Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Konflik. Show all posts
Showing posts with label Konflik. Show all posts

Monday, March 18, 2013

Sejarah Lahirnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka)

March 18, 2013 9

Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia
Berbicara tentang GAM, mau tak mau, harus bicara kelahiran negara Republik Indonesia. Sebab, dari situlah kisah gerakan menuntut kemerdekaan dimulai. Lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Di bawah Residen Aceh, yang juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan janji kesetiaan, mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak terpisahkan.

Pada 23 Agustus 1945, sedikitnya 56 tokoh Aceh berkumpul dan mengucapkan sumpah. ''Demi Allah, saya akan setia untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.'' Kecuali Mohammad Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji itu. Pukul 10.00 WIB pada waktu itu, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu Chokan (kini, kantor gubernur). Akan tetapi, ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia, yaitu mereka para hulubalang, prajurit-prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan kemerdekaan. Motornya adalah Daud Cumbok, markasnya di daerah Bireuen. Tokoh-tokoh ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan pejuang Aceh, M. Nur El Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah, perang ini dinamakan perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang 1.500 orang selama setahun hingga 1946.

Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh ditunjuk sebagai Gubernur Militer Aceh. Oleh karena kondisi negara terus labil dan Belanda merajalela kembali, muncul gagasan melepaskan diri dari RI, ide datang dari dr. Mansur, wilayahnya tak cuma Aceh, tetapi meliputi Aceh, Nias, Tapanuli, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkalis, Indragiri, Riau, Bengkulu, Jambi, dan Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini, diapun berkampanye kepada seluruh rakyat, bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti, Beureueh memobilisasi dana rakyat.

Setahun kemudian, 1949, Beureueh berhasil mengumpulkan dana rakyat 500.000 dolar AS. Uang itu disumbangkan utuh buat bangsa Indonesia. Uang itu diberikan ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk perkantoran pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk pengembalian pemerintahan RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar diberikan kepada pemerintah pusat melalui AA Maramis. Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membeli obligasi pemerintah, membiayai berdirinya perwakilan RI di India, Singapura dan pembelian dua pesawat terbang untuk keperluan para pemimpin RI. Saat itu Soekarno menyebut Aceh adalah modal utama kemerdekaan RI.

Setahun berlangsung, kekecewaan tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga dipenuhi. Intinya, Daud Beureueh ingin pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan dilarang. Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan menjalankan agamanya sesuai syariat Islam. Daud Beureueh pun menggulirkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam. Lima bulan kemudian, Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII Kartosuwiryo. Dari sinilah lantas Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene Islam, mendukung sepenuhnya ide NII itu. Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara Islam Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan DI/TII di sejumlah daerah. Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi di sini. Pada 1955 telah terjadi pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak berdosa dibariskan di lapangan lalu ditembaki. Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh yang pro-Soekarno. Melalui berbagai gejolak dan perundingan, pada 1959, Aceh memperoleh status propinsi daerah istimewa.

Beureueh merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur kepemimpinan adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan bernegara. Padahal, rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya dilakukan, tetapi Bung Karno mengerahkan tentaranya ke Aceh. Tahun 1962, Beureueh dibujuk menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution untuk menyerah. Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat Islam bagi rakyat Aceh (baru terwujud tahun 2001).



Awal Mula Berdirinya GAM
GAM lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang terjadi industrialisasi di Aceh. Soeharto benar-benar mencampakkan adat dan segala penghormatan rakyat Aceh. Efek judi melahirkan prostitusi, mabuk-mabukan, bar, dan segala macam yang bertentangan dengan Islam dan adat rakyat Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui restu pusat. Sementara rakyat Aceh tetap miskin. Pendidikan rendah, kondisi ekonomi sangat memprihatinkan. Melihat hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang kemudian bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan agama Islam.

Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan penuh ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai tanpa senjata. Lalu diutuslah Zainal Abidin menemui Hasan Tiro yang sedang belajar di Amerika. Pertemuan terjadi tahun 1972 dan disepakati Tiro akan mengirim senjata ke Aceh. Zainal tak lain adalah kakak Tiro. Sayang, senjata tak juga dikirim hingga Beureueh meninggal. Hasan Asleh, Jamil Amin, Zainal Abidin, Hasan Tiro, Ilyas Leubee, dan masih banyak lagi berkumpul di kaki Gunung Halimun, Pidie. Di sana, pada 24 Mei 1977, para tokoh eks DI/TII dan tokoh muda Aceh mendirikan GAM.

Selama empat hari bersidang, Daud Beureueh ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi. Sementara Hasan Tiro yang tak hadir dalam pendirian GAM itu ditunjuk sebagai wali negara. GAM terdiri atas 15 menteri, empat pejabat setingkat menteri dan enam gubernur. Mereka pun bergerilya memuliakan rakyat Aceh, adat, dan agamanya yang diinjak-injak Soeharto.



Miliki Pabrik Senjata dan Pusat Pelatihan di Libia
Setelah didirikan, GAM mendapat dukungan rakyat. Hubungan dengan dunia internasional terus dibangun. Kekuatan bersenjata pun disusun. Berapa anggota GAM, bagaimana kekuatannya, jaringan internasionalnya, dan dananya?

Masih ingat deadline maklumat pemerintah 12 Mei 2003 lalu. Hingga batas waktu ultimatum, pemerintah tak juga mengeluarkan keputusan sebagai tanda awal operasi militer ke Aceh. Konon, saat itu pemerintah menghitung kekuatan TNI di sana. Ada kekhawatiran, TNI bakal dilibas GAM melalui perang gerilya. Secara tidak langsung, kabar ini menyiratkan ketangguhan kekuatan bersenjata GAM. Sesungguhnya jumlah anggota GAM itu sebagian besar rakyat Aceh. Filosofinya begini. Jika rakyat terus ditindas, maka seluruh rakyat itu akan bangkit melawan. Dan, hal seperti inilah yang terjadi di bumi Serambi Mekah itu. Perlawanan GAM mendapat simpati luar biasa dari rakyat Aceh. Rakyat yang lama ternista dan teraniaya.

Sambil berkelakar, Panglima Tertinggi GAM dan Wakil Wali Negara Aceh Tengku Abdullah Syafei (alm) sempat mengatakan, bayi-bayi warga Aceh telah disediakan senjata AK-47 oleh GAM. Mereka akan dididik dan dilatih sebagai tentara GAM dan segera pergi berperang melawan TNI. Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia. Opini dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer dikendalikan dari markasnya di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan dari tempat ini. Termasuk, seluruh komando di sejumlah wilayah di Aceh dan di beberapa negara seperti Malaysia, Pattani (Thailand), Moro (Filipina), Afghanistan, dan Kazakhstan. Tetapi, kerap GAM menipu TNI dengan cara mengubah-ubah tempat markas utamanya. Di seluruh Aceh, GAM membuka tujuh komando, yaitu komando wilayah Pase Pantebahagia, Peurulak, Tamiang, Bateelik, Pidie, Aceh Darussalam, dan Meureum. Masing-masing komando dibawahi panglima wilayah.

