Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Pilkada DKI Jakarta 2012. Show all posts
Showing posts with label Pilkada DKI Jakarta 2012. Show all posts

Thursday, September 20, 2012

Mengapa Foke-Nara Kalah?

September 20, 2012 0

Kekalahan yang diterima Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli atau Foke-Nara menurut penghitungan cepat disebabkan karena salah strategi sikap politik Foke-Nara. Sikap politik tersebut sudah melekat pada karakteristik Foke sejak putaran pertama.

"Stigma kegagalan periode pertama yang sudah lama melekat pada Foke membuatnya sulit bergerak di pilkada putaran kedua," kata Gun Gun Heryanto, pengamat dari The Political Literacy Institute kepada Kompas.com, Kamis (20/9/2012).

Gun memaparkan, stigma tersebut memalingkan pilihan warga kepada wajah penantang yang dianggap mampu memberi harapan baru. Foke menjadi sulit mengimplementasikan program-program di fase akhir jabatannya karena waktu yang terlalu pendek untuk bersosialisasi dan mengubah stigma. Karena kesulitannya itulah Foke terkesan kerja sebatas pencitraan saja.

Selain itu, kata Gun-Gun, Foke memiliki kesenjangan hubungan komunikasi politik antara dirinya dengan warga dan media massa. Foke juga cenderung kurang terbuka dengan media saat dia menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Menurut Gun, kelemahan Foke adalah kurang bisa membangun semangat komunitarian dengan warga. Akibatnya, ia kerap terbangun pada pola hubungan antagonistik antara dirinya dengan media dan sense of belonging warga terhadap Foke juga memudar.

Walaupun begitu, kata Gun, kemenangan Foke di 2007 didasari pada konsep penguasaan koalisi partai dan minimnya figur alternatif yang memiliki karakter transformatif pada pemilihan lalu. Sedangkan pada Pilkada DKI kali ini, penantang baru sudah lama memiliki karakter low profile, asketis dan dekat dengan warga.

Gun mengungkapkan, Jokowi telah sukses memosisikan brand-nya sebagai media ikon ditengah masyarakat. Ia juga mampu mentransformasikan kekuatannya dengan tetap mengusung kesederhanaan. "Identifikasi politik warga, jauh lebih berhasil masuk ke Jokowi daripada Foke yang lama berada dalam stigma elitis-birokratis," ungkap Gun.

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan hasil penghitungan cepat Litbang Kompas menyatakan Jokowi-Basuki unggul dengan 53,26 persen sedangkan Foke-Nara mengumpulkan suara 46,74 persen.

LSI: Jokowi-Basuki 53,81 persen, Foke-Nara 46,19 persen

September 20, 2012 0


Perhitungan cepat atau quick count yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga memenangkan pasangan calon gubernur DKI Jakarta, besutan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama.

Jokowi-Basuki mengungguli pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. "Pasangan Jokowi-Basuki mendapatkan suara 53,81 persen, lebih unggul dari pasangan Foke-Nara yang hanya mendapat 46,19 persen suara. Sampel diambil dari 400 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di Jakarta dengan tercatat ada 15.059 pemilih," kata Direktur Komunikasi LSI, Burhanuddin Muhtadi, di Jakarta, Kamis, (20/9/2012).

Sementara itu, toleransi kesalahan atau margin of error pada quick count ini 2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Angka yang diperoleh Jokowi-Basuki itu sudah melewati batas aman atau 51 persen.

"Angka 53 persen yang diperoleh Jokowi ini angka aman walaupun tidak besar perbedaannya tapi sudah lewat dari angka 51 persen yang merupakan batas aman," kata Burhanuddin.

Selanjutnya, dikatakan oleh Burhanuddin, pemanfaatan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) tidak berpengaruh secara signifikan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI putaran kedua.

Namun perolehan suara kandidat dari hasil quick count ini bisa bergeser ke bawah atau ke atas sebesar 2 persen.

Adapun berikut sebaran sampel TPS perhitungan cepat di tiap wilayah Jakarta. Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu dengan 2.630 populasi, sampel TPS sebanyak 70.

Jakarta Pusat dengan dengan 1.713 populasi, 45 sampel TPS. Jakarta Barat dengan 3.331 populasi, 88 sampel TPS. Jakarta Selatan 3.223 populasi, 86 sampel TPS. Dan di wilayah Jakarta Timur dengan 4.162 populasi, 111 sampel TPS.

Sementara itu, hasil penghitungan cepat untuk pasangan Foke-Nara dan Jokowi-Basuki di setiap wilayah Jakarta yaitu, di Jakarta Barat sebanyak 46,04 persen - 53,96 persen, Jakarta Pusat 48,23 persen - 51,77 persen, Jakarta Selatan 46,77 persen - 53,23 persen, Jakarta Timur 46,72 persen - 53,28 persen, dan Jakarta Utara 43,36 persen - 56,64 persen.

Menurut Burhanuddin, dari hasil penghitungan cepat ini tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta adalah sekitar 67,35 persen.

Sunday, September 9, 2012

Demokratisasi Urban: Pilkada DKI 2012 Putaran Kedua

September 09, 2012 0

Beriring jungkir-baliknya prediksi lusinan lembaga survei, Pilkada DKI 2012 berlanjut ke putaran kedua. Menjadi tak sehat, saat isu SARA digulirkan masif. Potret praktik demokrasi yang masih saja, kekanak-kanakan.

Tak kurang tak lebih, Pilkada DKI 2012 sebenarnya merepresentasi pendewasaan politik masyarakat urban. Sebab, partisipasi sebagian masyarakat, yang merupakan pendatang itu, dapat menghitam-putihkan Jakarta. Termasuk bila hasil Pilkada akan mempengaruhi konstelasi politik nasional.

Namun menjadi mengkhawatirkan, bila embusan friksi negatif kemudian mewarnai kompetisi final event politik sarat gengsi dan kepentingan itu. Bukan berarti takut kalah bila kemudian kampanye hitam itu dianggap kekanak-kanakan. Sederhana saja. Masyarakat urban seperti Jakarta, yang tiba-tiba mau berpartisipasi, sementara biasanya mereka apolitis, lantaran hadirnya harapan tentang pemimpin baik,akan kembali tak mau tahu, bila politik selalu saja menjijikkan.

Bagaimana tidak? Jakarta dengan segudang ‘kepintaran’ publiknya harus diberi tontonan politik, yang semua sudah sama-sama mafhum, tak lebih dari ‘rebutan tulang’ kekuasaan. Praktik pencapaian yang tidak etis itulah penyebab utamanya.

Belum apa-apa,isu SARA sudah digelontorkan. Baru saja warga Jakarta berusaha percaya pada politik, ada saja yang menanamkan benih-benih tak sedap, tentang praktik politik yang tak ada bedanya dengan masa lalu. Begitu susah mewanti-wanti para politisi untuk belajar adat negarawan yang santun dan beradab.

Citra Politik Nothing to Lose

Apa sih yang sebenarnya dirindukan warga Jakarta? Tentu saja bukan nuansa menakut-nakuti layaknya zaman antah-berantah. Jelas bukan dengan gagah-gagahan, mengatakan, siapa pemilik sah Jakarta. Dan bukan calon pemimpin yang berbahagia dengan membiarkan warga Jakarta dilanda potensi kebencian yang sangat.

Sekali lagi, warga Jakarta adalah potret masyarakat terurban seantero republik ini. Salah satu tipikal masyarakat urban yang konsisten adalah kebebasan bersikap. Mereka bahkan punya rasionalitas sendiri yang terkadang melahirkan tradisi ekletik baru; bercampur-aduk membentuk socio anyar.

