Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label My Article. Show all posts
Showing posts with label My Article. Show all posts

Friday, December 15, 2017

Field Trip ke Pabrik Pembuatan Rumah

December 15, 2017 1
Dampak kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin menggila. Hal-hal yang dulunya dianggap mustahil kini bisa dengan mudah diwujudkan. Mungkin tidak pernah terbayangkan oleh nenek moyang kita bahwa kini bepergian jauh ribuan kilometer bisa ditempuh hanya dalam hitungan jam, berkirim kabar dengan kerabat yang jauh terpisah hanya hitungan detik, dan berbagai keajaiban lainnya yang berada diluar jangkauan manusia seabad yang lalu. Teknologi memang sangat mempermudah manusia.

Namun pernahkah terpikir membangun sebuah rumah yang idealnya dikerjakan dalam waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan bisa selesai hanya dalam satu hari? Mustahil? Mungkin saja?. Dan jawabannya adalah ya, sebuah rumah sangat mungkin untuk dibangun dalam hitungan hari. Alhamdulillah, saya berkesempatan langsung untuk mengunjungi pabrik yang mampu memanfaatkan kemajuan peradaban teknologi yang luar biasa dasyat ini.

Melalui salah satu mata kuliah yang saya ambil pada semester kedua tahun ajaran 2016/2017, Sustainable Housing Development, saya mendapatkan kesempatan untuk menjalani studi lapangan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang konstruksi dan manufaktur terbesar di Glasgow yang bernama CCG. Walaupun bukan perusahaan milik negara, perusahaan ini telah lama menjadi mitra yang dipercayakan oleh Pemerintah Skotlandia untuk membangun beberapa proyek perumahan di beberapa wilayah di pinggiran kota.

Adalah konsep off-site manufacture istilah yang digunakan untuk menjelaskan teknik membangun rumah yang dilakukan bukan di lahan yang akan didiami, melainkan di pabrik khusus. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk membangun rumah dengan metode off-site manufacture. Tahap pertama adalah desain, klien berkonsultasi dengan tim desain untuk menentukan tampilan rumah impian dan jenis material bangunan yang akan dipakai, tahapan ini menentukan jumlah alokasi dana yang nantinya akan dikeluarkan oleh si klien.

Setelah desainer yang ditunjuk berhasil meyakinkan klien untuk mengambil desain yang sesuai dengan keinginan dan rekomendasi, pihak perusahaan langsung menyiapkan sejumlah komponen utama bangunan seperti dinding, lantai, atap, pintu, dan jedela dengan menggunakan software canggih yang bernama CAD/CAM (computer-aided design and computer-aided manufacturing). Tahapan ini bisa selesai dalam waktu satu hari, dan bisa lebih tergantung kompleksitas desain.



Komponen utama bangunan yang telah rampung akan dikirimkan ke tempat tujuan di seluruh Skotlandia dan Britania Raya melalui jalur darat, pihak perusahaan berani menggaransi bahwa proses pengiriman mengambil waktu tidak lebih dari 24 jam. Kemudian tahapan terakhir sekaligus yang paling menentukan adalah proses instalasi bangunan di lahan yang akan ditempati dengan menggunakan sejumlah alat berat yang dikendalikan oleh teknisi-teknisi profesional.

Setiap tahunnya, CCG mampu memproduksi sekitar 3000 unit rumah, bahkan salah satu pengalaman terbaik mereka adalah ketika berhasil menangani proyek 100 unit rumah yang bisa selesai dalam waktu 100 hari. Bagi mereka, membangun rumah merupakan pekerjaan yang sangat menyenangkan, apalagi dengan dukungan teknologi tingkat tinggi dan pekerja yang berkompeten menambah kemudahan bagi mereka dalam mewujudkan impian masyarakat untuk memiliki rumah idaman.

Harus diakui bahwa memang ada kesenjangan teknologi antara negara-negara maju di Eropa dan amerika dengan negara-negara berkembang seperti Indonesia, seperti halnya off-site manufacture yang sudah lama diterapkan di negara-negara maju tetapi belum sama sekali menyentuh negara-negara berkembang. Saat ini Indonesia masih berfokus pada pengentasan permasalahan sosial seperti pengembangan sumber daya manusia, sehingga memang belum siap untuk mengaplikasikan teknologi berdaya saing tinggi.


Ketika Indonesia telah memiliki sumber daya manusia yang terampil di masa depan, bukan tidak mungkin suatu saat perkembangan teknologi di Indonesia akan mampu melampaui teknologi yang dikembangkan oleh negara-negara hebat seperti Jepang, Cina, Amerika, Jerman, Inggris, dan lain sebagainya. Dan ini merupakan amanah sekaligus tantangan bagi pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri untuk kembali ke bumi pertiwi demi membangun bangsa.

Thursday, December 14, 2017

Sepakbola di Glasgow; Derby, Prestasi, dan Ideologi

December 14, 2017 0
Sepakbola di Glasgow; Derby, Prestasi, dan Ideologi
Bagi masyarakat di Kota Glasgow sepakbola adalah identitas, hal tersebut merujuk pada adanya tiga klub sepakbola yang bermarkas di kota ini dan bermain di level tertinggi kompetisi sepakbola Skotlandia, yaitu Celtic, Rangers, dan Partick Thistle. Ketiga klub tersebut masing-masing mewakili district di kota Glasgow dan menjadi kebanggan masyarakat setempat. 

Tidak seperti dua nama yang disebutkan pertama, nama terakhir mungkin kurang familiar bagi pecinta sepakbola di tanah air, maklum Partick Thistle hanyalah klub papan tengah dengan prestasi yang tidak begitu diperhitungkan, raihan terbaik mereka sejauh ini selama mengikuti kompetisi adalah satu gelar Scottish Cup (1920-21), dan satu gelar Scottish League Cup (1971-72), dan sama sekali belum pernah mencicipi manisnya tropi Scottish Football League (sekarang bernama Scottish Premiership).