Sejak berdiri tahun 1977, GAM dengan cepat melakukan pendidikan militer bagi anggota-anggotanya. Setidaknya tahun 1980-an, ribuan anak muda dilatih di camp militer di Libia. Saat itu, Presiden Libia Mohammar Khadafi mengadakan pelatihan militer bagi gerakan separatis dan teroris di seluruh dunia. Hasan Tiro berhasil memasukkan nama GAM sebagai salah satu peserta pelatihan. Pemuda kader GAM juga berhasil masuk dalam latihan di camp militer di Kandahar, Afghanistan pimpinan Osama bin Laden. Gelombang pertama masuk tahun 1986, selanjutnya terus dilakukan hingga akhir 1990. Selama DOM, pengiriman tersendat. Tetapi, angkatan 1995-1998 sudah mendapat latihan intensif. Ketika DOM dicabut, prajurit dari Libia ini ditarik ke Aceh. Jumlahnya sekitar 5.000 personel dan dijadikan pasukan elite GAM (semacam Kopassus).

Jalur ke Libia memang agak mudah. Dari Aceh, para pemuda Aceh itu dikirim melalui Malaysia lalu menuju Libia. Jalur lainnya dari Aceh lalu ke Thailand menuju Afghanistan dan melanjutkan ke Libia. Dari jalur ketiga, yakni melalui Aceh menuju Filipina Selatan dan ke Libia. Tiga jalur penting ini hampir selalu lolos dari jangkauan petugas imigrasi, polisi, dan patroli TNI-AL.

Di era Syafei hingga sekarang dipegang Muzakkir Manaf, personel GAM terdiri atas pasukan tempur, intelijen, polisi, pasukan inong baleh (pasukan janda korban DOM) dan karades (pasukan khusus) serta Lasykar Tjut Nyak Dien (tentara wanita). Wakil Panglima GAM Wilayah Pase Akhmad Kandang (alm) pernah mengklaim, jumlah personel GAM 70 ribu. Anggota GAM 490 ribu. Jumlah itu termasuk jumlah korban DOM 6.169 orang. Sumber resmi Mabes TNI cuma menyebut sekitar enam ribu orang. Mantan Menhan Machfud MD menyebut 4.869 personel. Dari jumlah itu, 804 di antaranya dididik di Libia dan 115 dilatih di Filipina-Moro. Persediaan senjatanya terdiri atas pistol, senapan, GLM, mortir, granat, pelontar granat, pelontar roket, RPG, dan bom rakitan. Jenis senapan di antaranya AK-47, M-16, FN, Colt, dan SS-1.

Dari mana persenjataan itu diperoleh? Ada jalur internasional yang menyuplainya. Sejumlah negara disebut antara lain, gerakan separatis Pattani Thailand, Malaysia, gerakan Islam Moro Filipina, eks pejuang Kamboja, gerakan separatis Sikh India, gerakan Elan Tamil, dan Kazhakstan serta Libia dan Afghanistan. GAM juga membuat pabrik senjata. Di antaranya, di Kreung Sabe, Teunom-Aceh Barat, Lhokseumawe, Nisau-Aceh Utara, serta di Aceh Timur. Jenis senjata yang diproduksi seperti bom, amunisi, senjata laras panjang dan pendek, pabrik senjata ini bisa dibongkar pasang sesuai dengan kondisi medan. Jika akan diserbu TNI, pabrik senjata telah dipindahkan ke daerah lain. Para ahli senjata disekolahkan ke Afghanistan dan Libia.



Peran Donatur-Donatur Kaya
Pasar gelap senjata ini dilakukan oleh oknum TNI dan Polri yang haus kekayaan. Bagi GAM, asal ada senjata, uang tidak masalah. Sebab, faktanya GAM ternyata memiliki sumber dana yang sangat besar. Jumlah pembelian ke oknum TNI/Polri ini bisa trilyunan rupiah. Sebuah penggerebekan tahun 2000 oleh Polda Metro Jaya sempat menemukan kuitansi Rp 3 milyar untuk pembelian senjata GAM di pasar gelap dari oknum TNI.

Kini, senjata yang dimiliki TNI juga dimiliki GAM. Yang tak dimiliki GAM adalah senjata berat. Sebab, sifatnya yang lamban. Prinsip GAM, senjata itu harus memiliki mobilitas tinggi, mudah dibawa ke mana-mana. Sebab, strategi perangnya yang hit and run. GAM bahkan mengaku memiliki senjata yang lebih modern daripada TNI. Misalnya, senjata otomatis yang dimiliki para karades. Senjata otomatis, berbentuk kecil mungil itu bisa tahan berhari-hari dalam air. Anggota karades inilah yang biasa menyusup ke kota-kota dan menyergap anggota TNI/Polri yang teledor.

Membeli senjata tentu dengan uang melimpah. Sebab, harganya yang tak murah. Lantas, dari mana mereka mendapatkan dana? GAM memiliki donatur tetap dari pengusaha-pengusaha Aceh yang sukses di luar negeri. Di antaranya, di Thailand, Malaysia, Singapura, Amerika, dan Eropa. Dana juga didapatkan dari sumbangan wajib yang diambil dari perusahaan-perusahaan lokal dan multinasional di Aceh.

Sebagai gambaran, tahun 2000 lalu, GAM meminta sumbangan wajib kepada seorang pengusaha lokal bernama Tengku Abu Bakar sebesar Rp 100 juta. Abu Bakar diberi surat berkop Neugara Atjeh-Sumatera tertanggal 15 Februari 2000 yang ditandatangani oleh Panglima GAM Wilayah Aceh Rajek Tengku Tarzura.

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menyebut Pupuk Iskandar Muda pernah menyetor Rp 10 milyar ke GAM untuk biaya keamanan. GAM kerap melakukan gangguan bila tidak mendapatkan sumbangan wajib tersebut. Makanya, setiap bulan, GAM mendapat upeti dari para pengusaha ''sahabat GAM'' itu.

Sistem komunikasi GAM juga sangat canggih. Sistem komunikasi berlapis dilakukan GAM sebagai benteng pertahanan dan propaganda. Selain handytalky, GAM juga memiliki radio tranking, radar dan telepon satelit. GAM juga memiliki penyadap telepon. Acap kali gerakan TNI/Polri dimentahkan aksi-aksi penyadapan ini. Penggerebekan sering kali gagal total.

Sistem organisasinya yang disusun dengan sistem sel juga membantu GAM survive. Tidak mudah menemukan markas GAM. Meski, ada sebagian anggota GAM yang ditangkap. Antara anggota dan pejabat satu dengan yang lain kadang tidak berhubungan, tidak saling mengenal.

Ketua Umum Forum Perjuangan dan Keadilan Rakyat Aceh (FOPKRA) Shalahuddin Al Fatah menuturkan, sejak zaman Belanda, rakyat Aceh memang tidak pernah menang. Tetapi, rakyat Aceh tidak pernah ditaklukkan. Fakta sejarah pula, gerakan rakyat Aceh menentang pusat tidak pernah menang. Tetapi, TNI tidak pernah bisa menaklukkan mereka. (sumber)

Monday, October 8, 2012

RUU KAMNAS Berpihak Pada Kepentingan Asing

October 08, 2012 0

RUU Kamnas (Keamanan Nasional) kembali mengundang polemik. RUU Kamnas banyak menuai protes dari berbagai kalangan. RUU Kamnas yang beberapa tahun lalu pernah diusulkan belum juga disahkan DPR akan dibahas lagi oleh DPR bersamaan dengan diajukannya RUU Anggaran BNPT. Masih banyaknya pasal karet dan penentangan yang dilakukan oleh masyarakat bukti bahwa RUU Kamnas ini bermasalah. Penolakan dilakukan oleh LSM HAM, Pakar Tata Negara, Ormas Islam, dan berbagai elemen masyarakat dan pergerakan lainnya. RUU Kamnas disinyalir merupakan penjelmaan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) 13 tahun lalu. RUU Kamnas pun dinilai akan memunculkan kembali rezim militer dan otoriter gaya baru. Selain itu, akan melindungi status quo yang koruptif dan berpihak kepada asing. Dan menjadi legitimasi formal untuk menzalimi rakyat.