Tentu tak mudah membangun kepercayaan publik Jakarta. Namun, sekalinya mereka percaya, bukan mustahil, Jakarta dapat tumbuh menjadi kawasan megapolitan terkemuka di Asia Tenggara, lantaran didukung oleh pemimpin yang mengerti cara berpikir urban dan masyarakat urban yang dapat membangun konsesi.

Namun lihatlah. Aroma kebencian mulai terendus kuat pada putaran kedua Pilkada DKI 2012. Beberapa kelompok sangat menikmati cara mereka menakut-nakuti kalangan lain yang berbeda pandangan. Bukan lagi simpati yang dibangun, justru blunder strategis bernama apatisme publik urban.

Pemimpin Jakarta tentu bukan pemimpin yang penuh kepentingan sempit. Apalagi hanya memanjakan perut dan orang-orang di sekitarnya. Pemimpin Jakarta haruslah figur nothing to lose yang bersungguh-sungguh melayani warga Jakarta. Ia telah mandiri secara ekonomi. Ia memiliki gagasan yang dinamis seputar titik temu antara kekuatan modal yang menggurita dan kepentingan rakyat banyak.

Pemimpin Jakarta adalah pemimpin nyata, bukan di awang-awang. Ia duduk bersama warganya yang kebanjiran. Ia bersalaman dengan penduduk Jakarta yang tak punya rumah layak. Ia berdiri tegak menyelesaikan macet dan layanan kesehatan, bersama seluruh warga Jakarta.

Bukan untuk popularitas. Sebab, warga Jakarta sangat tahu cara yang tepat menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Bukan untuk keuntungan semata. Sebab, Jakarta sangat tahu cara memutar transaksi bisnisnya. Juga bukan untuk reputasi khusus, agar dianggap merakyat; tapi benar-benar pemimpin yang susah-senang bersama rakyatnya.

Demokratisasi Urban

Kiranya perlu diketahui tentang partisipasi politik urban yang dipraktikkan masyarakat urban, seperti Jakarta. Hasilnya, demokratisasi urban pun tak seperti praktik demokrasi pada umumnya. Jakarta seperti dapat menentukan cara berdemokrasi, seperti yang warganya sendiri maui.

Sebutlah kompetisi ini benar-benar mewakili kepentingan Jakarta, warga Jakarta belum tentu mau mengakuinya dengan legawa. Bila hasilnya baik, dengan sendirinya, mereka akan membangun konsesi dan mematuhinya. Namun bila hasilnya buruk, warga Jakarta, bisa jadi, semakin mengeras ketidakpercayaannya pada elite politik di level apa pun.

Oleh karena itu, sudah semestinya bila momentum Putaran Kedua Pilkada DKI 2012 ini diwarnai dengan pendewasaan politik yang elegan. Sebab, sekali lagi, warga Jakarta sudah sangat tahu etika. Mereka akan berpartisipasi bila memang ‘servis’ politik juga memuaskan. Bukan dengan saling menjatuhkan lawan, bermuatan isu-isu ‘tidak berilmu’, yang justru akan membuat warga Jakarta antipati.

Selamat memilih, warga Jakarta.


Saturday, August 4, 2012

Koalisi Jokowi-Ahok Rentan Perpecahan ?

August 04, 2012 0

Pecah kongsi antara orang nomor satu dan wakilnya, sudah merupakan salah satu persoalan politik yang serius dalam pasangan pimpinan pemerintahan.
Di tingkat nasional Presiden Soekarno pernah pecah kongsi dengan Wapres Mohammad Hatta. Di era Orde Baru, Presiden Soeharto dengan Wapres BJ Habibie. Perpecahan mereka dicatat sebagai yang terburuk. Karena hingga meninggal, sesama pasangan tidak sempat saling sapa dan bersilahturahmi.
Di tingkat pemerintahan daerah - terutama di era reformasi, nyaris tak terhitung jumlah pasangan kepala daerah yang pecah kongsi. Ada yang pecah kongsi di tengah jalan. Tapi ada yang tidak atau belum pecah secara resmi, tetapi masing-masing sudah memilih jalannya sendiri. Sang wakil sudah berancang-ancang menyalip atasannya di pilkada berikut atau atasannya tengah sibuk mencari pasangan pengganti.
Yang teranyar kepemimpinan di DKI Jaya. Gubernur Fauzi Bowo pecah kongsi di tengah jalan atau bercerai dengan Mayjen Priyanto, Wagub-nya. Perceraian Fauzi Bowo dan Priyanto termasuk yang paling memprihatinkan. Dalam arti tidak memberikan pendidikan politik yang sehat.
Sebab setelah bercerai, Priyanto kemudian menerbitkan buku yang isinya antara lain memuat hal-hal yang negatif tentang Fauzi Bowo. Penerbitan buku ini memang merupakan hak pribadi Priyanto. Tetapi yang kurang pas dari caranya adalah buku itu disebarkan di saat Fauzi Bowo sedang berjuang untuk mempertahankan kedudukannya. Priyanto memang tidak sedang berkampanye untuk pencalonan dirinya. Dan Priyanto juga memang tidak mencalonkan diri dalam Pilkada DKI. Tetapi sekalipun demikian, publik tahu, Priyanto pernah menyatakan rencanannya untuk bersaing dengan Fauzi Bowo dalam Pilkada tahun ini. Sehingga penyebaran buku yang antara lain berisikan versi Priyanto sendiri, tidak cukup sportif dan gentleman.
Sementara di provinsi Jawa Barat, Dede Yusuf (Wagub ) jauh hari sudah menyatakan akan maju sebagai Cagub, bersaing dengan Ahmad Heriawan, pasangannya saat ini.
Kenyataan di atas ini mau tak mau menimbulkan kekhawatiran bagaimana jadinya masib perjalanan pasangan Gubernur DKI Jaya hasil Pilkada 2012? Seandainya Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang menang apakah pecah kongsi dalam duet pemimpin ibukota bakal berulang lagi ?
Sejauh ini belum pernah ada penegasan baik dari Fauzi maupun Nachrowi. Tetapi tanpa penegasan pun dari pasangan ini, sepertinya mereka sudah tahu apa yang harus mereka lakukan agar tidak berulang perpecahan seperti Fauzi-Priyanto.
Salah satu hal yang membuat rekat persatuan Fauzi-Nachrowi kelihatannya cukup kuat adalah kedua-duanya mewakili Partai Demokrat. Sebagai pasangan, mereka sedang tidak bersaing akibat latar belakang perbedaan partai. Fauzi duduk sebagai anggota Dewan Pembina di kepengurusan pusat sementara Nachrowi menjabat sebagai orang nomor satu di Partai Demokrat DKI Jaya. Apapun masalahnya, mestinya Fauzi pasti sudah belajar dari pengalaman perpecahan dengan Priyanto. Adalah salah Fauzi sendiri kalau ia mengulangi kembali kesalahannya dalam berpartner.
Lain ceriteranya dengan Jokowi-Ahok (Basuki Tjahya Purnama). Pasangan ini untuk sementara - terutama setelah kemenangan di putaran pertama, terihat sangat solid. Tetapi di balik kesolidan itu, sebetulnya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Masih banyak hal serius yang sengaja ditutupi. Dan itu semua merupakan kelemahan yang cukup mendasar yang berpotensi memicu perpecahn mereka di tengah jalan. Bahwa keduanya berasal dari partai yang berbeda, hal tersebut sudah tidak perlu dibahas lagi. Tetapi yang perlu dibahas adalah bagaimana sejarah keduanya dipersatukan atau "dikawinkan".
Kalau boleh diumpamakan dengan sebuah pernikahan, perkawinan Jokowi-Ahok terjadi lebih atas dasar pertimbangan politik dari "orang tua" masing-masing. Orangtua mereka adalah Megawati Soekarnoputri (PDI-P) untuk Jokowi dan Prabowo Subianto (Gerindra) untuk Ahok.
Rundown pernikahan mereka kurang lebih begini: Mega dan Prabowo sudah menetapkan hari "H". Dan beberapa hari sebelum hari "H" tersebut tiba, Mega dan Prabowo sudah membuat kesepakatan dimana apa isi kesepakatan itu tidak diberitahukan kepada Jokowi dan Ahok.
"Pokoknya Jokowi-Ahok harus jadi pasangan", demikian kurang lebih penegasan bersama Mega dan Prabowo. Walikota Solo dan bekas anggota DPR dari Golkar itu hanya dipertemukan selama beberapa menit. Setelah berjabat tangan dan saling menatap mata, mereka kemudian diminta harus mengikuti keinginan orangtua masing-masing.
Keputusan Mega selaku Ketua Umum DPP PDI-P untuk menetapkan Jokowi selaku Cagub DKI, memang memiliki kepastian hukum yang kuat. Tetapi keputusan itu sendiri tak luput dari adanya penolakan yang cukup serius dari kalangan internal. Penolakan ini tercermin dari beberapa hal. Gubernur Jateng, Letjen (Purn) TNI Bibit Waluyo tidak serta merta mengeluarkan izin kepada Jokowi sebagai Walikota Solo untuk meninggalkan pekerjaannya. Padahal Jokowi sudah lebih banyak berada di Jakarta atau luar kota Solo.
Taufiq Kiemas, politisi senior PDI-P - yang banyak kalangan tahu tidak sekadar suami Megawati, sudah memilih Letjen (Purn) TNI Adang Ruchiatna sebagai cagub yang mendampingi Fauzi Bowo. Pada akhirnya Taufiq Kiemas dikalahkan. Tidak jelas apa yang menjadi alasan TK, panggilan akrab suami Megawati itu untuk mempersatukan calon PDIP dengan calon Patai Demokrat. Kendati demikian hal ini semakin memperlihatkan adanya konflik internal yang cukup serius dalam pengambilan keputusan penentuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jaya.
Sementara sorotan terhadap kandidat Ahok, juga tidak kalah pentingnya. Apapun yang menjadi alasan Ahok, apakah untuk mengabdi ke bangsa atau untuk tujuan lain, keputusannya meninggalkan kursi Golkar di DPR-RI, merupakan sesuatu yang tidak langsung gampang dimengerti. Bahwasanya belakangan Ahok diserang oleh isu SARA, ia seorang keturunan China yang beragama Nasrani, isu sensitif ini sebetulnya baru muncul belakangan sehingga tinggal merupakan persoalan ikutan.
Esensi dari keputusan Ahok meninggalkan Golkar, mengingatkan orang pada situasi politik masa kini. Dimana banyak terjadi politikus yang berpindah partai dengan alasan pribadi. Sedangkan Ahok sendir, sesuai rekam jejaknya bukanlah seorang politisi yang loyal. Ia pernah menjadi anggota Partai Indonesia Baru (PIB)-partai yang didirikan oleh ekonom kenamaan Dr. Sjahrir (amarhum). Dilihat dari sejarah kelahirannya, PIB lahir sebagai wujud ketidakpuasan almarhum Sjahrir terhadap sistem politik dan ekonomi yang diadopsi Indonesia. Dan Indonesia yang dimaksud adalah pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang Golkar.
Sehingga sepatutnya, Ahok tidak akan pernah masuk Golkar! Oleh karenanya wajar kalau perpindahan Ahok dari PIB ke Golkar ketika itu ditengarai sebagai sebuah petualangan politik. Dan sama halnya dengan perpindahannya dari Golkar ke Gerindra. Pendiri Gerindra (Prabowo) juga sengaja keluar dari Golkar karena tidak puas atau tidak setuju dengan ideologi partai berlambang pohon beringin itu.
Jika diulas lebih jauh lagi, sepanjang pimpinan PDI-P masih ada di tangan generasinya Megawati, tetap sulit terjadi partai yang berlambang banteng ini bisa sejalan dengan Gerindra, termasuk Golkar dan PIB. Oleh sebab itu yang paling mudah disimpulkan, pasangan Jokowi dan Ahok sesungguhnya duet yang dipaksakan. Itu sebabnya mereka diprediksi rentan untuk perpecahan. Sebuah kesimpulan yang subyektif, tidak enak didengar, tetapi sulit untuk disembunyikan.