Lain halnya dengan dua klub gaek Celtic dan Rangers yang namanya sudah sangat mendunia karena prestasi dan persaingan antara keduanya, bahkan dari sekian banyak derby bergengsi di semua liga top Eropa, rasanya tidak ada yang menyamai derby dua tim asal Glasgow ini. Derby kedua tim ini bisa dibilang salah satu rivalitas tertua dan tersengit dalam dunia sepakbola. Pertemuan kedua klub disebut juga dikenal dengan derby Old Firm, disebut Old karena persaingan keduanya telah berlangsung sangat lama, yaitu sejak abad ke-19 dan masih berlangsung sampai sekarang. Kemudian Firm bisa berarti karena keuntungan besar yang akan dan pasti selalu diperoleh oleh pihak penyelenggara ketika kedua tim bertemu, karena sudah pasti akan dipenuhi para pendukung dari kedua klub.

Kalau digabungkan dari seluruh ajang Scottish Premiership, Scottish Cup, Scottish League Cup, keduanya sudah 408 kali bertemu. Dari jumlah tersebut, Rangers mampu mencatatkan 159 kali kemenangan, lalu sebanyak 98 pertandingan imbang, dan sisanya 151 kali dimenangkan oleh Celtic. Musim 2016/17 ini, keduanya telah bertemu sebanyak lima kali di semua ajang, empat kemenangan untuk Celtic, dan satu pertandingan berakhir seri. Terakhir (29/04), Rangers dilibas tanpa ampun oleh Celtic dengan skor 1-5 di kandang sendiri.

Kemudian dalam hal prestasi, nampaknya kedua klub tersebut terlalu sangat dominan terhadap klub-klub peserta lainnya. Sejak kompetisi resmi untuk pertama kali digulirkan pada tahun 1890 hingga musim 2016/2017, tercatat sebanyak 120 gelar juara liga terdistribusi untuk 11 klub berbeda, dengan 102 gelar liga dimenangi bergantian oleh Rangers dan Celtic. Sejauh ini, Rangers tetap lebih unggul dengan mengklaim 54 gelar, Celtic menguntit dengan 48 kali naik podium. Sementara itu di level kompetisi Eropa, Celtic lebih beruntung dengan pernah mencicipi manisnya gelar Liga Champions di tahun 1967, sedangkan prestasi terbaik Rangers di Eropa adalah menjuarai Piala Winners di tahun 1972.

Meski Celtic tertinggal 6 tropi Liga dari Rangers, dalam beberapa tahun terakhir prestasi Celtic terlihat lebih moncer dibandingkan dengan sang tetangga, baik itu di kompetisi lokal maupun Eropa. Musim 2016/2017 menjadi salah satu musim terbaik bagi kubu The Hoops, dibawah asuhan pelatih Brendan Rodgers mereka berhasil menjuarai Scottish Premiership untuk enam kali berturut-turut. Kemudian catatan manis di akhir musim ditorehkan dengan juga berhasil merengkuh gelar League Cup dan Scottish Cup (domestic treble winner), hebatnya lagi dari total 47 pertandingan diseluruh turnamen domestik mereka lewati tanpa satupun kekalahan, yaitu 43 kemenangan dan sisanya empat kali imbang. 

Sementara itu, nasib buruk menimpa Rangers dengan harus rela terdegradasi hingga ke divisi keempat pada tahun 2012 karena masalah finansial, namun akhirnya kembali lagi ke level tertinggi empat musim berselang, yaitu musim 2015-2016. Pada musim pertama dan keduanya setelah promosi, Rangers belum memperlihatkan performa terbaiknya sebagai penguasa Skotlandia, The Teddy Bears hanya sanggup finish diposisi ketiga secara berturut-turut.

Selain di dalam lapangan, rivalitas kedua klub tersukses di Skotlandia tersebut bukan hanya sekedar gengsi prestasi. Di luar lapangan perang urat syaraf ini juga ikut merambah kedalam tensi aliran agama (Katolik-Protestan) dan ideologi politik (Loyalis-Republik). Glasgow Celtic yang telah berdiri sejak tahun 1888 ini dibentuk untuk memfasilitasi derasnya hasrat kaum Protestan di dalam bidang olahraga, terutama sepakbola, dan dengan serangkaian prestasi yang diukir oleh klub ini, akhirnya kaum Katolik mampu memutuskan mitos keunggulan kaum Protestan terhadap kaum Katolik.

Melihat kesuksesan Celtic di Liga, umat Protestan pun tidak mau hanya berdiam diri menunggu keruntuhan reputasi mereka. Semangat untuk menguasai kembali kompetisi di Glasgow dan bahkan di Skotlandia akhirnya memaksa Glasgow Rangers yang 16 tahun lebih tua dari Celtic dan sebenarnya sama sekali tidak mengusung aliran religius dan politik tertentu pada saat pertama kali didirikan, diakuisi oleh kaum Protestan untuk dijadikan kenderaan oleh mereka dalam menyalurkan aspirasi agamannya.

Selain itu sentimen politik ikut mewarnai perselisihan panjang antara keduanya. Rangers mengklaim diri sebagai loyalis kerajaan Inggris Raya dan mendukung penuh atas kedaulatan Ratu Elizabeth II di tanah Skotlandia, sedangkan Celtic kerap dikait-kaitkan dengan Irish Republican Army (IRA) yang mempunyai keinginan untuk memerdekan diri dan membangun negara Republik Irlandia.

