjemahkan sebagai agama yang berkaitan dengan makna Tamadun atau peradaban. Keduanya menyatu dengan pengertian Al-Madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian makna civil society sebagai masyarakat madani mengandung 3 hal yakni, agama, peradaban, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya dan masyarakat kota adalah hasilnya (Rahardjo, 1999).

Jika mengacu pada pendapat diatas maka Banda Aceh Kota Madani belum sepenuhnya layak disebut sebagai kota yang madani. Mari kita lihat bagaimana kondisi Banda Aceh Kota Madani menurut tiga unsur yang telah disebutkan diatas:
  1. Agama. Pelaksanaan syari’at islam di Aceh disertai dengan jaminan kebebasan beragama. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa pelaksanaan syari’at islam di Aceh hanya diberlakukan bagi yang beragama islam saja. Dengan demikian yang tidak beragama islam tidak akan dipaksa untuk mengikuti hukum atau peraturan yang didasarkan kepada syari’at islam tersebut, agama selain islam diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah dan keyakinan masing-masing. Hal yang terjadi di Aceh ternyata sesuai dengan keadaan kota madani Madinah pada zaman Rasulullah. Kebebasan beragama telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dalam Piagam Madinah yang ditandatangani oleh berbagai pihak masyarakat Madinah terutama pada pasal 25 menyatakan bahwa “kaum Yahudi adalah satu umat dengan Mukminin, bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum Muslimin agama mereka”. Dari sinilah ditetapkan prinsip-prinsip kebebasan beragama seperti yang telah diterapkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.
  2. Peradaban. Suatu peradaban maju mundurnya dilihat dari kehidupan masyarakatnya. Syariat islam di Aceh hadir untuk mengatur kehidupan masyarakat Aceh demi menuju ke peradaban yang lebih baik. Namun realitanya syariat islam yang telah diberlakukan sejak tahun 2001 tersebut belum mampu menjadi benteng yang kokoh dalam memerangi kemaksiatan, contoh kecilnya saja dalam hal membatasi pergaulan muda-mudi di Banda Aceh Kota Madani. Lihat saja masih banyak dijumpai di jalanan yang bukan muhrim saling berboncengan mesra dengan ngangkang style binti gangnam style. Yang lebih fenomenal lagi, masih terbesit di ingatan beberapa bulan yang lalu, salah satu media cetak di Aceh mengeluarkan berita laporan eksklusifnya “Sisi Gelap ABG Aceh” (25/03/2014), lalu menyusul satu bulan kemudian “Illiza Pimpin Gerebek Hotel” (28/04/2014). Masih ada segelintir masyarakat Banda AcehKota Madani yang belum mengamalkan syariat islam, masih ada segelintir masyarakat Banda Aceh Kota Madani yang mengacuhkan syariat islam. Dimanakah letak kesalahannya? Apakah kesadaran dari masyarakat yang masih sangat rendah? Atau implementasi dari pemerintah yang masih setengah hati?. Dari contoh kecil di atas dapat disimpulkan bahwa peradaban yang dicita-citakan untuk membentuk masyarakat madani seperti zaman Rasulullah masih sangat jauh dari ekspektasi.
  3. Perkotaan. Banda Aceh Kota Madani mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam hal pembangunan kota, terutama sejak dipimpin dibawah komando Alm. Mawardy Nurdin yang baru saja dianugerahi sebagai Bapak Pembangunan Kota Banda Aceh pada ajang Banda Aceh Madani Award 2014 beberapa bulan yang lalu. Berbagai macam prestasi diukir dalam bidang kota dan tata ruang, seperti: Anugerah Piala Adipura, Anugerah Wahana Tata Nugraha, Juara Nasional PKPD-PU Bidang Penataan Ruang, Juara Nasional PKPD-PU Bidang Bina Marga. Dari serangkaian pembangunan dan sederet penghargaan yang diterima oleh Banda Aceh Kota Madani. Dari sisi tata ruang kota Banda Aceh Kota Madani telah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai sebuah perkotaan. Namun secara infrastruktur masih terdapat kekurangan yang harus dibenahi, terutama menyangkut pasokan listrik, karena selama ini kita masih belum bisa mandiri dan masih sangat bergantung kepada tetangga sebelah yaitu Sumatera Utara. 
Pada dasarnya bagi orang luar, Banda Aceh memiliki citra yang sangat positif, dan semua itu berkat eksistensi dari syariat islam di Aceh. Syariat islam di Aceh sebenarnya merupakan sebuah modal awal bagi Pemerintah Kota Banda Aceh untuk membangun sebuah kota madani. Dan lebih daripada itu, niatan mulia Pemerintah Kota Banda Aceh juga didukung oleh nilai-nilai historis, dibawah Kesultanan Aceh Darussalam (1496-1903), dulu Banda Aceh sukses menjadi pusat peradaban islam di Asia Tenggara. Kemudian jika berpatokan pada tiga aspek pembahasan diatas (agama, peradaban, dan perkotaan), Banda Aceh tinggal memperbaiki aspek peradaban (masyarakat) yang masih sangat kurang, dan lagi-lagi disini syariat islam bisa dijadikan sebagai sebuah solusi. Dan juga tidak lupa kebutuhan terhadap kelengkapan infrastruktur yang masih kurang juga harus dipenuhi..