sumber

Thursday, July 12, 2012

Golput Disinyalir Berada Pada Masyarakat Menengah Atas

July 12, 2012 4

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menjelaskan potensi golput atau masyarakat yang tak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, khususnya dalam Pilkada DKI Jakarta berada pada kalangan masyarakat menengah ke atas.
Hal ini menurut Burhanuddin, didasari pada tingkat pendidikan masyarakat menengah atas yang cukup relatif baik dan mengerti akar permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan. Sedangkan kalangan menengah ke bawah lebih berpotensi dimobilisir kelompok tertentu untuk memilih calon pemimpin.
"Nah kalo selama ini yang terlihat golput itu justru menegah ke atas," kata Burhanudin kepada liputan6.com saat ditemui dalam persiapan Quick Count yang akan dilakukannya bersama SCTV dan Indosiar di kantor LSI, Selasa (10/7).
Lebih lanjut Buhanuddin menjelaskan, dengan pendidikan menagah atas yang mendapatkann pendidikan lebih tinggi serta memiliki hasil evaluasi politiknya lebih baik, maka dirinya berharap masyarakat menengah keatas dapat menggunakan hak pilih dalam Pilkada DKI Jakarta. "Jadi saya harapkan itu justru masyarakat menengah ke atas datang untuk menggunakan hak pilihnya," harapnya.
Lebih jauh Burhanuddin menjelaskan, agar kualitas Pilkada lebih baik maka ada dua syarat untuk menggapai hal tersebut yaitu yang pertama adalah peningkatan kuantitas partisipasi, yang artinya dari sisi partisipasi meningkat dari pilkada 2007.
"Dan kedua kualitas partisipasi juga harus lebih baik. Jadi pilihan terhadap gubernur yang akan dipilih besok itu didasarakn pada alasan positif dan bukan didasari oleh alasan-alasan money politik," imbuh Burhanuddin.(AIS)

Saturday, July 7, 2012

Jakarta Butuh Pemimpin Berhati, Kepala, dan Tangan

July 07, 2012 0

PEMILU kada DKI Jakarta akan berlangsung pada 11 Juli 2012. Enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur bertarung untuk menjadi pemimpin DKI Jakarta lima tahun ke depan. Empat pasang berasal dari partai politik dan dua pasang calon independen. Dalam sejarahnya baru kali ini pemilu kada DKI diikuti oleh lebih dari dua calon. Terlebih lagi terdapat calon independen, hal yang belum terjadi pada pemilukada sebelumnya. Sulit diprediksi siapa yang akan keluar sebagai pemenang, mengingat setiap calon memiliki kelebihan dan kekurangan.
Begitu strategisnya peran Gubernur DKI Jakarta yang memimpin ibu kota negara sehingga semua partai politik di negeri ini mengusung calon terbaik untuk menjadi gubernur. Demikian pula tidak mudah menjadi calon independen karena mengumpulkan minimal 400 ribu suara pendukung yang dibuktikan dengan fotokopi KTP yang sah dan masih berlaku. Hampir semua calon yang ada memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin DKI Jakarta karena memiliki latar belakang pengalaman yang beragam, baik sebagai kepala daerah yang masih aktif, politikus, akademisi, mantan militer, maupun praktisi pemerintahan.
Tidak mudah menemukan pemimpin yang mumpuni pada zaman ini. Terdapat orang tertentu yang memang dianugerahi sejak lahir dengan bakat sebagai pemimpin (leaders are born). Akan tetapi, sebagian besar pemimpin yang ada saat ini hadir karena proses dan diciptakan (leaders are made). Pemimpin tipe ini tumbuh dan berkembang dari bawah, ditempa oleh berbagai pengalaman, ketekunan, dan kerja keras, serta tidak berhenti belajar sepanjang hidupnya.
Kualitas pemimpin pada umumnya dibentuk melalui suatu proses yang memerlukan waktu dan upaya, bukan didapat secara instan. Tipikal pemimpin pada era modern saat ini yang dibutuhkan ialah kepemimpinan yang melayani (servant leadership), yakni suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh masyarakat atau bangsa.
Pemimpin pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya ialah untuk melayani, cara pandangnya holistik, dan bekerja dengan standar moral spiritual yang tinggi. Ia tidak minta dilayani, tetapi justru bertindak sebagai pelayan yang oleh Robert Greenleaf disebut `good leaders must first become good servants'.