Rivalitas penuh kebencian dua supporter tersebut ikut menyita perhatian dari berbagai pihak setempat, mulai dari Parlemen, kelompok-kelompok gereja, dan organisasi/komunitas lainnya. Salah satu pemandangan yang menarik adalah adanya peringatan “Match-day” yang dikeluarkan oleh penyedia sarana transportasi setempat (Bus, Kereta Api, dan Subway) di hari Celtic maupun Rangers bermain, tujuannya adalah untuk menginformasikan pada pengguna jasa transportasi untuk menghindari jam-jam tertentu dalam menggunakan moda transportasi umum, karena bisa dipastikan pada jam-jam tertentu tersebut stasiun-stasiun transportasi yang ada akan penuh sesak oleh kedua supporter tersebut. Dan juga peringatan ini berfungsi untuk melindungi warga maupun wisatawan dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menghindarkan mereka dari sejumlah titik-titik yang berpotensi menjadi arena kerusuhan antar supporter yang bisa mengakibatkan jatuhnya korban.

Selain itu, intervensi dari sejumlah stakeholders terhadap fenomena perang saudara ini sedikit tidaknya juga ikut andil dalam menurunkan intensitas ketegangan antara keduanya. Bedasarkan hasil mediasi yang pernah dibangun, Celtic pernah meluncurkan kampanye Youth Against Bigotry yang membawa pesan moral untuk menghormati keberagaman. Begitu pula dengan Rangers yang meluncurkan kampanye anti-sektarian untuk memadamkan fanatisme buta yang bertajuk Follow with Pride. Walaupun isu perseteruan antar aliran agama maupun politik bisa dibilang sudah agak mereda, namun tidak bisa juga diklaim sudah menghilang sepenuhnya. Dari tahun ke tahun, aroma perseteruan terus saja menghiasi dinamika perjalanan kedua klub di dalam dan di luar lapangan, dan hal itulah sebenarnya yang menambah kenikmatan cerita dalam dunia persepakbolaan.


Friday, May 29, 2015

Kampanye Indonesia Bebas Narkoba Melalui "Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba"

May 29, 2015 8
Status darurat narkoba yang disandang Indonesia kini sebenarnya tidak perlu terjadi jikalau pemerintah Indonesia mau memberi perhatian lebih terhadap permasalahan ini sejak dini. Kondisi siaga satu ini terjadi tidak lain karena pemerintah sepertinya “lupa” menerapkan prinsip nan ampuh Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati jauh-jauh hari. Jika menelisik jauh ke belakang, pada mulanya Indonesia bukanlah sasaran utama para pengedar narkoba jaringan internasional. Indonesia awalnya hanya dijadikan sebagai wilayah transit oleh para produsen sekaligus distributor kelas wahid yang bermarkas di wilayah yang dikenal dengan sebutan "the golden triangle” yang terletak di daerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Kamboja.
The Golden Triangle dan Indonesia (sumber: wikimedia)

Para bandar tersebut sedianya akan memasok ke negara komoditi besar seperti Amerika dan Australia. Namun kini menjadi cerita yang berbeda. dikarenakan wilayahnya yang super luas serta jumlah penduduknya yang luar biasa, Indonesia bak primadona yang menjadi bulan-bulanan para mafia internasional dalam melakukan aksi invansi narkobanya. Lihat saja nama-nama terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi pada tahap I (18/1), yaitu: Namaona Denis (Malawi), Marcho Archer Cardoso Moreira (Brazil), Daniel Enemuo (Nigeria), Ang Kiem Soei (Belanda), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Rani Andriani (WNI). Dan juga tahap II (28/4), yaitu: Myuran Sukumaran (Australia), Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brazil), Zainal Abidin (WNI). Benar saja, kebanyakan dari mereka adalah warga negara asing. Dan belum lagi masih terdapat puluhan terpidana mati narkoba lainnya yang berstatus non-WNI yang saat ini sedang mengantri jatah eksekusi mati.

Kita patut memberikan selamat buat pemerintah Indonesia dimana ditengah tekanan dan penolakan secara berjamaah dari para negara sahabat terhadap hukuman mati, akhirnya Indonesia secara berani dan tegas mampu menunaikan niat mulianya dalam memberikan hukuman tanpa ampun bagi para perusak generasi bangsa. Namun yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakah hukuman mati bagi para pengedar narkoba tersebut akhirnya mampu memutuskan rantai peredaran narkoba di tengah masyarakat? Maybe Yes Maybe No! Malah bisa saja yang terjadi mati satu tumbuh seribu, dan akhirnya hukuman mati menjadi sia-sia belaka, habis waktu, tenaga, dan pastinya uang (eksekusi satu terpidana saja bernilai sampai 200 juta, lihat rincian pada gambar!)
200 juta hanya untuk satu kepala (sumber: detik.com)

Bukannya bermaksud pesimis terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, namun disamping adanya hukuman mati (jika ingin terus dipertahankan) perlu adanya cara yang lebih mujarab untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba di masa depan. Dan penulis menyadari bahwasanya harapan Indonesia mewujudkan cita-cita aman dari narkoba bisa untuk segera diwujudkan. Dan adalah Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba yang sedang digalakkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang penulis maksudkan. Program ini sediri sedianya telah mulai diserukan oleh BNN di seantero negeri ini melalui perpanjangan tangannya di tingkatan daerah yaitu Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) sejak awal tahun 2015 ini. Penulis melihat program ini bisa menjadi solusi cerdas dan bijak untuk menyelamatkan bangsa ini dari jeratan narkoba.


Rehabilitasi Adalah Masa Depan
Perlu dibedakan antara pelaku kejahatan narkoba (produsen dan pengedar) dengan pelaku penyalahgunaan narkoba (konsumen atau pecandu). Pelaku kejahatan adalah biang keladi dari permasalahan, sementara pelaku penyalahgunaan hanyalah korban dari pelaku kejahatan. Berikanlah hukuman seberat-baratnya untuk pelaku kejahatan agar ada efek jera bagi mereka, sekaligus hal ini bisa menjadi warning bagi para pelaku kejahatan lainnya yang belum tertangkap agar menjadi segan untuk tetap eksis dalam menggeluti bisnis haram ini. Namun tidaklah adil apabila hukuman berat ikut berlaku juga terhadap pelaku penyalahguna narkoba. Dan pemerintah menyadari betul hal tersebut, karena sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dijelaskan bahwa hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pecandu narkoba dikategorikan sebagai hukuman ringan yaitu paling lama empat tahun, dan secara jelas disitu juga ditulis bahwasanya para korban narkoba itu diwajibkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Dan beruntunglah bagi para pelaku penyalahguna narkoba tersebut karena meraka tidak perlu dihukum berat, kemudian setelah menjalani hukuman mereka bisa kembali hidup normal melalui program Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba.