Sebagai pihak yang menginginkan keberadaan RUU Kamnas adalah pemerintah. Hal ini direpresentasikan oleh Departemen Pertahanan (Dephan). Dephan kemudian mengusulkan RUU Kamnas ke DPR sebagai legitimasi. Sesungghunya semangat RUU Kamnas sejalan dengan reformasi Tap MPR RI No. VI Tahun 2000 mengenai Pemisahan TNI-Polri dan Tap MPR RI No. VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri mengandung konsekuensi perubahan cukup signifikan dalam penataan sistem pertahanan dan keamanan di Indonesia. RUU Kamnas merupakan penjabaran dari pasal 30 UUD 1945. RUU Kamnas bagi pemerintah begitu esensial dan penting. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya muncul upaya disintegrasi, separatisme, terorisme, ancaman luar negeri, dan lainnya. RUU Kamnas diharapkan mampu untuk segera menindak pelaku yang mengancam negeri ini.

Untung vs Buntung RUU Kamnas
Konsekuensi logis dari pemerintahan yang mengambil demokrasi adalah banyaknya UU yang akan dibuat. DPR yang ada semenjak berdiri sudah mulai memprioritaskan RUU yang akan disahkan. RUU yang ada selanjutnya masuk ke program legislasi nasional (prolegnas). UU yang disahkan pun sering bertentangan satu sama lainnya. Tumpang tindih tak beraturan. Ada juga UU yang digugat oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dampak negatif yang dihasilkan. Sering juga UU yang dihasilkan tidak bermutu dan tidak pro rakyat. Cenderung menghamburkan uang hanya untuk sidang yang panjang.

Prof. PH. Kooijmans menilai bahwa pembangunan hukum di Indonesia tidak taat azas dan tidak taat prosedur dan ini merupakan sebuah kemunduran (sit back). Menurut  pakar hukum dari Universitas Leiden Belanda itu juga menyoroti mengenai mekanisme pembuatan RUU yang banyak terdapat undang–undang baru saat ini yang bertentangan dengan produk undang-undang induk, yang semestinya dijadikan sebagai acuan.

Terkait RUU Kamnas, di antara keuntungannya ternyata banyak kerugiannya. Jika maksud RUU Kamnas ini baik untuk menjaga keutuhan NKRI, menjaga keamanan dalam negeri, dan menghukum siapa pun yang mengancam keamanan nasional. Lantas, kenapa banyak ditolak? Hal ini mengindikasikan bahwa RUU Kamnas dan lainnya kehilangan arah. Cenderung menyakiti dan mendzalimi rakyat. Ada beberapa bukti kerugian dari efek pengesahan ruu kamnas :

  1. Tidak jelasnya definisi yang jelas terait ancaman nasional. Hal ini akan berakibat represifnya pemerintah kepada siapa pun yang dianggap mengancam keamanan dan kepentingan negara. Hal ini sebagaimana terjadi pada masa orde baru. Rakyat dibuat takut dengan teror.
  2. Berpotensi menimbulkan ancaman bagi rakyat yang mayoritas beragama Islam. Akibat tidak jelasnya basis ideologi negeri ini. RUU ini bisa secara serampangan menyasar siapa saja yang dianggap melawan penguasa dengan dalih mengancam keamanan nasional. Dengan kata lain, RUU ini berpotensi digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan privasi rakyat, sementara sesuatu yang semestinya harus dianggap sebagai ancaman justru luput dari sorotan. Misalnya, berbagai kasus kesalahan penangkapan dan penembakan oleh BNPT dan Densus 88 atas yang diduga melakukan tindak terorisme dari kalangan aktivis Islam (dari kalangan Muslim) tanpa melalui proses pengadilan (extra judicial killing). Di lain pihak kasus berbagai pengeboman oleh OPM di Papua yang jelas-jelas mengancam keamanan nasional belum satupun terdapat pernyataan resmi melalui Mabes Polri bahwa ini termasuk terorisme. Ini jelas-jelas standart ganda yang sangat membahayakan rakyat karena siapa yang mengancam keamanan nasional tidak jelas rumusannya dan lebih sarat dengan kepentingan penguasa.
  3. Pasal 17 tentang Jenis dan Bentuk Ancaman dan Pasal 54 tentang Penyadapan, Pemeriksaan dan Penangkapan. Kedua pasal itu membuka kesempatan dalam keterlibatan militer lewat definisi ancaman yang tidak jelas.
  4. Banyak rumusan norma yang harus ditata ulang. Sebuah norma haruslah jelas dan tegas. Penataan tidak hanya terhadap rumusan norma tetapi juga struktur norma (Pasal 36, 37, 38, 39, 40) Masih banyak terdapat pengulangan norma yang tidak dikelompokkan menjadi satu bagian, sehingga terkesan ada upaya “penyelundupan” norma. Misalnya, tentang Dewan Keamanan Nasional dicantumkan dalam Pasal 36 tetapi penjabaran lebih lanjut dalam Pasal 41. Sedangkan Pasal 37 dan seterusnya membicarakan tentang posisi Presiden. Contoh lainnya adalah Pasal 54 dan Pasal 64. Dalam Pasal 54, dinyatakan bahwa TNI wajib memberikan bantuan. Tetapi dalam Pasal 64, posisi TNI menjadi pemeran utama. Hal inilah yang akan menimbulkan kekacauan dalam memahami makna norma.
  5. Misi utamanya untuk mengamankan seluruh pembangunan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan, demi mengundang investasi. RUU Kamnas sangat berpihak kepada asing. Sebagaimana pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, sangat cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah di Indonesia, khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing. RUU Kamnas ini menjadi Cap Stempel untuk melanggengkan kepentingan Asing melalui penjajahan.
  6. Adanya Dewan Keamanan Nasioanal yang melibatkan banyak komponen. Hal ini mengindikasikan jika RUU Kamnas sarat akan kepentingan kekuasaan. Rakyat kembali dibuat bingung dengan berbagai pengaturan dan regulasi UU yang tidak jelas.
  7. Terindikasi jika RUU Kamnas hampir mirip dengan RUU Intelijen. Dan semakin mengukuhkan legal of frame untuk menghabisi rakyat yang notabene mayoritas muslim.

Kesalahan Mendasar
Sistem demokrasi yang dianut negeri ini menjadikan setiap hukum ada di tangan rakyat. Undang-undang dibuat berdasarkan kesepakatan anggota parlemen. Jual beli pasal pun sering terindikasi di tiap RUU yang dibahas. Ketidakjelasan ideologi dan sikap pragmatisme anggota parlemen sering melahirkan kebijakan tidak pro rakyat. UU yang dihasilkan pun liberal dan cenderung berpihak kepada asing. Sebagai contoh UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal Asing, UU Kelistrikan, dan lainnya. Atas nama rakyat mereka membuat UU yang justru menindas rakyat.