Perlu Bukti Konkret
Warga DKI Jakarta adalah pemilih yang cerdas dan tentunya akan menggunakan hak suara mereka secara bertanggung jawab untuk memilih pemimpin sesuai kebutuhan Jakarta hari ini. Persoalan Jakarta memang sangat kompleks dari kemacetan yang sudah pada stadium parah. Banjir yang selalu mengancam, tindak kriminal yang terus meningkat setiap tahunnya, lapangan kerja yang minim dan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja, polusi udara yang parah, arus urbanisasi yang tak terbendung, penggusuran permukiman penduduk dan pedagang kaki lima tanpa perikemanusiaan, sampai warga miskin, pengemis, dan gelandangan yang tak terurus dan terus bertambah. Para calon gubernur sudah menawarkan berbagai program untuk Jakarta yang lebih baik pada masa lima tahun mendatang.
Untuk mendapatkan pemimpin yang baik dan dapat memenuhi keinginan serta kebutuhan masyarakat saat ini memang tidak gampang. Dengan melihat track record para calon, selanjutnya memastikan siapa yang akan dipilih dan pantas untuk dijadikan pemimpin. Pemimpin yang baik pasti memiliki kelebihan sebagai faktor pendukung dalam rangka melaksanakan amanah sebagai pemimpin.
Kenneth Blanchard dalam bukunya, Leadership By The Book, menggambarkan bahwa pemimpin yang berkarakter melayani dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, memiliki hati yang melayani. Seorang pemimpin harus memiliki empati dan simpati kepada warga masyarakat yang dipimpinnya. Ia sedapatnya mampu memberikan motivasi kepada warga yang dipimpinnya. Sebagai rakyat, kita tentu membutuhkan pemimpin yang dapat memberikan motivasi bila kita sedang mengalami kesulitan.
Kepemimpinan sejati dimulai dengan contoh dan sikap hidupnya yakni mengelola dirinya sendiri, kemudian bergerak keluar untuk mengelola dan melayani rakyatnya. Di sinilah pentingnya integritas dan karakter pemimpin sejati agar diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin sejati berorientasi untuk membangun masyarakat dan daerahnya serta kepentingan publik pada umumnya lebih diutamakan daripada kepentingan diri dan golongannya.
Pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah pemimpin yang bertanggung jawab. Ia akan berdiri paling depan jika rakyat membutuhkannya. Seluruh perkataan, pikiran, dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada Tuhan Sang Pencipta. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mampu mengendalikan dirinya. Mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan sendiri dan memiliki ketahanan mental yang kuat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi, bertindak objektif dalam menghadapi tekanan atau intervensi dari pihak mana pun, termasuk tuntutan transparansi dari publik.
Kedua, memiliki kepala yang melayani. Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter saja, tetapi harus memahami seni memimpin. Untuk itu, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas tentang kepemimpinan dan hakikat kepemimpinannya. Dengan pengetahuan serta pengalamannya, diharapkan menghasilkan kepemimpinan yang efektif. Ia tahu apa yang terbaik untuk rakyatnya karena memiliki visi yang jelas dan mampu diimplementasikan dalam tindakan nyata. Selain itu, selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi atas setiap permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh rakyatnya. Seorang pemimpin yang `berkepala' memiliki pula kemampuan untuk membuat perencanaan yang baik. Konon menurut para ahli, perencanaan yang baik dapat mencerminkan 50% keberhasilan dari apa yang direncanakan.
Ketiga, memiliki tangan untuk melayani. Seorang pemimpin yang baik adalah yang telah merelakan hidupnya untuk rakyat yang dipimpinnya. Ia akan menjadi contoh dan be kerja tanpa kenal lelah, selama 24 jam sehari untuk kepentingan rakyatnya. Seorang yang memiliki tangan yang melayani akan bekerja secara sungguhsungguh untuk kesejahteraan rakyat. Ia tidak hanya memberikan perintah dan berpangku tangan saja, tetapi dengan cekatan menyingsingkan lengan bajunya dan turun di tengahtengah warga masyarakat guna membantu mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi.
Pada hakikatnya tugas pemimpin pemerintahan pada level apa pun baik pemerintah pusat maupun daerah dan pada jabatan apa pun ialah melaksanakan dua tugas pokok, yakni menyelenggarakan administrasi pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, jika akan menjadi calon pemimpin pemerintahan, ia tidak cukup hanya mengobral janji selama masa kampanye, tetapi harus mewujudkannya. Jika ia pemimpin sejati dan memiliki hati, ia akan selalu bertindak adil dan bebas KKN dalam setiap kebijakannya karena keberpihakannya jelas kepada rakyat yang ia pimpin.
Akhirnya siapa pun Gubernur DKI Jakarta terpilih kelak, kiranya jangan mengecewakan pemilihnya, bekerjalah dengan hati, kepala, dan tangan.

Sunday, July 1, 2012

10 Hari Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2012 : Jokowi-Ahok Terpopuler di MCN Blog

July 01, 2012 5
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 menyisakan sepuluh hari lagi. Pesta demokrasi bagi rakyat Kota Jakarta tersebut sedianya akan dilaksanakan pada hari Rabu 11 Juli 2012 nanti.
Para kandidat Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur sendiri saat ini sedang gencar-gencarnya berburu pemilih, yaitu dengan cara berkampanye, masa atau waktu kampanye sendiri juga hampir mencapai akhir dari batas waktu yang telah ditentukan yakni hingga tanggal 7 Juli 2012.
Sementara itu para masyarakat Kota Jakarta sudah tidak sabar lagi untuk memilih calon pemimpinnya untuk lima tahun kedepan, ada masyarakat yang sudah menentukan bakal calon mana yang akan dipilih nantinya, dan ada juga masyarakat yang hingga kini masih dilanda kebingungan dalam menentukan pilihannya, hal tersebut merupakan hal yang lumrah karena melihat kapasitas dan kapabilitas dari setiap kandidat memang tidak perlu diragukan lagi.
Melihat hebohnya Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2012 ini, akhirnya hal tersebut membuat MCN Blog ikut serta dalam melakukan kampanye politik sosialisasi politik dalam rangka menyukseskan Pilkada Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017, yaitu dengan cara memposting profil keenam kandidat orang nomor satu dan dua di DKI Jakarta nantinya. 
Tepatnya pada tanggal 1 Mei 2012 yang lalu MCN Blog telah memuat profil dari seluruh Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Dan hal yang telah dilakukan oleh MCN Blog tersebut ternyata mendapatkan respon positif dari masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kota Jakarta khususnya. Hal tersebut terlihat dengan banyaknya pengunjung dalam 2 bulan terakhir yang mengunjungi blog ini kebanyakan mengakses halaman profil dari para calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
Antusiasme pengunjung tersebut bisa jadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi dari masyarakat untuk mengenal lebih dekat dengan para calon Pemimpin Jakarta. Dan berikut adalah hasil jumlah impresi dari para kandidat (berurutan dari yang paling banyak dilihat) :
  1. Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama : 1069 tanyangan (18,34%)
  2. Faisal Basri dan Biem Benyamin  : 1051  tanyangan (18,03%)
  3. Alex Nurdin dan Nono Sampono : 1005  tanyangan (17,24%)
  4. Hidayat Nurwahid dan Didik J Rachbini : 999  tanyangan (17,14%)
  5. Hendardji Supandji dan Achmad Riza Patria : 863  tanyangan (14,80%)
  6. Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli : 843  tanyangan (14,46%)
Penulis tidak bermaksud untuk mengkampanyekan atau mempopulerkan kandidat tertentu. Ini hanya sebagai salah satu cara penulis untuk memberikan warna tersendiri dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Semoga bermanfaat... :)