Rehabilitasi merupakan tindakan preventif yang bisa mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi, seperti hilangnya nyawa. Bahkan lebih dari itu rehabilitasi membuka jalan kepada para pecandu untuk kembali menata kehidupan baru yang lebih layak dan kembali hidup dalam masyarakat untuk berkontribusi dalam kehidupan sosialnya.

Uje, from zero to hero!!!
Hakikatnya, banyak cerita-cerita sukses yang menyertai para penyalahguna narkoba yang direhabilitasi, malahan mereka mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih hebat dari sebelumnya. Sebut saja alm. Ustad Jefri Al-Buchori (uje). Masa mudanya dihabiskan berdua saja bersama narkoba, uje muda hidup tidak karuan, masa depan suram, serta hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Namun hal tersebut berubah 180 derajat ketika ia sadar akan bahaya narkoba dan memutuskan untuk direhabilitasi. Sisa hidupnya menjadi lebih berarti tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan untuk masyarakat luas, dia menjelma menjadi sosok penyiar agama yang sangat kharismatik, ceramahnya yang bernuansa "gaul" senantiasa ditunggu-tunggu oleh jamaah setianya. Sang ustad kini telah tiada, namun sumbangsihnya terhadap masyarakat dan negara menjadi peninggalan yang berharga.

Yang terbaru Roger Danuarta, aktor yang sempat sangat tenar di awal tahun 2000-an, terjerat narkoba, kemudian karirpun akhirnya ikut meredup. Ditangkap pada awal tahun 2014, kemudian menjalani rehabilitasi selama satu tahun, dan paska rehabilitasi langsung terjun kembali menghiasi layar kaca, hal yang sudah sangat jarang didapatkanya ketika bergumul mesra dengan narkoba. Serta kisah-kisah sukses lainnya yang ada di sekitar kita.

Dari dua contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwasanya rehabilitasi merupakan obat ampuh bagi penyalahguna narkoba. Mereka-mereka yang pernah terjerat sadar betul bahwa tidak ada gunanya lagi menyambung hidup dengan narkoba, karena narkoba adalah akhir hidup dan rehabilitasi adalah masa depan


Optimalisasi Dan Keseriusan
Angka prevelensi narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun diyakini terus meningkat tajam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh BNN dengan Puslitkes UI pada tahun 2014 yang lalu, jumlah pengguna narkotika yang tercatat pada saat itu hampir 4 juta jiwa, dan menurut perkiraan pada tahun 2015 nanti (saat ini) jumlah pengguna narkoba akan naik mencapai 5,8 juta jiwa. Kemudian, berbicara mengenai jumlah korban meninggal, maka tidak sedikit, sekitar 12.044 orang pertahun atau sekitar 33 orang harus merenggang nyawa akibat penyalahgunaan narkoba. Sementara itu, dalam upaya rehabilitasi, sedikitnya selama kurun waktu 2010 sampai 2014 BNN telah mampu merehabilitasi para penyalahguna narkoba sebanyak 34.467 orang, baik melalui layanan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial yang dititipkan di tempat rehabilitasi pemerintah maupun di masyarakat.

Menurut data diatas, bisa diasumsikan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah pemakai narkoba sebanyak 1-2 juta jiwa. Disamping itu, jika mengkomparasikan atara jumlah yang meninggal dengan jumlah yang berhasil direhabilitasi, maka jumlah yang meninggal dua kali lebih banyak daripada jumlah yang bisa diselamatkan melalui jalur rehabilitasi pertahunnya. Berdasarkan fakta diatas patut dipertanyakan kembali terhadap keseriusan pemerintah dalam mengupayakan rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba, mengapa jumlah yang meninggal lebih banyak daripada jumlah yang sembuh? Sementara jumlah pemakai terus saja bertambah.

Padahal kita telah memiliki produk hukum yang mengatur tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap penyalahguna narkoba sejak 2009, artinya secara de jure hak telah diatur dan ditentukan, namun secara de facto ternyata banyak terjadi penyelewengan di lapangan. Salah satu penyelewengan yang kerap terjadi adalah lebih mengupayakan untuk memasukkan pelaku penyalahguna narkoba ke penjara dari pada memasukkannya ke panti rehabilitasi. Padahal jelas bahwa penjara adalah tempat berkumpulnya para bandar narkoba, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap semuanya ada disitu.

Memasukkan pecandu narkoba bersama-sama dengan pengedar narkoba ke dalam penjara merupakan sebuah blunder, bisa diibarakat seperti memasukkan Kambing ke dalam kandangnya Harimau. Maka tidak heran apabila dalam pemberitaan menyebutkan bahwa pengusaha sekaliber Freddy Budiman tetap mampu menjalankan bisnisnya walaupun berada di balik jeruji besi, karena di balik ketatnya hotel prodeo tersebut ternyata malah menjadi tempat transaksi yang lebih aman daripada di luar.
Freddy Budiman, eksis dibalik penjara

Bisa dilihat bahwa para pengedar tidak akan pernah berhenti apabila para konsumen setianya masih tetap menaruh minat tinggi dengan barang haram tersebut, bahkan setelah ditahan dan dijatuhkan hukuman mati sekali pun mereka tidak akan pernah gentar. Sebenarnya, dengan rehabilitasi tidak hanya mampu mengembalikan kesadaran para pengguna untuk kembali ke jalan yang benar, akan tetapi sekaligus mampu membuat para "entrepreneur" narkoba memilih untuk berkarir di bisnis yang lain. Nalar sederhananya begini; jika semua pengguna narkoba dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi, akhirnya mereka berhenti dan tidak akan membeli lagi, kemudian dikarenakan pembeli menjadi sepi, maka para pengedar pun akhirnya pailit alias gulung tikar. Ya kira-kira idealnya seperti itulah. Hehe..