RUU Kamnas pun demikian. RUU ini cenderung mengekor kepada kepentingan barat terutama Amerika Serikat. Sebut saja National Security Council di Amerika Serikat (AS). Depertemen tersebut baru dibentuk setelah keruntuhan gedung WTC. Pemerintah AS menggunakannya sebagai payung hukum untuk menangkap siapapun terduga “teroris” dari kalangan Muslim. Baik perorangan, kelompok, maupun negara. Demikian juga di Indonesia. RUU Kamnas akan digunakan pemerintah dan aparat keamanan sebagai payung hukum. Selama ini aparat keamanan merasa tidak mempunyai payung hukum menindak pelaku teror dan separatisme. RUU Kamnas ini  akan disandingkan dengan RUU Intelijen dan UU Anti Teror.

Hal mendasar yang perlu dikoreksi adalah negara gagal memberikan rasa aman. Indonesia sebagai wilayah yang berpulau-pulau dengan wilayah yang luas tidaklah aman. Indonesia siap-siap dirong-rong dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri ditunjukan makin banyaknya aksi separatisme di beberapa wilayah (Aceh, Maluku, dan Papua). Rasa aman bagi individu pun hilang. Orang tidak lagi takut untuk membunuh, merampok, menjarah, bahkan tawuran antarwarga, antar pelajar dll. Apalagi sikap aparat keamanan sekarang yang dinilai buruk dalam kinerja. Sikap represif yang dilakukan oleh Densus 88 secara membabi buta serta tuduhan BNPT secara berlebihan terhadap kesadaran Islam yang tumbuh melalui Rohis. Mereka tidak lagi mengayomi dan melindungi masyarakat. Justru mereka menjadi contoh buruk dalam pelaksanaan hukum. Kasus terbaru simulator SIM dan lainnya. Pungli dan suap pun kerap terjadi. Sehingga masyarakat tidak lagi mempercayai lembaga penegak hukum tersebut.

Ancaman dari luar negeri kerap tidak disadari oleh pemerintah. Ancaman berupa penjajahan ekonomi, politik, dan budaya begitu kental. Pemerintah pun gagal menjaga pulau-pulau terluar. Bahkan rakyatnya pun cenderung diabaikan. Pulau Ambalat dan Ligitan bisa jadi contoh. TNI kerap digunakan pemerintah untuk menjaga kepentingan pengusaha. Peran mereka dikebiri. Kalaupun mendapat tugas perdamaian itupun sifatnya membantu PBB. Perlengkapan dan persenjataan perang pun minim. Jika demikian adanya, lantas berharap kepada siapa dalam menjaga keamanan nasional negeri ini ?

Wednesday, May 23, 2012

Inspiratif : Penggusuran Damai PKL Ala Satpol PP Solo

May 23, 2012 0

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Solo melakukan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Veteran, Jumat 13 Desember 2012. Sekitar 104 PKL dipindahkan ke Pasar Notoharjo dan Pasal Gading, Solo.
Tak ada pemandangan adu jotos antara petugas dengan para pedagang -seperti penggusuran-penggusuran di tempat lainnya. Para petugas juga tak membawa pentungan, pedagang yang digusur pun tak lari terbirit-birit untuk menyelamatkan diri dan barang dagangannya. Bahkan, tak ada acara adu mulut yang seolah sudah menjadi ritual wajib dalam berbagai penggusuran oleh Satpol PP di berbagai tempat.
Yang terlihat dalam penertiban PKL di Solo ini adalah keramahan petugas dan kerelaan dari para pedagang untuk meninggalkan tempat yang telah mereka pakai sejak 1994. Satpol PP yang selama ini identik dengan kekerasan tampak berbaur dengan para pedagang, membantu mengemas dan mengangkut barang milik pedagang. Nir-kekerasan.
Tak hanya ramah, petugas juga memperlakukan para pedagang dengan istimewa. Para PKL dikirab, diangkut dengan empat kendaraan bak terbuka milik Satpol PP. Selain itu, mereka diperlakukan layaknya pejabat, dikawal dengan mobil patroli lalu lintas dan kendaraan roda dua milik DLLAJ yang lengkap dengan sirine.
Salah satu PKL yang menjual pakaian bekas di Jalan Veteran Solo, Sri Handayani mengaku senang dengan perlakuan ini. Dia mengatakan senang dan tidak keberatan. "Sebelumnya kami diberi pemahaman tentang ketertiban oleh Pemkot, terus diminta pindah ke Pasar Notoharjo untuk PKL klithikan dan PKL pakaian bekas ke Pasar Gading," kata dia kepadaVIVAnews.com.
Tak hanya menerima penggusuran, Handayani mengaku senang dengan relokasi ini. Karena, pemerintah Kota Solo memberikan tempat baru untuk para pedagang. Bahkan, lapak baru di Pasar Gading diberikan secara cuma-cuma dan tidak dipungut biaya. Selain itu, kondisinya jauh lebih bagus. "Semoga ditempat baru nanti laris dagangannya," harapnya.

Sejarah Kelam
Diakui atau tidak, selama ini Satpol PP sering diidentikkan dengan kekerasan. Ketegangan dan bentrokan yang melibatkan Satpol PP dengan warga bisa dibilang sudah tak terhitung jumlahnya. Tak jarang, korban berjatuhan, luka-luka hingga meninggal dunia.
Sejarah kelam bentrok Satpol PP dengan warga yang mungkin tak kan terlupakan adalah peristiwa penggusuran makam Mbah Priok di Jakarta Utara pada April 2010 yang lalu. Saat itu, Satpol PP terlibat bentrokan dengan ahli waris dan masyarakat setempat yang menolak penggusuran makam yang 'dikeramatkan' itu.
Berdasar hasil investigasi PMI, peristiwa itu memakan korban sebanyak 231 orang. Korban meninggal dunia tiga orang, luka berat termasuk di dalamnya cacat fungsi 26 orang, luka sedang sebanyak 35 orang, dan luka ringan sebanyak 167 orang.
Selang tiga bulan kemudian, atau Juli 2010, Satpol PP juga terlibat bentrokan dengan di Desa Manis Lor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kali ini, Satpol PP justru masuk dalam konflik yang berbau agama. Satpol PP berhadapan dengan jamaah Ahmadiyah. 
Peristiwa itu berawal penyegelan Mesjid An-Nur milik jamaah Ahmadiyah. Kericuhan itu sudah yang kesekian kali terjadi. Bermula saat warga sekitar (non Ahmadiyah) menuntut agar jemaah Ahmadiyah tidak lagi menjalankan segala aktivitas keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Jamaah Ahmadiyah yang merasa terancam sampai meminta perlindungan polisi.
Selain dua peristiwa-peristiwa itu, masih banyak lagi bentrokan-bentrokan yang menghadapkan Satpol PP dengan warga. Baik dengan skala kecil maupun besar. Namun, bentrokan berdarah itu tidak berlaku untuk Satpol PP di Kota Solo.