Monday, June 18, 2012

Berhitung Pendapatan Gubernur Jakarta

June 18, 2012 2

Pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi pembicaraan hangat. Tampilnya enam kandidat membuat persaingan duduk di kursi DKI-1 ini sangat ketat. Berapa sebenarnya penghasilan gubernur di Jakarta?
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68/2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu, gaji pokok kepala daerah "hanya" Rp 3 juta. Adapun tunjangan jabatan diatur dalam Keppres No 59 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Di Lingkungan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Tunjangan jabatan gubernur sekitar Rp 5,4 juta. Jadi, gaji total Rp 8,4 juta.
Gubernur memiliki sejumlah "pintu" yang menambah penghasilannya, seperti fasilitas rumah, kendaraan, insentif rapat, dan kunjungan dinas. Gubernur juga berhak mendapat insentif pajak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Insentif pajak daerah diberikan berdasarkan jumlah setoran pajak. Semakin tinggi realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah, kepala daerah akan mendapat insentif tinggi. Dalam Pasal 7 disebutkan realisasi penerimaan pajak di bawah Rp 1 triliun akan mendapat paling tinggi 6 kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat. Penerimaan pajak  Rp 1-2,5 triliun akan mendapat maksimal 7 kali gaji.
Pada 2011, DKI Jakarta memiliki penghasilan pajak Rp 14,8 triliun. Sesuai Peraturan pemerintah, kepala daerah akan mendapat insentif paling tinggi 10 kali gaji pokok dan tunjangan kalau menjadi penghasil pajak di atas Rp 7,5 triliun. Artinya, Gubernur DKI akan mendapat tambahan paling tidak Rp 80 juta di luar gaji. (TEMPO.CO)

Daftar Kekayaan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017

June 18, 2012 2
Enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta telah menandatangani pakta integritas jelang penyelenggaraan Pemilukada DKI Jakarta 2012, di Auditorium gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis, 14 Juni 2012. Pakta integritas itu juga ditandatangani Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Dahliah Umar, dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), Ramdansyah. Pakta integritas itu berisi kesepakatan bahwa enam cagub dan cawagub DKI harus transparan, akuntabel, dan bersih dari politik uang selama Pemilukada. Bila terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI, mereka harus berkomitmen terlibat penuh dalam sistem integritas nasional dan beserta jajaran pegawai daerah menyampaikan harta kekayaan. 
Selain itu, siap menindak pegawai yang mencuri kekayaan. Kemudian, atas pelanggaran komitmen tersebut mereka bersedia dikenakan sanksi moral, administrasi dan juga pidana. Usai penandatanganan pakta integritas, enam pasangan calon mengumumkan jumlah total harta kekayaan sesuai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan kepada KPK.
Calon gubernur incumbent Fauzi Bowo pada laporan LHKPN kepada KPK per 14 Maret 2012 memiliki total harta kekayaan senilai Rp59.389.281.068 dan mata uang asing sebesar US$325.000. Total harta kekayaan pada 2012 naik cukup tinggi dari laporan pada 26 Juli 2010, yakni sebesar Rp46.935.609.591 dan US$200.000. "Perbedaan nilai 2010 ke 2012, semua ini sudah saya sampaikan berikut bukti kepada tim verifikasi. Kewajiban saja hanya menyebutkan angka akhirnya, setelah itu saya serahkan kepada tim verifikasi," kata Fauzi Bowo. Sedangkan pasangan Fauzi Bowo, Nachrowi Ramli, memiliki total harta kekayaan sebesar Rp15.784.271.234 dan mata uang asing senilai US$30.003. Nara, sapaan akrabnya, terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 30 Mei 2001, saat masih berpangkat Kolonel. Saat itu jumlah kekayaan Nara hanya Rp683.122.000.
Calon gubernur dari jalur independen, Hendardji Soepandji, per 12 April 2012 tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp32.182.924.751 dan mata uang asing US$405.537. Pada 2010 lalu, total harta kekayaan yang dimiliki Hendardji sebesar Rp5.987.640.453 dengan mata uang asing US$170.463. Sedangkan pasangannya, Ahmad Riza Patria memiliki harta senilai Rp2.789.050.923 per Maret 2012.
Cagub yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo, memiliki harta kekayaan Rp27.255.767.435 dengan mata uang asing US$9.876. Jumlah ini meningkat sejak laporan pada 2010 silam yakni sebesar Rp18.469.690.500 dan US$9.483. "Kenaikan ini diperoleh karena saya juga punya usaha atau bisnis di luar kesibukan saya sebagai pejabat negara," kata Jokowi. Pasangan Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, melaporkan harta kekayaannya sebesar Rp12.458.296.063 dengan mata uang asing US$5.030. 
Cagub usungan Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, per 28 Maret 2012 memiliki jumlah harta kekayaan sebesar Rp12.145.267.145 dengan mata uang asing US$7.500. Pada laporannya ke KPK per Desember 2009, HNW memiliki jumlah harta kekayaan Rp6.323.567.457 dan US$10.706. Pasangannya Didik J. Rachbini per Maret 2012 memiliki harta kekayaan sebesar Rp7.792.516.266 dan US$8.342.
Cagub independen Faisal Batubara per 12 Maret 2012 memiliki harta kekayaan Rp4.136.226.211. Dan pasangannya, Biem Benjamin, tercatat memiliki Rp33.029.189.336.
Cagub usungan Partai Golkar, Alex Noerdin, per Maret 2012 tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp19.694.375.836. Jumlah ini meningkat sejak pelaporan hartanya ke KPK Juni 2008 sebesar Rp10.953.240.761. Pasangannya Nono Sampono, per Maret 2012 memiliki harta senilai Rp13.712.659.591. Pada Desember 2006, Nono melaporkan hartanya KPK sebesar Rp3.834.261.164 dan US$270.000. (VIVAnews)

Tuesday, May 1, 2012

Profil Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama

May 01, 2012 13

Ir. Joko Widodo
Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 50 tahun), lebih dikenal dengan nama julukan JokoWi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Ia dicalonkan oleh PDI-P.
Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.
Ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka dengan masyarakat.
Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya.
Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008.
Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″. Ia pun akan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dengan Basuki Tjahaja Purnama, mantan bupati Kabupaten Belitung Timur.

