Blognya Anak Kuliahan

Saturday, November 10, 2012

Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh DPR Selaku Lembaga Negara

November 10, 2012 2

Hak Interplasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Hak Angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Hak Menyatakan Pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas :
  1. Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional
  2. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
  3. Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.*

*om wikipedia

Fungsi-Fungsi Yang Dimiliki Oleh DPR Selaku Lembaga Negara

November 10, 2012 0

Fungsi Legislasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi paling dasar dari sebuah lembaga legislative. Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk perundang-undangan. Melalui DPR aspirasi masyarakat ditampung, kemudian dari kehendak rakyat tersebut diimplementasikan dalam undang-undang yang dianggap sebagai representasi rakyat banyak.


Fungsi Anggaran. Selain membuat produk perundang-undangan DPR juga berfungsi menyusun anggaran Negara. DPR bersama presiden menyusun anggaran dalam RAPBN yang nantinya akan disetujui bersama untuk dijadikan Undang-undang tentang anggaran penerimaan dan belanja Negara.


Fungsi Pengawasan. DPR sebagai lembaga legislative yang dianggap sebagai representasi masyarakat mempunyai tugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh eksekutif. Dalam hal melakukan pengawasan terhadap eksekutif, DPR mempunyai wewenang untuk melakukan hak angket dan hak interpelasi. Pengawasan yang dilakukan terkait dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (eksekutif). Eksekutif sebagai pelaksana undang-undang memang harus mendapatkan pengawasan. Sebuah lembaga Negara yang tidak mendapatkan pengawasan maka akan memungkinkan munculnya penyalahgunaan wewenang.*


*wong banyumas

Monday, November 5, 2012

Kaltim Patut Menjadi Contoh Reformasi Birokrasi Pemda

November 05, 2012 1

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar memuji Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang sangat serius melakukan reformasi birokrasi, dan telah memberikan dampak positif terhadap terwujudnya pemerintahan yang bersih, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Hal itu dikemukakannya saat memberi arahan pada Launching dan Workshop Reformasi Birokrasi dan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Online Tingkat Pemerintah Daerah di Balikpapan, Senin (24/9). “Saya kira Kaltim patut menjadi contoh. " ujar Azwar Abubakar Dalam tiga tahun berturut-turut (2009-2011), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Pemprov Kaltim mendapat nilai tinggi, dan tahun 2011 mendapat nilai B. Tahun ini, Kaltim juga mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK RI, dari sebelumnya disclaimer , dan tengah berupaya keras memburu opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Bukti lain keseriusan Kaltim melakukan reformasi birokrasi adalah terkait pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa yang kini sudah dilakukan melalui LPSE (layanan pengadaan secara elektronik). Hingga pertengahan September ini, Kaltim berada di urutan ketiga provinsi tertinggi dalam pagu lelang melalui LPSE, yakni Rp3,7 triliun. Urutan pertama ditempati DKI Jakarta yang mencapai Rp10 triliun dan Jawa Barat Rp3,8 triliun. Transparansi seperti ini sekaligus menjawab tuntutan masyarakat tentang keterbukaan. Kaltim sudah melakukan transparansi itu dengan sangat baik.

Menteri menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaan reformasi birokrasi cukup gencar, baik di kementerian/lembaga pusat maupun di daerah. Sayangnya, belum semua kementerian/lembaga dan daerah mau secara serius melakukan reformasi birokrasi tersebut.

Namun dengan penerapan PMPRB online, diharapkan semua kementerian, lembaga serta pemerintah daerah berlomba-lomba melaksanakan reformasi birokrasi. Dengan demikian, bukan lagi disuruh-suruh, tetapi yang tidak melaksanakan akan malu denngan sendirinya.

Acara tersebut juga dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek, Wakil Gubernur Farid Wadjdy, Pangdam VI Mulawarman Mayjen Subekti, Wakapolda Kaltim Rusli Nasution dan Walikota Balikpapan Rizal Efendi.