Trik
Kepala Satpol PP Kota Solo, Tri Puguh Priyadi mengatakan pasukannya tak pernah memandang remeh para pedagang kaki lima itu. Para pedagang itu selalu ditempatkan sebagai saudara, sahabat, dan mitra kerja, bukan sebagai musuh yang harus dilawan. "Intinya, penertiban petugas Satpol PP itu nguwongke (memanusiakan manusia), jadi tidak ada kekerasan," kata Puguh.
Pendekatan kepada para pedagang adalah kunci sukses yang sangat berperan. Menurut dia, Satpol PP dan pemerintah Solo selalu mencari tahu permasalahan para pedagang itu. Langkah persuasi selalu dikedepankan. "Pertama kita beri tahu mereka. Kita persuasi, kalau belum ada titik temu, kita ulur lagi," ujar Puguh. "Negosiasi lagi dengan cara yang menentramkan para pedagang hingga ketemu solusinya."
Puguh juga mengatakan, pasukannya telah menyingkirkan jauh-jauh pentungan dan tameng yang selama ini identik dengan Satpol PP. Tujuannya satu, menghindarkan mereka dari tindakan represif. Pentungan dan tameng mereka telah digudangkan oleh Sang Walikota, Joko Widodo. "Kita sengaja menghindari alat-alat yang merujuk ke arah represif," katanya.
Seperti halnya penertiban PKL di jalan Veteran itu. Pasukan Satpol PP membaur dengan para pedagang. Mereka membantu para pedagang memindahkan barang-barangnya ke lokasi baru yang telah disiapkan. "Kita dari pihak Satpol PP menawarkan kendaraan kepada pedagang untuk mengangkut barangnya. Untuk mengangkut barang milik pedagang di Veteran, kita kerahkan 4 truk, sampai bolak-balik 6 kali," ujar Puguh.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Solo, Subagiyo mengatakan proses relokasi humanis ini memang tak mudah dilakukan. Dibutuhkan waktu lama untuk proses ini, yaitu sekitar 6 bulan. Langkah pertama adalah memberikan pemahaman tentang keberadaan PKL di jalur hijau tersebut yang melanggar aturan.
"Setelah diberikan pemahaman dan pengertian, kami beri solusi dengan memberikan lokasi tempat berjualan yang baru di Pasar Notoharjo dan Pasar Gading. Semua shelter PKL digratiskan," jelas Subagiyo.

Solusi Konkrit
Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL Gotong Royong Veteran, Sriyanto menyebutkan dari 104 PKL yang direlokasi itu terdiri dari 30 pedagang pakaian bekas dan 74 pedagang klithikan onderdil. "Kami siap direlokasi di tempat yang baru. Hanya saja kami meminta supaya fasilitas pelengkap seperti toilet yang rusak, jalan kurang bagus dan listrik segera diperbaiki," ujarnya.
Di tempat baru tersebut, diakui Sriyanto, untuk sementara waktu omzet penjualan akan turun, mengingat ditempat baru ini harus mulai dari nol lagi. "Kami meminta kepada pemerintah untuk promosikan tempat relokasi PKL ini supaya tidak terpuruk," papar dia.
Sebagai Kadis Pengelolaan Pasar, Subagiyo memahami keluhan para pedagang tersebut. Namun dia meminta para pedagang yang direlokasi tak perlu khawatir. Pemerintah, kata dia, telah mengerahkan berbagai upaya untuk menyosialisasikan tempat baru itu, bahkan promosi melalui media. Selain itu, pemerintah kota juga memasang spanduk di titik strategis supaya lokasi relokasi PKL yang baru diketahui oleh masyarakat umum.
"Itulah cara-cara untuk promosikan tempat PKL yang baru. Kita akan melaksanakan berbagai even di lokasi itu supaya masyarakat tahu keberadaan PKL itu," tutur dia.
Terkait keluhan fasilitas pelengkap dari pedagang, dia menjawab bahwa semua fasilitas telah diperbaiki. "Mulai hari ini fasilitas sudah beres. Listrik sudah hidup, WC sudah diperbaiki," tegasnya.

Senjata Peluit
Konsep Satpol PP yang humanis itu memang diinginkan oleh Walikota Solo, Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Jokowi itu membuat langkah berani dengan menggudangkan tameng dan pentungan yang selama ini menjadi senjata Satpol PP. Menurut dia, pasukan ini hanya perlu dipersenjatai dengan peluit.
Jokowi menginginkan setiap kali Satpol PP Solo beroperasi maupun melakukan relokasi terhadap hunian liar penduduk maupun pedagang kaki lima liar, selalu mengedepankan pendekatan komunitas, kelompok, dan personal. "Kami selalu intensif melakukan persuasi dengan warga sebelum melakukan penggusuran. Kami mencari langkah solusi terbaik. Kadang nanti hasilnya mereka dengan kesadaran sendiri akan pindah," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Hasilnya, berbagai penggusuran yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Solo memang tak menggunakan kekerasan. Antara lain: penggusuran hunian liar di Balekambang, Tirtonadi, Kali Gajah Putih, Kalianyar, dan bantaran Bengawan Solo. Bahkan, ada juga penggusuran ribuan pedagang kaki lima di Banjarsari.
Saat menghadiri acara 'Deklarasi Nasional Menuju Indonesia Bangkit: Birokrasi Bersih dan Melayani' di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis, 8 Desember 2011 yang lalu, Jokowi mengaku prihatin dengan berita-berita kekerasan aparat saat melakukan penggusuran PKL di kota tertentu. 
Dia pun memperlihatkan gambar traktor besar yang sedang meruntuhkan bangunan liar, serta penertiban PKL oleh aparat Satpol PP. "Ini jelas bukan di Solo. Di kota saya tidak ada yang seperti ini. Zaman seperti ini, kok, masih ada yang main gebuk-gebukan," ucapnya sambil tersenyum.
Dia mengatakan penggusuran PKL dengan menggunakan kekerasan fisik, bukanlah bentuk pelayanan pemerintah. "Tugas kita ini sebagai pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani kepentingan umum, pimpinan-pimpinan sudah lupa ini. Ini kekeliruan yang harus sudah diubah," ujarnya.
Dia mengisahkan, dulu di Solo, kurang lebih sosok yang dipilih sebagai Kepala Satpol PP sama seperti di kota-kota besar lainnya. Tinggi besar, berwajah seram, berkumis lebat. Namun, Jokowi berani mengubah ini semua demi pelayanan yang lebih baik bagi rakyatnya.
"Sekarang lihat, Satpol PP saya wanita. Pakai kebaya. Cantik 'kan?" kata Jokowi sambil menunjukkan foto pasukan Satpol PP Kota Solo pilihannya.