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M. (Ahok) adalah mantan Bupati Belitung Timur 2005-2010 yang maju sebagai bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Joko Widodo yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966, umur 45 tahun.
Sekarang ia adalah anggota komisi II, Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar. Dia berhasil menjadi anggota legislatif setelah gagal dalam Pemilihan Gubernur Provinsi Bangka Belitung (Babel) pada tahun 2007, saat itu putra pertama pasangan Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing (Bun Nen Caw) ini mundur sebagai Bupati Belitung Timur karena memutuskan maju di Pilkada Babel.
Ahok melewatkan pendidikan dasar dan menengah pertama di Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Melanjutkan Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insinyur Geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung, menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV. Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Setelah dua tahun menjadi kontraktor, Ahok menyadari bahwa untuk menjadi pengelola mineral dia membutuhkan modal (investor) dan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM) menyebabkan dia diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta.
Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Ahok memutuskan berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Pada 1992 Ahok mendirikan PT. Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Pabrik di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkannya dapat menjadi proyek percontohan untuk menyejahterakan (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT. Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Sukses menjadi pengusaha, tak membuat Ahok puas akan kariernya. Pada tahun 2004 ia tertarik terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah bendera Partai PIB sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur.
Pada Pemilu 2004 dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Masuknya Ahok ke dunia politik didasari oleh pesan sang ayah (Zhong Kim Nam) yang pernah berkata.
“Kamu cocoknya jadi pejabat. Karena pengusaha mau pikirkan rakyat banyak, itu tidak mungkin,” demikian pesan ayahnya. Ahok lalu mengikuti saran ayahnya, ia pun kemudian masuk DPRD melalui Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB). PPIB adalah partai politik yang didirikan oleh Alm Sjahrir.
Pada Pilkada Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Ahok terpilih sebagai Bupati berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK). Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama.
Selama memimpin Belitung Timur, Ahok, dikenal memiliki keinginan kuat dan kepedulian besar terhadap kesejahteraan rakyat. Semangat nasionalisme warga negara Indonesia keturunan Tionghoa ini bertumbuh seiring didikan keluarga yang ditanamkan sejak kecil. Kejujuran dan ketulusannya dalam mengabdikan diri untuk kesejahteraan rakyat dan Republik Indonesia juga menghantarkan Ahok menjadi salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia oleh Tempo.
Pada tahun 2007, Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara menobatkan Ahok sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara Negara. Ahok dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah. Ini ditandai dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Ahok mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini

May 01, 2012 0

Dr. HM. Hidayat Nur Wahid, MA
Hidayat Nur Wahid dilahirkan pada 8 April 1960 M, bertepatan dengan 9 Syawal 1379 Hijriyah. Ia lahir di Dusun Kadipaten Lor, Desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Anak sulung dari tujuh bersaudara ini berasal dari keluarga pemuka agama. Kakeknya dari pihak ibu adalah tokoh Muhammadiyah di Prambanan, sementara ayahnya H. Muhammad Syukri, meskipun berlatar Nahdhatul Ulama, juga merupakan pengurus Muhammadiyah. Ny. Siti Rahayu, ibunda Hidayat, adalah aktivis Aisyiyah, organisasi kewanitaan Muhammadiyah.
Ia (Hidayat Nur Wahid)politisi, ustad dan cendekiawan yang bergaya lembut serta menge-depankan moral dan dakwah. Lulusan IAIN Sunan Kalijogo, Yogyakarta dan Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia ini mulai serius beraktivitas di Jakarta sebagai tenaga pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Muhammadiyah dan Universitas Islam Asy Syafiiyah. Rekan-rekan Hidayat yang semula membuat LSM, kemudian mendirikan partai. Tunduk pada keputusan musyawarah, Hidayat pun didaulat menjadi deklarator Partai Keadilan (PK).
Berawal di PK inilah Hidayat berkiprah di dunia politik yang terkenal kejam, penuh intrik dan secara salah kaprah dianggap sebagai dunia yang kotor dan menghalalkan segala cara. Namun, politik tidak mengubah prinsip hidup Hidayat yang dipegangnya sejak dari kecil. Hidayat bertekad menjadikan politik sebagai bagian dari solusi permasalahan bangsa. Bukan sebaliknya, menjadikan politik sebagai sumber masalah bagi bangsa.
Kiprah Hidayat di PK dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terus menanjak. Bahkan, Hidayat pernah dua kali menjadi “Presiden”. Yakni, Presiden PK dan PKS. Hidayat juga menunjukkan prestasi yang luar biasa. Di bawah kepemimpinannya PKS telah berhasil meraih suara 7,3 persen ada Pemilu 2004.
Hidayat seorang pembelajar yang cepat. Dia belajar dengan maksimal di mana saja saat mendapatkan amanah dan tugas. Termasuk ketika terpilih sebagai Ketua MPR periode 2004-2009. Hidayat mengaku, dahulu dia tak akrab dengan Undang-Undang Dasar. Tetapi kini UUD 1945 dihafalnya luar kepalanya. Ini karena Hidayat selalu berprinsip bagaimanapun amanah yang didapat, akan dia kerjakan dengan maksimal.
Dosen Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak pernah bercita-cita jadi politisi. Namun setelah memasuki kegiatan politik praktis namanya melejit, bahkan dalam berbagai poling sebelum Pemilu 2004 namanya berada di peringkat atas sebagai salah seorang calon Presiden atau Wakil Presiden. Namun dia mampu menahan diri, tidak bersedia dicalonkan dalam perebutan kursi presiden kendati PKS dengan perolehan suara 7 persen lebih dalam Pemilu Legislatif berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden. Dia menyatakan akan bersedia dicalonkan jika PKS memperoleh 20 persen suara Pemilu Legislatif.
Pada Pemilu Presiden putaran pertama PKS mendukung Capres-Cawapres Amien Rais-Siswono. Lalu karena Amien-Siswono tidak lolos ke putaran kedua, PKS mendukung Capres-Cawapres Susilo BY dan Jusuf Kalla dalam Pilpres putaran kedua. Dukungan PKS ini sangat signifikan menentukan kemenangan pasangan ini.
Kemudian partai-partai pendukung SBY-Kalla plus PPP (keluar dari Koalisi Kebangsaan) yang bergabung di legislatif dengan sebutan populer Koalisi Kerakyatan mencalonkannya menjadi Ketua MPR. Hidayat Nur Wahid sebagai Calon Paket B (Koalisi Kerakyatan) ini terpilih menjadi Ketua MPR RI 2004-2009 dengan meraih 326 suara, unggul dua suara dari Sucipto Calon Paket A (Koalisi Kebangsaan) yang meraih 324 suara, dan 3 suara abstain serta 10 suara tidak sah. Pemilihan berlangsung demokratis dalam Sidang Paripurna V MPR di Gedung MPR, Senayan, Jakarta 6 Oktober 2004. Setelah terpilih menjadi Ketua MPR, dia pun mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum DPP PKS, 11 Oktober 2004. Majelis Surya DPP PKS memilih Tifatul Sembiring menggantikannya sampai akhir periode (2001-2005).
Saat ini Hidayat Nur Wahid diusung oleh PKS untuk maju dalam Pilgub DKI Jakarta bersama dengan Prof. Didik J Rachbini sebagai Wakilnya.