Minimnya infrastruktur, sumber daya manusia, serta anggaran, selalu saja menjadi hambatan klasik dalam memuluskan program rehabilitasi penyalahguna narkoba selama ini. Disamping itu, sebuah kebijakan tidak akan pernah sukses berjalan jika tidak didukung oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan backup dari masyarakat, terutama dalam proses sosialisasi dan juga pengawasan. Para penyalahguna narkoba janganlah dimusuhi dan dijauhi, akan tetapi anggaplah mereka sebagai orang sakit yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan, terutama dari keluaga dan orang-orang terdekat dari korban. Kemudian, tidaklah harus menunggu ditangkap dan diproses hukum terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke dalam panti rehabilitasi, namun sesegera mungkin kesadaran untuk rehabilitasi haruslah ada sebelum berurusan dengan hukum, karena Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati.

Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh BNN jika ingin melihat program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini akhirnya mampu menyelamatkan generasi bangsa ini. Dan juga, besar harapan bagi masyarakat terhadap kesuksesan dari program Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini. Jika dalam satu periode ternyata program ini mampu membuahkan hasil yang positif, maka ke depan bila memungkinkan angka seratus ribu bisa ditingkatkan menjadi satu juta jiwa. Apalagi katanya pemberatasan narkoba masuk dalam agenda prioritas rezim Jokowi-JK.

Dengan Rehabilitasi Generasi Bangsa Berkarya Kembali. Dengan Rehabilitasi Narkoba Sepi Pembeli. Dan dengan Rehabilitasi Tak Perlu Lagi Eksekusi Mati.

Stop Narkoba!!! Pailitkan Pengedar!!! Mari Rehabilitasi!!!



Bacaan:
  • JALAN LURUS: Penanganan Penyalahguna Narkotika Dalam Konstruksi Hukum Positif - Dr. Anang Iskadar
  • http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html
  • http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/12953/darurat-narkoba-bukan-hanya-di-indonesia
  • http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-tetapkan-gerakan-rehabilitasi-100-ribu-pengguna-narkoba/2622737.html
  • http://jaringnews.com/keadilan/umum/70029/setelah-gelombang-dan-masih-ada-terpidana-mati-narkotika



Wednesday, August 13, 2014

Banda Aceh Sebagai Pusat Perhatian dan Model Kota Madani

August 13, 2014 2
Balai Kota Banda Aceh (sumber gambar: nelva-amelia.blogspot.com)
Bisa dikatakan Kota Banda Aceh merupakan representasi dari Propinsi Aceh. Misalnya saja masyarakat non-Aceh ketika berkunjung ke Aceh tentu saja mereka akan menilai Propinsi Aceh secara keseluruhan melalui Kota Banda Aceh. Dan penilaian Aceh berdasarkan Banda Aceh yang diberikan oleh publik tersebut bisa dikatakan ada benarnya.

Dikarenakan Banda Aceh merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan, dan juga menjadi sentral pendidikan dan ekonomi, membuat penduduk seantero Aceh baik dari pesisir Barat-Selatan hingga pesisir Utara-Timur berbondong-bondong untuk hijrah ke kota yang dulunya dikenal dengan Kutaraja “City of The King” ini, dan eksodus besar-besaran demi mencari kehidupan yang layak tersebut akhirnya mampu menjadikan Kota Banda Aceh sebagai miniatur dari Propinsi Aceh.


Banda Aceh di Mata Nasional
Pengalaman menarik saya dapatkan ketika mengenyam pendidikan sarjana di luar Aceh. Kebetulan saya memiliki banyak kenalan yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, dan mereka memiliki pandangannya masing-masing mengenai Aceh. Contohnya saja, mereka sangat mengagumi Aceh karena syariat islamnya, ada satu teman yang berasal dari Madura secara terang-terangan menyatakan iri dengan keistimewaan yang diberikan pemerintah pusat untuk Aceh, dia sempat mengutarakan jika berharap suatu saat daerahnya juga bisa menikmati hidup dibawah naungan syariat islam.

Cerita menarik lainnya saya alami pada saat awal perkuliahan yakni pada masa orientasi kampus, ketika saya menyebutkan asal saya dari Aceh, tiba-tiba muncul suara yang entah dari mana asalnya meneriakkan “woi ganja.. woi ganja..”. Ya diluar sana Aceh kadung terkenal dengan negeri penghasil Ganja terbaik di Indonesia, apakah layak untuk disebut sebagai sebuah prestasi? Tidak, bagi saya itu merupakan sebuah aib bagi negeri Serambi Mekkah ini. Dan lucunya lagi pernah ada teman sekampus yang iseng meminta saya untuk mebawakan oleh-oleh berupa mainan Bob Marley (if do you know what I mean?) untuk mereka, haha.. ada-ada saja.

Pernah juga ketika di dalam kelas, salah satu dosen saya yang telah melalang buana melakukan penelitian diseluruh penjuru Indonesia, menceritakan kisah hebatnya dalam menaklukkan nusantara. Tiba saat beliau mengisahkan pengalamannya ketika berada di Aceh, tanpa basa-basi beliau langsung menyerang masyarakat Aceh dengan kata-kata beu’o alias pemalas. Beliau menyindir keras terhadap perilaku minum kopi yang sudah membudaya di Aceh. Bukan aktivitas ngopi sambil ngobrol yang dipermasalahkannya, namun yang menjadi titik kekesalannya adalah duduk di kedai kopi yang tidak mengenal batas waktu. Tentu sudah menjadi tontonan sehari-hari bagi orang Aceh melihat bagaimana tua-muda, siang- malam, minimal menghabiskan waktunya dua jam untuk bersantai di kedai kopi, apalagi akhir-akhir ini dengan adanya fasilitas wifi dihampir setiap kedai kopi membuat para pemudanya betah duduk berjam-jam hanya untuk online (ngucapinnya sambil nyanyi lagunya Saykoji).