Monday, February 6, 2012

Penyebab Terjadinya Dinamika Politik Lokal

February 06, 2012 0
Perkembangan dan wacana tentang dunia perpolitik sampai kapanpun akan selalu menarik untuk di kaji secara lebih lanjut. Sebab bagaimanapun juga dunia perpolitik merupakan salah satu jalan yang paling efektif yang biasa digunakan oleh elit penguasa untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan yang lebih tinggi tersebut. Entah perpolitakan yang digunakan itu melalui politik yang kotor maupun politik yang bersih. Namun yang jelas dunia perpolitikan selalu menjadi sorotan seluruuh masyarakat dan dunia publik.
Apalagi bila yang dikaji dan diperbincangkan terkait dengan berbagai dinamika dan perkembangan politik yang terjadi di arus bawah (Politik lokal). Tentunya akan mempunyai kesan tersendiri. Hal ini akan mempunyai daya tarik tersendiri dan unik dibandingkan dengan membicarakan politik elit pemerintah pusat. Mengingat politik yang terjadi di arus bawah sepanjang masa pemerintahan otoriter di bawah rezim orde baru dan reformasi, pemilihan kepala daerah selalu saja dikuasai dan di setting oleh sekelompok elit Jakarta maupun di daerah-daerah. Sehingga para arus bawah tidak dapat mengetahui dan mengerti tantang bagaimana proses dan seleksi yang dilakukan pemerintah pusat.
Memang Sejak proses reformasi digulirkan delapan tahun terakhir ini, terjadi pergeseran pendulum politik pasca Orde Baru yang merambah hingga ke ranah politik lokal. Pasca masa Orde Baru, kondisi dan dinamika politik yang terjadi di arus bawah, sangat tampak lebih sering sekali menggejolak dan selalu menjadi sorotan dunia Publik. Keadaan semacam ini setidaknya dapat dijelaskan oleh tiga faktor yang paling monumental. Yaitu :
Pertama, konflik politik lokal berpeluang lebar muncul sebagai konflik terbuka, dan tak bisa ditutup-tutupi lagi, misalnya oleh kekuatan politik tingkat pusat. Sebab pada zaman Orde Baru, jangankan konflik politik, konflik sosial pun "tidak sampai ke permukaan". Itu disebabkan kuatnya "negara" dalam mengontrol segala hal (tetek bengek) urusan politik dari tingkat lokal hingga nasional, dengan pola kebijakan yang amat sentralistik. Sehingga memunculkan kebebasan yang belum pernah dialami.
Kedua, akibat ledakan politik yang belum bisa lepas sepenuhnya dari fenomena eforia. Hakikat berpolitik pun rata-rata belum bisa dipahami secara benar. Menjadi politisi masih dianggap sama dengan profesi lain. Mochamad Basuki, misalnya, bahkan terang-terangan mengatakan, kalau mau kaya jadilah politisi. Tentu saja ungkapan ini agak aneh, mengingat profesi politisi, berbeda dibanding pengusaha.
Dan yang ketiga, bisa dijelaskan dengan teori "desentralisasi korupsi". Meminjam sinyalemen Ketua Indonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, pasca-Orde Baru, tak hanya struktur kebijakan sentralistik yang berubah, seiring otonomi daerah (desentralisasi), tetapi juga pola korupsinya. Bila dulu korupsi terpusat, itu bisa dipilah ke lingkup "istana" (Cendana), kini polanya menyebar dan merata dari tingkat pusat dan daerah. Setidaknya lebih ekspresif.
Dalam perjalannya, pergulatan politik di arus bawah panca otomonomi memiliki banyak persoalan yang cukup pelik. Hal ini disebabkan karena banyaknya elemen masyarakat yang ingin menduduku roda kepemimpinan, meskipun dalam ranah arus bawah. Sehingga banyak menibulkan konflik dan pertumpahan darah yang tak pernah terselesaikan. Ironisnya, dalam keadaan semacam ini, maka kekuatan dan kekayaanlah yang menentukan. Meskipun orangnya cerdas dan mempunyai jiwa kepemimpinan serta komitmen yang tinggi, akan dengan mudahnya tersingkirkan dalam pertarungan. Jika orang tersebut tidak mempunyai kekayaan untuk menyogok dalam pemilihan tersebut. Dan hal semacam ini akan tetap saja terus terjadi akibat dari kebebasan yang mereka miliki.

Sumber : Diktat Dinamika Politik, Ane Permatasari, S. IP, M. A.

Saturday, December 17, 2011

Konflik Dan Negosiasi

December 17, 2011 2
1. Pengertian dan Pandangan Tentang Konflik
Definisi konflik menurut Robbins, adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif pihak lain. Sedangkan menurut Alabaness dalam nimran (1996) mengartikan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik itu adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi apabila persepsi mempengaruhi orang lain yang tidak sesuai maka akan terjadi konflik.
Ada tiga pandangan tentang konflik, yaitu:
Pandangan tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang buruk, tidak menguntungkan dan selalu merugikan organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahannya (muhyadi, 1989)
Pandangan hubungan kemanusiaan, pandangan behavioral ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Konflik tidak selamanya merugikan, bahkan bisa menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
Pandangan interaksionis, yang menyatakan bahwa konflik buka sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya adalah kinerja organisasi menjadi rendah.

2. Jenis dan Penyebab Konflik
Jenis konflik dibedakan dalam beberapa perspektif, antara lain:
  • Konflik intraindividu, yaitu konflik yang dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
  • Konflik antarindividu. Konflik yang terjadi antar individu yang berada dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.
  • Konflik antar kelompok. Konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.
  • Konflik organisasi. Konflik yang terjadi anatara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.
Jenis konflik ditinjau dari fungsinya, yaitu:
  • Konflik konstruktif, adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
  • Konflik destruktif, adalah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan organisasi.
Jenis konflik ditinjau dari segi intasionalnya, yaitu:
  • Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang kebutuhan dan keinginan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi. Hal ini bisa memunculkan konflik.
  • Konflik peranan dengan peranan. Setiap karyawan organisasi memiliki peran yang berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan konflik karena setiap individu berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
  • Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi dengan individu lain, disebabkan oleh latar belakang, pola pikir, pola tindak, kepribadian, minat, persepsi, dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Jenis konflik ditinjau dari segi materi/masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu:
  • Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan antar individu, kelompok, atau organisasi bisa memunculkan konflik.
  • Konflik peranan. Setiap manusia memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan, yang jumlahnya banyak tersebut, seringkali memunculkan konflik.
  • Konflik nilai. Nilai yang dianut seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut organisasi atau kelompok. Hal ini berpotensi untuk memunculkan konflik.
  • Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi (depdikbud, 1981).
Mastenbroek (1987) membagi konflik ini menjadi empat, yaitu:
  • Instrumental conflicts. Konflik terjadi karena adanya ketidaksepahaman antar komponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
  • Socio-emotional conflicts. Konflik ini berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan lainnya.
  • Negotianting conflicts. Konflik negosiasi adalah ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antar individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok.
  • Power and dependency conflicts. Konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.
Penyebab konflik ada bermacam-macam. Beberapa sebab yang penting adalah sebagai berikut:
  • Saling bergantungan. Saling bergantung dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna menyelesaikan tugas.
  • Perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang ada di antara satu bagian dengan bagian lain, seperti unit produksi yang bertujuan semaksimal mungkin biaya produksi dan mengusahakan sesedikit mungkin kerusakan produk, sementara bagian penelitian dan pengembangan berurusan dengan pengmbangan ide-ide baru untuk mengubah dan mengembangkan produk yang berhasil secara komersial. Hal ini dapat menjadi potensi konflik.
  • Perbedaan persepsi. Dalam menghadapi suatu masalah, jika terjadi perbedaan persepsi maka hal itu dapat menyebabkan munculnya konflik.
Menurut Smith, Mazzarella dan Piele (1981), sumber terjadinya konflik adalah:
  • Masalah komunikasi, yang bisa terjadi pada masing-masing atau gabungan dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan saluran.
  • Struktur organisasi, yang secara potensial dapat memunculkan konflik. Tiap departemen/fungsi dalam organisasi mempunyai tujuan, kepentingan dan program sendiri-sendiri yang seringkali berbeda dengan yang lain.
  • Faktor manusia. Sifat dan kepribadian manusia satu dengan yang lain berbeda dan unik. Hal ini berpotensi memunculkan konflik.