Prof. Didik J Rachbini
Didik Junaidi Rachbini adalah bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta, mendampingi Hidayat Nurwahid yang diusung PKS sebagai calon gubernur DKI 2012. Kelahiran Pamekasan, Madura, 2 September 1960 ini digandeng PKS sebagai profesional, meski Didiek adalah politikus Partai Amanat Nasional (PAN). Saat ini dia menjabat sebagai anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN.
Didik bernama kecil Ahmad Junaidi, dengan panggilan Didik. Kemudian dalam ijazah SD, gurunya menulis nama Didik Junaidi Rachbini. Tidak tertulis nama Ahmad, diganti dengan panggilan Didik dan di belakang ditambah nama ayahnya, Rachbini.
Dia menikmati masa kecil dan remajanya di Pemekasan, Madura dan Jember. Selain aktif bermain, dia juga cerdas dan rajin belajar. Sehingga dia selalu juara kelas. Ketika di SMP-SMA dia senang matematika. Dia pun bercita-cita jadi insinyur teknik sipil atau pertambangan. Namun, akhirnya dia tidak memilih jurusan teknik sipil dan  pertambangan itu ketika masuk perguruan tinggi. Dia malah kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus S1 tahun 1983.
Didik kemudian melanjutkan program Studi Pembangunan, di Central Luzon State University, Filipina, pada 1988. Dia melanjutkan program S3-nya di Universitas yang sama dan lulus pada 1991.
Karirnya di kancah politik dimulai setelah Didik menjabat sebagai anggota Majelis Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Berkat aktivitasnya di ICMI, Didik diangkat menjadi Anggota MPR Utusan Golongan pada 1998. Mantan aktivis HMI ini bergabung dengan Partai Amanat Nasional mulai 1999 sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP), sebelum menjadi Ketua DPP Partai Amanat Nasional (2000-2005).
Pada Pemilu 2004, Didik terpilih menjadi anggota DPR mewakili daerah pemilihan Batu dan Malang, Jawa Timur dan kembali terpilih sebagai anggota legislatif pada pemilu 2009 dari daerah pemilihan Depok.
Sebelum terjun ke politik, Didik adalah akademisi. Dia tercatat sebagai Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Dosen IPB, dosen Universitas Nasional, pernah menjadi Pembantu Rektor I, Universitas Mercu Buana Jakarta, pendiri dan pengajar di Universitas Paramadina Mulya, dan dosen Program Magister Manajemen UI dan MPKP UI.
Selain mengajar di Universitas Indonesia, Prof. Rachbini mengajar di program Pasca Sarjana, Universitas Mercu Buana dan Departemen Ilmu Administrasi, FISIP UI (pasca sarjana).  Pengalamannya cukup banyak  dalam memimpin di lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan, seperti Direktur sekaligus pendiri INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) 1995-2000; Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana 1995-1997; Wakil Rektor Universitas Mercu Buana 1997-2004; anggota MPR RI 1998-1999; Tim Ahli MPR RI untuk Amandemen UUD 1945 bidang ekonomi 1999-2004; anggota KPPU 2000-2004; Anggota DPR RI 2004-2009; Wakil Ketua Yayasan Menara Bhakti (Universitas Mercu Buana) 2005-2010;  Ketua Komisi VI DPR RI 2005-2007 bidang Industri, Perdagangan, BUMN dan Penanaman Modal, Wakil Ketua Komisi X DPR RI bidang Pendidikan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga; Ketua Umum Yayasan Paramadina (Universitas) 2005-sekarang; Ketua Majelis Wali Amanat IPB 2007-sekarang; Dewan Penyantun Universitas Pancasila 2008-sekarang; Ketua LP3E (Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi) KADIN 2011-sekarang.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli

May 01, 2012 2

Dr. Ing. H. Fauzi Bowo
Dr. Ing. H. Fauzi Bowo lahir di Jakarta, 10 April 1948, umur 64 tahun. Ia adalah Gubernur DKI Jakarta Periode 2007-2012. Setelah lulus SMA, Fauzi pernah kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/1967.  Kemudian pada usia 19 tahun, Fauzi kuliah di Technische Universitat Braunschweig, Jerman. Saat lulus sarjana muda, Fauzi belajar ilmu politik di Berlin, lalu belajar sosiologi di Zurich. Setelah itu ia kembali melanjutkan kuliah arsitekturnya dan mendapat gelar master untuk Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Universitat Braunschweig tahun 1976. Setelah mendapat gelar Master tersebut Fauzi Bowo kembali ke Indonesia, dan mulai berkarier di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1978.
Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi saat kampanye dan terbukti mampu mendulang suara sekaligus memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang sempat menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Sutiyoso pada periode 2002-2007 akhirnya terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 bersama dengan pasangannya Prijanto dengan 57,87 persen suara.
Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilkada, pria yang memiliki kegemaran mengoleksi motor gede ini berjanji akan membawa Jakarta ke arah yang lebih baik. Bahkan ia berjanji tidak akan melakukan diskriminasi dalam pelayanan publik kepada seluruh warga ibu kota. Semua warga ibu kota berhak atas semua pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, apabila terjadi perlakukan istimewa kepada salah satu golongan saja, maka sistem pemerintahan ke depan tidak akan berjalan dengan baik.
Fauzi Bowo juga berjanji akan merampingkan struktur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selama lima tahun ke depan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem pemerintah daerah yang mandiri dan profesional. Hal tersebut tidak lain adalah amanat yang terkandung dalam PP 41/2007 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah disarankan untuk melakukan perampingan struktur di pemerintah daerah.
Tahun ini, Foke berniat maju kembali sebagai orang nomor 1 di DKI bersama Nachrowi Ramli sebagai Cawagubnya yang diusung oleh Partai Demokrat.
Visinya jika terpilih sebagai menjadi Gubernur Jakarta: ”Menata Jakarta”, yang lahir dari refleksi terhadap berbagai persoalan Jakarta yang harus ditata ulang.  Program utama yang akan dia lakukan adalah menata kembali kota Jakarta di seluruh aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, keamanan dan kebebasan berpendapat berserikat, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan lingkungan.
Politik: penataan pada penumbuhan sikap dan tatanan yang mendukung berjalannya sistem demokrasi. Sikap tersebut adalah penghargaan terhadap kebebasan dan saling menghargai. Pemerintah bertugas untuk memastikan terciptanya tata kelola pemerintahan yang aspiratif sesuai prosedur demokrasi.
Ekonomi: mengatasi kesenjangan dengan meningkatkan kesejahteraan, terutama di kalangan bawah, dengan melakukan penataan sarana, pra sarana, dan relasi pasar.
Budaya: melakukan penataan etos kerja yang tinggi yang akan bersinegri dengan penataan ekonomi, dan merawat keragaman budaya dan mengantisipasi ekses negatif budaya global.
Penataan bidang agama yang diarahan pada upaya merawat kerukunan antar umat beragam dan perlindungan terhadpa minoritas (sangat vital dalam menjaga keharmonisan sosial).

Mayor Jenderal (Purn) Nachrowi Ramli
Mayor Jenderal (Purn) Nachrowi Ramli adalah salah satu bakal calon gubernur DKI Jakarta. Haji Nachrowi Ramli atau akrab kita panggil “Bang Nara” lahir dan besar di Jakarta, tepatnya di Gang Masjid Jalan Kramat Sentiong, pada 12 Juli 1951, umur 61 tahun.
Nara, merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1973, teman satu angkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun setelah lulus dari Akmil, sebagian besar kariernya dihabiskan di dunia militer dan intelijen. Puncaknya, dia menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara pada 2002 hingga 2008.
Beliau adalah satu dari sedikit putra Betawi yang berhasil menjadi Jenderal TNI AD dan perwira teknik elektro. Di Akademi Militer (Akmil), Nara teman satu angkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan lulus tahun 1973. Setelah itu, Nara berkarier di dunia intelijen sejak tahun 1974 hingga menjadi Kepala Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia tahun 2002 – 2008.
Komitmen Nara terhadap perkembangan masyarakat dan budaya Betawi ditunjukkan dengan kegemarannya mendalami silat Betawi serta kiprahnya sebagai Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) dan Ketua Dewan Penasehat Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi).
Selesai mengabdi di militer dan Lembaga Sandi Negara, Nara kemudian berkiprah di dunia politik sebagai Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta. Terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah pada bulan November 2010. Nara berhasil melakukan konsolidasi dan menegakkan disiplin bagi para kader partai. Partai Demokrat adalah partai pemenang Pemilihan Umum 2009. Di DKI Jakarta, Partai Demokrat mendapatkan 32 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta
Kesuksesan dalam memimpin berbagai organisasi inilah yang membuat pria kelahiran 12 Juli 1951 ini memutuskan untuk maju sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, kunci kepemimpinannya adalah ‘TARIF’ yakni Transparan, Akuntabel, Rensponsif, Inovatif, dan Fairness. Filosofi hidupnya ialah “bekerja dan beribadah untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat“