Menteri yang didampingi Deputi Kementerian PAN-RB Bidang Program dan Reformasi Birokrasi Ismail Mohammad menambahkan, dengan PMPRB online , para pimpinan daerah dapat mengetahui secara langsung nilai-nilai yang dikumpulkan sehingga langkah perbaikan dan pembenahan terkait IPK, Opini BPK, integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, indeks efektivitas pemerintahan dan instansi pemerintah yang akuntabel.

Selain itu, perkembangan reformasi birokrasi di daerah juga bisa diakses melalui internet kapan pun dan di mana pun. Langkah ini diharapkan dapat membantu percepatan proses reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pemda untuk tahun ini ditetapkan 33 provinsi, 33 pemerintah kabupaten dan 33 pemerintah kota ibukota provinsi. Namun pemkab dan pemkot yang non pilot project juga dapat melaksanakan reformasi birokrasi melalui PMPRB online.


sumber : www.menpan.go.id

Macam-Macam Regulasi Tentang Reformasi Birokrasi

November 05, 2012 0
Macam-Macam Regulasi Tentang Reformasi Birokrasi
TAP MPR
  1. TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme


UNDANG-UNDANG
  1. UU No.17/1961 Perubahan UU 21/1952 tentang Hak Mengangkat dan Memberhentikan PNS
  2. UU No. 5 Prps/ 1964 Pemberian Penghargaan Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan
  3. UU no.6/1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun Dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela
  4. UU No.7/1967 tentang Veteran Republik Indonesia
  5. UU No 11/1969 tentang Pensiun Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
  6. UU No. 7/1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan
  7. UU No8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Negara
  8. UU No. 7/1978 tentang Hak keuangan/administratif presiden dan Wakil presiden serta Bekas presiden dan bekas wakil presiden
  9. UU No. 10/1980 tentang  Pemberian Tunjangan Kehormatan Kepada Bekas Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Janda/ Dudanya
  10. UU No12/1980 tentang Hak keuangan/administratif pimpinan anggota lembaga Tertinggi/tinggi negara serta bekas pimpinan lembaga Tertinggi/tinggi negara dan bekas anggota lembaga tinggi negara
  11. UU No.11/1992 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun Dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela
  12. UU No. 22/ 1999 tentang Pemerintahan Daerah
  13. UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  14. UU No. 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN. NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME.
  15. UU No.43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1972 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN.
  16. UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
  17. UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara
  18. UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
  19. UU NO.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara
  20. UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  21. UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah


PERATURAN PEMERINTAH
  1. PP No. 11 tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
  2. PP N0. 12 tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.99 tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
  3. PP No. 13 tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
  4. PP No. 21 tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 15  tahun 2001 tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil untuk Menduduki Jabatan Struktural Sebagaimana Telah Diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2002
  5. PP N0.08 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
  6. pp No. 09 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan. Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
  7. PP No. 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001
  8. PP No. 12 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama Sebagaimana Telah Diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2001.
  9. PP No. 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
  10. PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.


PERATURAN PRESIDEN
  1. Perpres No.04 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 ke Dalam Gaji Pokok Hakim Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2007.
  2. Perpres No.5 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Hakim Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2005 ke Dalam Gaji Pokok Hakim Menurut Pemerintah Nomor 10 Tahun 2007.
  3. Perpres No.06 Tahun 2007 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Fungsional Penyelidik Bumi
  4. Perpres No. 24 Tahun 2007 tentang Tunjangan Panitera
  5. Perpres No. 25 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jurusita dan Jurusita Pengganti
  6. Perpres No. 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural
  7. Perpres No. 39 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pranata Komputer
  8. Perpres No.46 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Arsiparis
  9. Perpres No.48 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Agen
  10. Perpres N0. 54 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutrisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis dan Teknisi Elektromedis


KEPUTUSAN PRESIDEN
  1. Keppres No. 34 Tahun 2001 tentang Honorarium Bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara dan Gaji Serta Tunjangan Jabatan Bagi Pegawai Negeri di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara


KEPUTUSAN MENTRI
  1. Kepmen No. 019 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya
  2. Kepmen No. 009 Tahun 2002 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya
  3. Kepmen N0.138 Tahun 2002 tentang Penghargaan Pegawai Negeri Sipil Teladan
  4. Kepmen No.066 Tahun 2003 tentang Jabatan Faungsional Pranata Komputer dan Angka Kreditnya
  5. Kepmen No. 025 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah
  6. Kepmen No. 026 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan
  7. Kepmen No.061 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan
  8. Kepmen No. 135 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akutabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
  9. Kepmen No.009 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah
  10. Kepmen No. 011 Tahun 2007 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara


PERMEN-PAN
  1. Permenpan_09_05_2007 tentang Peraturan Menteri PAN Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah
  2. Permenpan_11_08_2007 tentang Peraturan Menteri PAN Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian PAN
  3. Permenpan_14_06_2008 tentang Perubahan Atas Permen Nomor: Per/36/M.PAN/11/2006 tentang Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian dan Angka Kreditnya

Pengertian : Birokrasi

November 05, 2012 0
Pengertian : Birokrasi

Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration.

Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
  2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat
  2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.

Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).

Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.

Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.

Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
  1. A hierarchical system of authority (sistem kewenangan yang hierakis)
  2. A systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis)
  3. A clear specification of duties for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang jelas)
  4. Clear ang systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis)
  5. The control of operation through a consistent system of abstrac rules (kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten)
  6. A consistent applications of general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal  pesifik  dengan  konsisten)
  7. The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication (seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif)
  8. A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya)

Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan.

Dalam pandangan Weber, birokrasi berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya. Berbeda dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial.

Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut.


sumber : http://www.transparansi.or.id/tentang/reformasi-birokrasi/

Pemotongan Tunjangan : Upaya Reformasi Birokrasi

November 05, 2012 0

Kementerian Keuangan sebagai pelopor Reformasi Birokrasi telah banyak melakukan perubahan di setiap aspek kerjanya. Salah satunya adalah penerapan pemotongan tunjangan secara progresif yang berlaku bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.      

Hal ini dilakukan demi tercapainya penegakan disiplin, pendorong profesionalitas, dan peningkatan kinerja pegawai. Pemberian dan Pemotongan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN)di lingkungan Kementerian Keuangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin dalam Kaitannya dengan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.   

Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada pegawai yang tidak masuk bekerja, terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, mendapat peringatan tertulis, dijatuhi hukuman disiplin, dan dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan negeri. Besaran pemotongan tersebut dimulai dari 0,5% hingga 100%bergantung pada berat-ringannya perbuatan indisipliner yang dilakukan pegawai.    

Dalam penerapan disiplin, setiap pegawai Kementerian Keuangan diharuskan melakukan absen sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu sebelum masuk jam kerja dan setelah jam pulang kerja. Bagi pegawai yang terlambat datang (TL) ataupun pulang sebelum waktunya (PSW) akan dikenakan sanksi pemotongan TKPKN. Bagi pegawai yang terlambat atau pulang sebelum waktunya mulai dari 1-31 menit akan dikenakan pemotongan tunjangan sebesar 0,5%. TL atau PSW selama 31-61 menit akan dipotong sebesar 1%. Untuk pegawai yang TL atau PSW selama 61-91 menit dikenakan 1,25% dan lebih dari 91 menit dikenakan sebesar 2,5%.     Jumlah menit terlambat dan pulang sebelum waktunya akan diakumulasikan di akhir tahun dengan perhitungan satu hari kerja sama dengan 7 ½ jam. Jika jumlah akumulasi menit tersebut sebanding dengan tidak masuk bekerja selama empat hari, maka pegawai tersebut akan diberi peringatan tertulis dan dipotong tunjangannya sebesar 10% pada bulan berikutnya setelah diterbitkannya Peringatan Tertulis.     

Apabila setelah diberi peringatan tertulis, pegawai tersebut masih melakukan hal yang sama hingga memenuhi akumulasi lima hari tidak bekerja, maka pegawai tersebut akan dikenakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil.   Peraturan ini mulai berlaku sejak 1 Maret 2011. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, PMK Nomor 86/PMK.01/2010 tentangPemberian dan Pemotongan TKPKN kepada Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan dan PMK Nomor 87/PMK.01/2010 tentang Pemberian Peringatan Tertulis Kepada Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Link peraturan terkait : http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Regulation/PMK_41.pdf