3. Proses Dan Hubungan Konflik Dengan Kinerja
Menurut Pondi (dalam Indriyo, 1997, dan Umar Nimran, 1999), proses konflik dimulai dari:
  • Tahap I, Latent Conflict, konflik laten, yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumberdaya yang terbatas, konflik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dll.
  • Tahap II, Perceived Conflict, konflik yang dipersepsikan. Pada tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain lain sebagai penghambat atau mengancam pencapaian tujuanna.
  • Tahap III, Felt Conflict, konflik yang dirasakan. Pada tahap ini konflik tidak sekedar dipandang ada akan tetapi sudah benar-benar dirasakan.
  • Tahap IV, Manifest Conflict, konflik yang dimanifestasikan. Pada tahap ini perilaku tertentu sebagai indikator konflik sudah mulai ditunjukkan, seperti adanya sabotase, agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja, dll.
  • Tahap V, Conflict Resolution, resolusi konflik. Pada tahap ini konflik yang terjadi diselesaikan dengan berbagai macam cara dan pendekatan.
  • Tahap VI, Conflict Aftermath. Jika konflik sudah benar-benar diselesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan para anggota organisasi. Hanya saja jika penyelesaiannya tidak tepat maka akan dapat menimbulkan konflik baru.

 4. Strategi Manajemen Konflik
Strategi manajemen konflik yang diterapkan dalam suatu organisasi tergantung pada bagaimana seorang pimpinan memandang suatu konflik. Meskipun demikian harus kita sadari bahwa konflik pasti terjadi dalam suatu organisasi, hanya saja dengan skala berbeda. Ada yang berskala besar, sedang, atau kecil.
Gordon (1990) dan Miftah Thoha (1995), mengemukakan strategi manajemen konflik adalah sebagai berikut:
  • Strategi menang-kalah. Strategi ini ada kalanya pihak tertentu akan menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.
  • Strategi kalah-kalah. Strategi ini dapat berupa kompromi, dimana kedua belah pihak berkorban untuk kepentingan bersama.
  • Strategi menang-menang. Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck (1976) menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif, (2) Pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan tetapi lebih suka bekerjasama.

5. Negosiasi Atau Perundingan
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dalam perundingan ini diharapkan ada kesepakatan nilai antara dua kelompok tersebut. Atau Robs mengatakan negosiasi dapat di definisikan sebagai proses yang di dalamnya terdapat dua pihak/lebih bertuka barang atau jasa dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka. Robbins (1999) menawarkan 2 strategi perundingan, yang meliputi:
  • Tawar-menawar distributif, artinya perundingan yang berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumberdaya (suatu situasi kalah menang).
  • Tawar-menawar integratif, yaitu perundingan yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan pemecahan menang-menang.
Nimran (1999) menawarkan bebrapa strategi manajemen konflik, yaitu:
  • Strategi kompetisi, disebut strategi kalah-menang, yaitu penyelesaian masalah dengan kekuasaan.
  • Strategi kolaborasi atau strategi menang-menang dimana pihak yang terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan.
  • Strategi penghindaran, yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga konflik itu tidak terjadi.
  • Strategi akomodasi, adalah strategi yang menempatkan kepentingan lawan diatas kepentingan sendiri. Strategi ini juga disebut dengan sifat mengalah.
  • Strategi kompromi, yaitu strategi kalah-kalah dimana pihak-pihak yang terlibat konflik sama-sama mengorbankan sebahagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang tidak maksimal.

Thursday, June 16, 2011

Penambangan Pesir Kulon Progo : Merupakan Konflik Vertikal Antara Pemerintah Pusat dengan Masyarakat

June 16, 2011 0
Penambangan Pesir Kulon Progo : Merupakan Konflik Vertikal Antara Pemerintah Pusat dengan Masyarakat
Sejak 2006, masyarakat pesisir di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Yogyakarta, Indonesia berjuang mempertahankan Hak Asazi Manusia dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mereka. Keberadaan dan keberlanjutan hak-hak tersebut menjadi terancam karena Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo menggulirkan kebijakan pertambangan pasir besi dan pembangunan pabrik baja di kawasan pemukiman penduduk. Kebijakan itu muncul dari desakan korporasi kepada pemerintah. Korporasi tersebut, PT Jogja Magasa Iron yang merupakan anak perusahaan dari PT. Jogja Magasa Mining, adalah perusahaan keluarga penguasa politik di Propinsi Yogyakarta, yaitu Kasultanan dan Paku Alaman. Kawasan yang terletak di pesisir Pulau Jawa (Indonesia) dan berbatasan langsung dengan samudera Hindia itu telah diubah oleh masyarakat setempat menjadi kawasan pertanian lahan pasir yang produktif semenjak 1980an.
Perubahan ekosistem dari gurun menjadi ladang ini bermula dari kemunculan pengetahuan setempat, dan telah berperan bagi pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial yang cukup penting. Konflik antara masyarakat dan pemerintah yang berkolaborasi dengan korporasi telah berlangsung selama 4 tahun dan berpotensi menimbulkan korban jiwa di pihak masyarakat sipil.
Terkait dengan ditandatanganinya Kontrak Karya Proyek Tambang Pasir Besi Disepanjang Pesisir Pantai Selatan Kulonprogo seluas 2.987 Hektar selama 30 tahun, seharusnya Pemerintah mempertimbangkan banyak faktor. Alasan untuk pendapatan negara tidaklah menjadi dasar utama. Seharusnya faktor kesejahteraan sosial, kerusakan lingkungan dan alasan kemanusiaan lainnya juga menjadi dasar pertimbangan Pemerintah.
Banyak alasan dan faktor sosial mengapa warga petani pesisir menolak atas rencana penambangan tersebut. Komnas HAM juga pernah melakukan investigasi dan melakukan monitoring terkait rencana eksploitasi tersebut. Sebagaimana surat Komnas HAM tertanggal 2 Juli 2008 menyatakan bahwa proyek tambang biji besi berpotensi melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas tanah, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, dan hak-hak dasar petani pada khususnya. Komnas HAM dalam rekomendasinya juga menyatakan bahwa rencana penambangan pasir besi berpotensi menimbulkan konflik horisontal (antar masyarakat).

APA makna pertambangan tersebut bagi masing-masing pihak?
  • Pemerintah memaknai pertambangan itu sebagai kesempatan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah dalam jumlah besar secara cepat. Sistem politik desentralisasi memberi kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumberdaya daerah secara otonom.
  • Korporasi memaknai pertambangan itu sebagai bagian dari akumulasi modal dengan memanfaatkan ketidakpastian hukum agraria. Kedudukan Sultan Hamengku Buwono X sebagai pemimpin politik, raja, dan pengusaha membuat tekanan-tekanan kepentingan swasta ini semakin memperoleh legitimasi politik.
  • Masyarakat sipil memaknai pertambangan itu sebagai ancaman bagi keberlanjutan fungsi ekosistem; evolusi pengetahuan; dan eksistensi komunitas lokal.