Begitulah kira-kira beberapa pandangan populer masyarakat luar terhadap Banda Aceh, ada yang memandang baik ada juga yang memandang kurang baik, dan semua itu disampaikan menurut apa yang terlihat melalui kaca mata mereka.

Jika Aceh sudah terlanjur terkenal sebagai eksportir cannabis nomor wahid di Indonesia, mari kita hapus kenangan tersebut dengan cara mengenalkan Banda Aceh sebagai destinasi Wisata Syariah nomor satu di Asia Tenggara. Walaupun sangat disayangkan beberapa waktu lalu Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menawarkan sembilan objek wisata syariah, dan tidak ada nama Aceh di daftar tersebut. Memang cukup mengherankan bagi publik mengapa Aceh tidak masuk kedalam paket wisata syariah Indonesia, padahal jika dikaji secara kultural Aceh paling potensial, mungkin saja kemarin Ibu Menteri Mari Elka Pangestu lupa menyebutkan (maksa banget.. hehe). Dan pada dasarnya sebelum penetapan sembilan objek wisata syariah oleh Kemenparekraf tersebut, Pemerintah Kota Banda Aceh jauh-jauh hari memang telah merencanakan untuk menjadikan Banda Aceh sebagai "Bandar Wisata Islami", jadi walaupun tidak disiapkan oleh pemerintah pusat sebagai objek wisata syariah, Banda Aceh secara mandiri memang sudah menyiapkan diri sebagai destinasi wisata syariah, jadi tinggal eksekusinya saja.

suasana kedai kopi di Aceh yang tidak pernah sepi pengunjung (sumber gambar: uniqpost.com)
Kemudian jika memang masyarakat Aceh di cap sebagai pemalas yang disebabkan oleh hobi ngopi. Sudah saatya kita ubah persepsi buruk tersebut. Setidaknya pemerintah kota dapat mengeluarkan qanun khusus tentang izin operasi warung kopi di Banda Aceh. Setidaknya ada beberapa usulan yang bisa dipertimbangkan, atara lain:
  • Ada batasan minimal waktu yang harus dipatuhi oleh pengunjung, misalnya maksimal satu jam, dan ini sesuai dengan amalam dalam islam, karena suka menyia-nyiakan waktu bukan ciri orang muslim, seperti yang diterangkan dalam Al-Quran surat Al-‘Asr bahwasanya orang yang menyia-nyiakan waktu adalah orang-orang yang sangat merugi. Dan jika tidak mematuhi aturan tersebut maka akan dikenakan denda sekian rupiah, serta hukuman larangan mendekati warung kopi selama sekian hari.
  • Menjamurnya warung kopi di Banda Aceh sebenarnya perkembangannya bisa ditekan secara halus, misalnya dengan membuat aturan bahwa jarak antara satu kedai kopi dengan kedai kopi lainya tidak boleh kurang dari satu kilometer, dengan begitu mampu mengurangi sesaknya warung kopi di jalanan, karena kondisi yang terjadi sekarang, kiri-kanan, depan-belakang, ada warung kupi. Ya tentu saja peraturan ini berlaku bagi calon pengusaha warung kopi yang baru, karena tidak mungkin aturan ini diterapkan untuk warung kopi yang sudah terlanjur berdiri.
Masyarakat Aceh boleh saja kesal ataupun marah terhadap kritikan pedas yang datang dari luar, namun kita tidak harus balik menyerang dengan mencari-cari kesalahan orang lain, akan lebih baik jika kita melakukan instrospeksi diri, karena apa yang dikatakan bisa jadi itu sebuah kebenaran, dan seharusnya kritikan tersebut bisa menjadi motivasi untuk mencari solusi permasalahan demi menuju sebuah perubahan yang lebih baik.


Cita-cita Banda Aceh Kota Madani
banner HUT Kota Banda Aceh yang ke 809 (sumber gambar: seputaraceh.com)
Banda Aceh sendiri kini sudah menginjak usia 809 tahun, sebuah usia yang menjadikan Banda Aceh sebagai kota islam tertua di Asia Tenggara (Wikipedia). Melewati perjalanan usia lebih delapan abad tersebut Banda Aceh kini mencanangkan diri untuk menjadi sebuah kota yang madani, layaknya kota suci Madinah Al-Munawarah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW.

Konsep kota madani sendiri sebenarnya berhubungan erat dengan istilah civil society. Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Dimulai dengan kata Ad-Din yang umumnya diterjemahkan sebagai agama yang berkaitan dengan makna Tamadun atau peradaban. Keduanya menyatu dengan pengertian Al-Madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian makna civil society sebagai masyarakat madani mengandung 3 hal yakni, agama, peradaban, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya dan masyarakat kota adalah hasilnya (Rahardjo, 1999).