Alm. Mawardy Nurdin dan
Illiza Sa'aduddin (sumber foto: ajnn.net)
Jadi keinginan Banda Aceh untuk membangun sebuah kota yang madani bukan hanya sebatas isapan jempol semata, hal tersebut bisa saja direalisasikan secepatnya asalkan memang digarap dengan serius. Dan ini merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Illiza Sa’aduddin Djamal sebagai Walikota Banda Aceh yang akan melanjutkan kepemimpinan Alm. Mawardy Nurdin yang belum selesai, yaitu untuk mewujudkan cita-cita Banda Aceh Kota Madani.


Keterangan : Tulisan ini adalah karya yang saya ikut sertaka pada ajang “Madani Youth Blog Competition” yang diselenggarakan oleh DPD KNPI Kota Banda Aceh.

Friday, September 27, 2013

Contoh PKM-Penelitian

September 27, 2013 3
Contoh PKM-Penelitian

PKM adalah sebuah akronim yang berarti Program Kreativitas Mahasiswa, dan PKM sendiri merupakan ajang rutin yang diselenggarakan setiap tahun oleh Direktorat Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat (DITLITABMAS) Ditjen Dikti.

Dikalangan para mahasiswa PKM lebih dikenal sebagai lomba menulis proposal dalam berbagai bentuk (PKM-P, PKM-K, PKM-M, PKM-T, PKM-KC, PKM-AI, PKM-GT) yang diselenggarkaan oleh Dikti. Dan bagi para mahasiswa yang proposalnya lolos nanti akan diberikan dana insentif, dan bagi proposal terbaik akan dilombakan dalam suatu ajang tertinggi yaitu PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) yang diselenggarakan di Perguruan Tinggi yang ditunjuk (tiap tahun berpindah-pindah).

Saya pribadi kurang-lebih empat tahun selama berkarir menjadi mahasiwa sudah tiga kali mengusulkan proposal PKM, proposal pertama PKM-K (tidak lolos), proposal kedua PKM-GT (tidak lolos), dan proposal ketiga PKM-P (Alhamdulillah lolos/didanai).

Dan kali ini saya ingin berbagi dengan teman-teman sekalian Contoh Proposal PKM-Penelitian atau PKM-P yang Alhamdulillah terbukti lolos/didanai oleh Dikti. Semoga bermanfaat dan bisa membantu teman-teman sekalian. 


Tuesday, November 13, 2012

Andai Aku Menjadi Ketua KPK

November 13, 2012 5

Menjadi seorang Ketua KPK merupakan sebuah tanggung jawab yang besar dan sangatlah tidak mudah untuk mengembannya. Ketua KPK bisa kita ibaratkan seperti gambar pada dua sisi mata uang logam dan gambar yin-yang menurut filosofi budaya cina, yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Disatu sisi yang pertama Ketua KPK dianggap sebagai sesosok pahlawan kebajikan yang dicintai, dimana setiap kehadiranya selalu ditunggu ditengah-tengah masyarakat, aksi heroiknya dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh segerombolan penjahat yang bernama koruptor merupakan aksi yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Kemudian disatu sisi lainnya, Ketua KPK menjadi orang yang paling dibenci dan dianggap sebagai musuh bersama yang wajib diperangi oleh para koruptor untuk menegakkan bendera ‘mari korupsi’, berbagai macam upaya dilakukan oleh para koruptor dan kawan-kawan untuk melemahkan kekuatan dasyat yang dimiliki oleh Ketua KPK, mulai dari teror, fitnah, bahkan ancaman pembunuhan. Jadi, apabila ingin menjadi seorang Ketua KPK maka bersiaplah untuk mendapatkan banyak teman, dan juga banyak musuh tentunya.

Bagi saya tidaklah mengapa apabila banyak mempunyai musuh yang semuanya adalah para koruptor dan antek-anteknya, karena mereka semua memang wajib untuk dimusuhi dan dibumi hanguskan dari negeri tercinta ini. Dan apabila saya diberikan kesempatan untuk mengemban amanah sebagai seorang ketua KPK maka dengan senang hati saya akan menerima jabatan tersebut.