Apa isu-isu yang menjadi materi konflik?
  • Kerusakan ekosistem gumuk pasir. Kawasan pesisir di Kabupaten Kulonprogo merupakan bagian dari rantai gumuk pasir yang memanjang dari pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, yang merupakan satu dari 14 gumuk pasir pantai di dunia dan mempunyai fungsi ekologis sebagai benteng terhadap ancaman bencana tsunami . Rencana pertambangan pasir besi secara ekologis dikhawatirkan akan menyebabkan jasa lingkungan kawasan itu hilang, dengan mekanisme 1) intrusi air laut ke darat, 2) erosi benteng tsunami, dan 3) kepunahan potensi gumuk pasir yang langka (Kompas, April 2008).
  • Penggusuran lahan hortikultura dan pemukiman. Sebagian kawasan gumuk pasir telah diubah penduduk setempat menjadi lahan hortikultura tanpa mengurangi fungsi utamanya sebagai daerah penyangga (Shiddieq et al., 2008). Lahan produktif ini telah memberikan keuntungan baik materi maupun non materi (jasa lingkungan, kelembagaan, evolusi pengetahuan, dan jaringan). Menurut Mulyono, Wakil Bupati Kulon Progo periode 2009-2014, rencana pertambangan pasir besi tersebut akan mengalihfungsikan lahan secara total di kawasan seluas 22 x 1,8 km, di mana terdapat lahan dan pemukiman yang dihuni lebih dari 30.000 jiwa.
  • Penghapusan lapangan kerja. Lahan produktif tersebut telah memberikan lapangan pekerjaan baik bagi penduduk setempat maupun di luar daerah (sebagai buruh petik). Rencana pertambangan pasir besi yang akan menggusur lahan akan meningkatkan angka pengangguran usia produktif, baik di kawasan pesisir maupun sekitarnya (Kompas, April 2008).
  • Gangguan bagi penyediaan kebutuhan bahan pokok. Lahan tersebut mampu menghasilkan cabai 702 ton/transaksi atau setara 17.548 ton/ bulan, sehingga menjadi penyedia kebutuhan cabai terutama di Jakarta dan Sumatera (Shiddieq et al., 2008). Rencana pertambangan pasir besi dikhawatirkan akan berdampak bagi perekonomian riil di sektor kebutuhan pokok harian, yaitu sayuran. 
  • Pemiskinan Struktural secara sistematis. Rencana pertambangan pasir besi dikhawatirkan akan berisiko sosial berupa remarginalisasi kawasan yang mana komunitasnya telah berpartisipasi dalam menggerakkan pertumbuhan tanpa merusak SDA. Kebijakan Pemkab tersebut tak hanya menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan SDA antara komunitas lokal; pemerintah daerah; dan swasta, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem dan eksistensi komunitas lokal (Kompas, April 2008).


Apa akar konflik sebenarnya?
  • Manifest

Agraria
Tanah adalah basis material yang mendasari konflik di pesisir Kulon Progo. Menurut UU No 5 tahun 1960, masyarakat adalah pihak yang berhak mengelola lahan pesisir karena mereka memiliki sertifikat yang sah. Akan tetapi, pemerintah masih memberi celah bagi pelanggaran kosntitusi dengan pengakuan klaim Sultan Ground dan Paku Alaman Ground di seluruh wilayah propinsi DIY yang didasarkan pada hukum kolonial. Perebutan kepentingan keberlanjutan matapencaharian dan ekosistem (yang diwakili masyarakat) berlawanan dengan kepentingan penetrasi modal (yang diwakili oleh pemerintah dan swasta).
Ketimpangan kekuasaan dalam desentralisasi
Otonomi daerah adalah sistem politik pasca Soeharto yang mendekatkan akses aktor ekonomi global kepada sumberdaya di tingkat lokal. Di dalam sistem desentralistik, daerah dikondisikan untuk dapat menggali potensi lokalnya agar tercipta pertumbuhan. SDA menjadi komoditas yang diperebutkan antaragen pembangunan. Ekosistem adalah ruang di mana berbagai kepentingan bertemu, wajah ekosistem tergantung dari keputusan-keputusan politik.
  • Laten

Kepentingan kapitalisme global
Kepentingan kapitalisme global justru semakin terfasilitasi dengan adanya desentralisasi kekuasaan. Desentralisasi justru menjadi kesempatan elit baru untuk mengeksploitasi sumberdaya alam ketimbang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam keputusan politik. Dalam konteks pesisir Kulon Progo, penetrasi modal dari kapitalisme global terjadi dalam dua bentuk, yaitu 1) pertambangan pasir besi, dan 2) proyek Jalan Lintas Selatan Jawa.
Ketidakadilan
Di dalam ketimpangan struktur penguasaan sumber-sumber agraria dan kekuasaan, rakyat adalah korban ketidakadilan yang utama. Ketidakadilan itu tampak pada substansi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan proses-proses politik atas kebijakan yang mengabaikan eksistensi rakyat. Dalam konteks pesisir Kulon Progo, ketidakadilan itu ditanggapi oleh rakyat dengan perlawanan terhadap negara sebagai alat kapitalisme.

SIAPA jaringan masing-masing pihak dan bagaimana perannya?
  • Pemerintah. Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo didukung oleh struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Peran pemerintah adalah sebagai legislator proyek melalui seperangkat prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, terutama yang perundang-undangan tentang otonomi daerah dan pertambangan.
  • Korporasi. Korporasi didukung oleh sistem pemerintahan dan kultur politik setempat. PT JMI beraliansi dengan Indo Mines Ltd (Australia) dengan pembagian keuntungan.
  • Masyarakat Sipil. Dukungan kepada masyarakat datang dari berbagai pihak, namun yang mendukung secara kelembagaan hanyalah LBH sebagai pengawal proses hukum. Resistensi masyarakat terhadap NGO disebabkan oleh 2 hal: Kecenderungan NGO untuk turut mengambil keputusan internal lembaga masyarakat yang independen, Kecenderungan NGO untuk bersikap mengambil keuntungan dari situasi yang ada.

Penambangan pasir besi di pesisir pantai selatan Kulonprogo ini akan berimplikasi terhadap 123.601 jiwa yang menaruhkan harapan pada 4.434 ha lahan pertanian produktif di 4 kecamatan yakni Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Implikasi juga akan terjadi di sepanjang area rencana ekploitasi pasir besi dengan luas bentang alam dan alih fungsi lahan sekitar 22kmx1,8km (6,8%) dari total luas Kabupaten Kulonprogo 586.27km2. Dampaknya penambangan pasir di wilayah pantai dipastikan akan menyebabkan abrasi kian parah dan kerugian bagi masyarakat sekitarnya serta akan terjadi perubahan ekosistem dan keseimbangan ekologi yang ada di kawasan pesisir selatan. Hal ini dikhawatirkan akan membahayakan daerah di sekitar penambangan sebab gumuk pasir akan menjadi berkurang sehingga tidak dapat lagi meredam terjadinya gelombang besar yang ada di laut selatan, baik karena cuaca maupun ancaman tsunami.