Jika mengacu pada pendapat diatas maka Banda Aceh Kota Madani belum sepenuhnya layak disebut sebagai kota yang madani. Mari kita lihat bagaimana kondisi Banda Aceh Kota Madani menurut tiga unsur yang telah disebutkan diatas:
  1. Agama. Pelaksanaan syari’at islam di Aceh disertai dengan jaminan kebebasan beragama. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa pelaksanaan syari’at islam di Aceh hanya diberlakukan bagi yang beragama islam saja. Dengan demikian yang tidak beragama islam tidak akan dipaksa untuk mengikuti hukum atau peraturan yang didasarkan kepada syari’at islam tersebut, agama selain islam diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah dan keyakinan masing-masing. Hal yang terjadi di Aceh ternyata sesuai dengan keadaan kota madani Madinah pada zaman Rasulullah. Kebebasan beragama telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dalam Piagam Madinah yang ditandatangani oleh berbagai pihak masyarakat Madinah terutama pada pasal 25 menyatakan bahwa “kaum Yahudi adalah satu umat dengan Mukminin, bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum Muslimin agama mereka”. Dari sinilah ditetapkan prinsip-prinsip kebebasan beragama seperti yang telah diterapkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.
  2. Peradaban. Suatu peradaban maju mundurnya dilihat dari kehidupan masyarakatnya. Syariat islam di Aceh hadir untuk mengatur kehidupan masyarakat Aceh demi menuju ke peradaban yang lebih baik. Namun realitanya syariat islam yang telah diberlakukan sejak tahun 2001 tersebut belum mampu menjadi benteng yang kokoh dalam memerangi kemaksiatan, contoh kecilnya saja dalam hal membatasi pergaulan muda-mudi di Banda Aceh Kota Madani. Lihat saja masih banyak dijumpai di jalanan yang bukan muhrim saling berboncengan mesra dengan ngangkang style binti gangnam style. Yang lebih fenomenal lagi, masih terbesit di ingatan beberapa bulan yang lalu, salah satu media cetak di Aceh mengeluarkan berita laporan eksklusifnya “Sisi Gelap ABG Aceh” (25/03/2014), lalu menyusul satu bulan kemudian “Illiza Pimpin Gerebek Hotel” (28/04/2014). Masih ada segelintir masyarakat Banda AcehKota Madani yang belum mengamalkan syariat islam, masih ada segelintir masyarakat Banda Aceh Kota Madani yang mengacuhkan syariat islam. Dimanakah letak kesalahannya? Apakah kesadaran dari masyarakat yang masih sangat rendah? Atau implementasi dari pemerintah yang masih setengah hati?. Dari contoh kecil di atas dapat disimpulkan bahwa peradaban yang dicita-citakan untuk membentuk masyarakat madani seperti zaman Rasulullah masih sangat jauh dari ekspektasi.
  3. Perkotaan. Banda Aceh Kota Madani mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam hal pembangunan kota, terutama sejak dipimpin dibawah komando Alm. Mawardy Nurdin yang baru saja dianugerahi sebagai Bapak Pembangunan Kota Banda Aceh pada ajang Banda Aceh Madani Award 2014 beberapa bulan yang lalu. Berbagai macam prestasi diukir dalam bidang kota dan tata ruang, seperti: Anugerah Piala Adipura, Anugerah Wahana Tata Nugraha, Juara Nasional PKPD-PU Bidang Penataan Ruang, Juara Nasional PKPD-PU Bidang Bina Marga. Dari serangkaian pembangunan dan sederet penghargaan yang diterima oleh Banda Aceh Kota Madani. Dari sisi tata ruang kota Banda Aceh Kota Madani telah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai sebuah perkotaan. Namun secara infrastruktur masih terdapat kekurangan yang harus dibenahi, terutama menyangkut pasokan listrik, karena selama ini kita masih belum bisa mandiri dan masih sangat bergantung kepada tetangga sebelah yaitu Sumatera Utara. 
Pada dasarnya bagi orang luar, Banda Aceh memiliki citra yang sangat positif, dan semua itu berkat eksistensi dari syariat islam di Aceh. Syariat islam di Aceh sebenarnya merupakan sebuah modal awal bagi Pemerintah Kota Banda Aceh untuk membangun sebuah kota madani. Dan lebih daripada itu, niatan mulia Pemerintah Kota Banda Aceh juga didukung oleh nilai-nilai historis, dibawah Kesultanan Aceh Darussalam (1496-1903), dulu Banda Aceh sukses menjadi pusat peradaban islam di Asia Tenggara. Kemudian jika berpatokan pada tiga aspek pembahasan diatas (agama, peradaban, dan perkotaan), Banda Aceh tinggal memperbaiki aspek peradaban (masyarakat) yang masih sangat kurang, dan lagi-lagi disini syariat islam bisa dijadikan sebagai sebuah solusi. Dan juga tidak lupa kebutuhan terhadap kelengkapan infrastruktur yang masih kurang juga harus dipenuhi..

Alm. Mawardy Nurdin dan
Illiza Sa'aduddin (sumber foto: ajnn.net)
Jadi keinginan Banda Aceh untuk membangun sebuah kota yang madani bukan hanya sebatas isapan jempol semata, hal tersebut bisa saja direalisasikan secepatnya asalkan memang digarap dengan serius. Dan ini merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi Illiza Sa’aduddin Djamal sebagai Walikota Banda Aceh yang akan melanjutkan kepemimpinan Alm. Mawardy Nurdin yang belum selesai, yaitu untuk mewujudkan cita-cita Banda Aceh Kota Madani.


Keterangan : Tulisan ini adalah karya yang saya ikut sertaka pada ajang “Madani Youth Blog Competition” yang diselenggarakan oleh DPD KNPI Kota Banda Aceh.

Sunday, June 17, 2012

Isi Dan Sitematika Penulisan Proposal Penelitian (Skripsi)

June 17, 2012 0
Mungkin bagi mahasiswa tingkat akhir nama "proposal" bukanlah sebuah nama yang asing lagi di telinga. Bagi mahasiswa, proposal bisa diibaratkan bagai dua sisi mata uang. Disatu sisi proposal bagaikan "pujaan hati" bagi mahasiswa, karena menyusun proposal adalah dambaan bagi setiap mahasiswa, tiga tahun adalah waktu yang harus dilewati untuk bisa bercengkrama dengan makhluk seksi yang bernama proposal itu. Dan disatu sisi lainnya, proposal juga dianggap sebagai momok yang sangat menakutkan bagi sebagian kalangan mahasiswa, hal tersebut terjadi karena ketidaksiapan diri dalam menghadapi "hantu" yang satu ini, dan ditambah lagi dengan penyakit yang kini menyerang kaum mahasiswa "galau" menambah kerumitan dalam menyusun proposal tersebut. Proposal sendiri bisa disebut pra-skripsi, dan merupakan tahap awal yang harus dilewati oleh setiap mahasiwa memperoleh gelar sarjana oleh karena itu perlu bagi setiap mahasiswa untuk memahami proposal itu sendiri.