Melihat kondisi KPK pada saat ini, maka terdapat tiga langkah awal yang harus saya lakukan terlebih dulu untuk lebih menguatkan posisi KPK dalam pemberantasan korupsi, berikut tiga langkah tersebut : (1). Memperkuat kerangka hukum, (2). Merombak habis dan memperkuat kembali struktur internal KPK, (3). Membangun kekuatan politik dari pemerintah dan meminta dukungan dari masyarakat.

Setelah tiga hal tersebut telah mampu terlaksana dengan baik, maka terdapat beberapa program kerja yang akan saya lakukan untuk meningkatkan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi, berikut beberapa program kerja tersebut :
  • Pertama, merealisasikan wacana untuk membentuk KPK di tingkatan daerah, minimal ditingkat provinsi. Lahirnya koruptor di daerah bisa jadi karena tidak adanya suatu lembaga yang secara khusus menangani permasalahan korupsi di daerah, dengan adanya KPK di daerah maka para raja-raja daerah tersebut akan berpikir dua kali untuk melakukan praktek korupsi. Dan juga dengan adanya KPK di daerah, KPK dipusat jadi lebih bisa berkonsentrasi untuk pemberantasan korupsi dipusat.
  • Kedua, mengadakan acara tahunan berupa ajang penganugerahan KPK Award, yaitu memberikan penghargaan bagi institusi pemerintah baik departemen/kementrian, dan juga pemprov hingga pemkab/pemkot yang berhasil memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tertinggi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi dan contoh yang baik dalam hal pemberantasan korupsi, dan juga ikut memberikan sedikit motivasi bagi setiap departemen atau kementrian, dan juga pemprov hingga pemkab/pemkot untuk berlomba-lomba dalam pemberantasan korupsi.
  • Ketiga, menjalin kerjasama dengan seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk membangun program Sekolah Anti Korupsi yang dikhususkan bagi mahasiwa. Ketika masih duduk dibangku kuliah mahasiswa dikenal dengan daya kritisnya yang sangat tinggi dalam mengkritisi pemerintah terutama dalam hal pemberantasan korupsi, namun kebanyakan hal tersebut tidak terjadi lagi ketika mereka sudah duduk dikursi kepemerintahan, nikmatnya menjadi pejabat membuat mereka terlena dan lupa akan semangat yang telah dikobarkan ketika masih menjadi mahasiswa. Pada Sekolah Anti Korupsi akan diadakan berbagai macam kegiatan yang harapannya nanti akan mampu membentuk jiwa sadar anti korupsi yang bersifat permanen pada diri mahasiswa dari kuliah hingga dia lulus dan bekerja.

Saya rasa itulah beberapa hal yang akan saya lakukan apabila saya menjadi Ketua KPK, dan cukup tiga program saja, karena tidak usah muluk-muluk takutnya kebanyakan program malah satu pun ngak jalan nanti… hehe… J


Wednesday, July 4, 2012

Berburu Hadiah Di 5th UMY Blog Contest

July 04, 2012 0

Untuk yang kelima kalinya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan kontes blog gratis khusus bagi segenap civitas akademika yaitu mahasiswa, dosen, dan karyawan. Dan kontes blog kali ini lebih gila lagi karena hadiah yang diperebutkan lebih banyak, jadi lebih besar kemungkinan setiap kontestan untuk membawa pulang hadiah. Ada netbook, HP, handycamp, TV, kamera digital, hardisk, modem, printer, speaker, dan flashdisk. Target minimal HP lah, hahhaaha…
Sempat ikut pada kontes yang ke-4 namun hasilnya kurang maximal, karena waktu itu gak sanggup berbagi waktu anatara kuliah dan nge-blog. Dan untuk persiapan dalam menghadapi kontes blog kali ini terasa lebih enteng, karena dilaksanakan pas momen liburan panjang semester genap, jadi gak ada lagi yang mampu menghalangi aktivitas nge-blog seperti waktu sebelumnya.
Sebenarnya peluang untuk memenangkan kontes blog ini cukup besar karena gak pake yang namanya SEO-SEOan, dan untuk menang peraturannya cuma tiga yaitu : jumlah halaman terindex google, jumlah referring domain, dan memuat artikel tentang PIMNAS (karena kebetulan UMY tahun ini jadi tuan rumah PIMNAS ke-25).

Dan ini dia blognya : Calon Sarjana

Well!!! Semoga bisa dapat HP gratis.. Aamin…