Kelengkapan dan Sitematika Penulisan Proposal
1. Judul Proposal Penelitian
Judul merupakan gerbang pertama seseorang membaca sebuah proposal penelitian. Karena merupakan gerbang pertama, maka judul proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang lain untuk membaca. Judul perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya. Bila memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul. Penghalusan atau perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses (dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam bidang ilmunya.
Menurut pengalaman, judul menjadi hambatan utama bagi kebanyakan mahasiswa dalam menyusun proposal, hal tersebut terjadi karena kesusahan dalam menentukan judul. Oleh karena itu ada baiknya rancangan judul telah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, yakni disemester awal kuliah.

2. Latar Belakang
Latar belakang berisi uraian mengenai penting dan perlu dilakukannya penelitian. Alasah harus diarahkan pada sifat dan implikasi dari gejala itu sendiri, akan lebih baik lagi bila mendapat justifikasi teori atau konsep. Karenanya, dalam latar belakang perlu dikemukakan pula berbagai fakta untuk memperkuat alasan perlunya dilakukan penelitian tersebut.

3. Perumusan Masalah
  • Perumusan masalah adalah kunci dalam setiap penelitian, tidak ada masalah maka tidak ada penelitian.
  • Masalah penelitian hendaknya dirumuskan dengan tajam, jelas, terarah, dan harus mengikuti logika berfikir yang benar.
  • Perumusan masalah didasarkan pada kreatifitas  dan imaginasi peneliti, yang dapat bersumber dari minat personal atau bersumber dari teori.
  • Masalah itu harus bersifat problematis, artinya mempunyai kesenjangan antara yang nyata dengan yang ideal, sehingga membutuhkan penjelasan karena kesenjangan itu akan mempunyai implikasi yang luas baik secara teoritis mapun praktis.
  • Karenanya, masalah itu cukup satu. Kemudian, masalah tersebut dielaborasi (diturunkan) menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian, tapi jangan terlalu banyak (maksimal tiga pertanyaan), agar pertanyaan menjadi fokus, tidak melebar kemana-mana.

4. Tujuan Penelitian
Tujuan tentunya sangat ditentukan oleh masalah yang diajukan, dan intinya berisi tentang kontribusi hasil penelitian bagi kepentingan keilmuan atau kepentingan-kepentingan yang bersifat praktis.

5. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka bersi paparan riwayat penelitian yang pernah dilakukan, baik terkait dengan tema yang diangkat maupun dengan lokasi/kawasan yang akan diteliti. Paparan itu tidak hanya berisi tentang penemuan-penemuan penting dari peneliian yang sudah dilakukan, tapi juga mengenai pendekatan dan metode yang mereka gunakan. Karenanya, tinjauan pustaka juga berfungsi untuk menunjukkan orisinalitas penelitian, bahwa penelitian ini beda dengan penelitian yang sudah dilakukan, atau bisa juga bersifat melengkapi dan memperbaiki penelitian yang sudah dilakukan.

6. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka untuk menjawab pertanyaan penelitian. Istilah “teori” di sini menunjuk pada sumber penyusunan kerangka, yang bisa berupa teori yang ada, definisi konsep, atau malah dapat pula dari logika. Orang biasanya ragu menggunakan kata “teori”, karena dianggapnya hanya untuk penelitian yang bernalar deduktif. Padahal tidak demikian. Sekali lagi, kerangka untuk menjawab pertanyaan penelitian tetap diperlukan dalam penelitian bernalar induktif. Jika konsep yang dijadikan sumber menyusun kerangka tersebut, maka sub judul ini bisa diganti menjadi “kerangka konseptual”. Jika logika yang digunakan, maka sub judul ini menjadi “kerangka pemikiran”.

7. Hipotesis (Bila Diperlukan)
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari kerangka teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti. Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan teoritik” (hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan empirik. Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus bersifat dapat diuji atau dapat dikonformasikan. Menurut Borg dan Gall (dalam Arikunto, 1998: 70),  penulisan hipotesis perlu mengikuti persayaratan sebagai berikut: 
  • Dirumuskan secara singkat tapi jelas;
  • Dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih; 
  • Didukung oleh teori -teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan pustaka).

8. Metode Penelitian
Pengertian metode, pendekatan, dan penalaran dalam skripsi kita sering bercampur aduk dan salah pakai. Metode penelitian merupakan cara atau langkah-langkah konkrit dari penelitian: alasan pemilihan lokasi, dengan cara apat data dikumpulkan, diolah dan dianalisis. Metode yang dipakai sangat ditentukan oleh masalah yang diajukan. Pendekatan adalah alat atau cara pandang yang digunakan untuk “mendekati” masalah.Penalaran adalah cara atau alur berfikir (induktif, deduktif).

9. Daftar Pustaka dan Lampiran
Daftar Pustaka memuat informasi referensi (buku, Koran, majalah, dll) yang diacu dalam proposal penelitian. Dalam daftar pustaka, biasanya, buku dan majalah tidak dipisahkan dalam daftar sendiri-sendiri. Untuk penulisan daftar pustaka terdapat banyak corak tata penulisan, ikutilah petunjuk yang berlaku dan terapkan corak tersebut secara konsisten.
Lampiran dapat diisi dengan materi yang “kurang penting” dalam arti “boleh dibaca atau tidak dibaca”. Biasanya lampiran memuat antara lain: kuesioner dan daftar sumber data yang akan dikunjungi atau diambil datanya. Sebaiknya jumlah halaman lampiran tidak terlalu banyak agar tidak terasa lebih penting dibanding dengan isi utamanya.