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Hendardji Soepandji-A Riza Patria

May 01, 2012 0

Mayor Jenderal (Purn) Hendardji Supandji
Mayjen TNI (Purn.) Drs.Hendardji Soepandji, S.H. lahir di Semarang pada 10 Februari 1952, umur 60 tahun, beliau merupakan bakal calon gubernur DKI Jakarta dari jalur perseorangan seperti pasangan Faisal-Biem. Lulusan AKABRI 1974 ini akan berpasangan dengan Ahmad Riza Patria, putra Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan.Seperti halnya Nachrowi dan Nono Sampono, hampir seluruh karir Hendardji  dihabiskan di dunia militer.
Jabatan penting yang pernah dijabat adik kandung mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji ini antara lain Komandan Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat periode 2006-2007 dan Asisten Pengamanan (Aspam) Kasad periode 2008-2010.
Jabatan lain di luar militer adalah Ketua Federasi Olahraga Karateka-do Indonesia (Forki), Presiden Karate Asia Tenggara (SEAKF), Komisaris Independen PT Cahaya Kalbar, Tbk (Wilmar International Grup), dan Direktur Utama Pusat Pengelola Kompleks Kemayoran.
Ia dikenal sebagai tentara yang lurus dan jujur. Pengabdian yang berdedikasi telah dibuktikan lulusan AKABRI 1974 ini, hingga dipercaya menjadi Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) di tahun 2006 juga Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat pada 2008.
Hendardji yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PPKK (Pusat Pengelola Komplek Kemayoran) selama lebih dari setahun, membuat konsep akan menjadikan Kemayoran sebagai kawasan Green International Business District (GIBD) seluas 454 Ha, dengan RTH 40% dan akan membangun gedung Grand Kemayoran yang mampu menampung 25.000 penonton untuk berbagai event, baik olahraga, kesenian & budaya, maupun acara-acara lainnya. Kemayoran juga akan dikembangkan sebagai Cyber City. Semasa kepemimpinannya, PPKK mengalami kenaikan pemasukan 676% yaitu dari Rp 128 milyar menjadi Rp 1 triliun.
Sebagai Ketua Umum PB FORKI (Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia, Hendardji juga dipercaya oleh WKF (World Karate Federation/ Federasi Karate Dunia) untuk menyelenggarakan WKF Premier League tiap tahun, mulai Juni 2012 yang dihadiri 80 Negara dari 186 Negara Anggota WKF di Seluruh Dunia. Event ini juga merupakan event bergengsi karena hanya 10 Negara yang diberi kesempetan untuk menggelar event tersebut, antara lain: Prancis, Itali, Jerman, Turki, Austria, Spanyol, Cina dan Indonesia.
Hendardji Soepandji juga menerima penghargaan Anugerah Olah Raga Indonesia (AORI) 2011 sebagai Pembina Terbaik. Penghargaan itu diterima Hendardji selaku Ketua Umum PB Forki yang telah sukses membawa karateka Indonesia memperoleh 10 emas pada ajang Seagames tahun lalu. Seperti diketahui jumlah medali itu melampaui target yang dipatok KONI Pusat yaitu 5 emas dan dan Pengurus Besar Federasi Karate-do Indonesia (PB Forki) sebanyak 7 emas.
Tujuan Hendardji maju sebagai bakal calon gubernur DKI, antara lain berharap bisa membawa tiga nilai olahraga ke dalam Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu kesempurnaan, persahabatan, dan saling menghargai.

A Riza Patria
Ir A Riza Patria, MBA, lahir di Banjarmasin, 17 Desember 1969, umur 43 tahun. Ia sangat aktif di berbagai organisasi. Di KNPI, Ariza pernah tercatat sebagai Ketua DPP KNPI 2002 – 2005 dan periode 1999 – 2002. Ia juga pernah menjabat Ketua DPD KNPI Provinsi DKI Jakarta, 2002 – 2005. Pada Kongres KNPI 2008 di Bali, Ariza bertarung melawan Aziz Syamsudin (Anggota Komisi III DPR RI) dalam memperebutkan posisi Ketua Umum DPP KNPI. Sebelumnya, pada Kongres KNPI di Bekasi 2002, Ariza juga sempat bertarung pada putaran kedua, melawan Idrus Marham yang kini menjabat sebagai Sekjend Golkar.
Selain KNPI, pria yang menamatkan S1 nya di ISTN ini, banyak berkecimpung di organisasi lain. Sampai saat ini, Ariza masih tercatat sebagai Ketua Umum DPN Garda Muda Merah Putih (GMMP), dan Komandan Nasional Menwa Indonesia. Pria supel ini juga pernah tercatat sebagai pengurus DPP GEMA MKGR, Wasekjend KAHMI DKI Jakarta, Wakil Kepala Humas PBSI, Director IRInYI for Young MDGs (International Relationship of Indonesian Youth Institute for Young Millenium Development Goals), Sekjend DPP Persatuan Anak Guru Indonesia (PAGI), Anggota Indonesian Council of World Affair (ICWA), dan berbagai organisasi lainnya. Bakatnya di organisasi memang terlihat sejak sekolah. Mantan anggota KPU DKI Jakarta ini pernah menjadi Ketua OSIS SMA Islam Al-AZHAR Jakarta, tempatnya sekolah dulu.
Di sela kesibukannya sebagai aktifis, putra Ketua MUI, Drs. H. Amidhan ini ternyata juga menggeluti dunia bisnis. Background keilmuannya sebagai insinyur di kembangkannya dalam dunia bisnis. Direktur Utama PT. Gala Ariatama tersebut, saat ini juga tercatat sebagai pengurus KADIN Indonesia dan sempat menjadi pengurus BPD HIPMI Jaya 2001 – 2003.
Pria yang menamatkan studi magister nya di ITB Bandung ini tercatat sebagai Deklarator Ormas Nasional Demokrat DKI Jakarta, dan kini aktif di Partai Gerakan Indonesia Raya, sebagai salah satu Ketua DPP dan anggota Badan Seleksi Organisasi Partai Gerindra. Saat ini Riza masih menjabat sebagai Ketua Umum DPN Garda Muda Merah Putih (GMMP), dan Komandan Nasional Menwa Indonesia.
Dia juga pernah tercatat sebagai pengurus DPP GEMA MKGR, Wasekjend KAHMI DKI Jakarta, Wakil Kepala Humas PBSI, Director IRInYI for Young MDGs (International Relationship of Indonesian Youth Institute for Young Millenium Development Goals), Sekjend DPP Persatuan Anak Guru Indonesia (PAGI), dan Anggota Indonesian Council of World Affair (ICWA).
Berbekal pengalaman organisasi itulah, Riza sempat menjabat sebagai anggota KPU DKI Jakarta. Pria yang menamatkan studi magister nya di ITB Bandung ini tercatat juga sebagai Deklarator Ormas Nasional Demokrat DKI Jakarta, dan kini aktif di Partai Gerakan Indonesia Raya, sebagai salah satu Ketua DPP dan anggota Badan Seleksi Organisasi Partai Gerindra.
Kini Riza Patria berniat maju sebagai bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta dari jalur perseorangan (independen) mendampingi Mayjen TNI (Purn) Hendardji Supandji.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id

Profil Alex Noerdin-Nono Sampono

May 01, 2012 1

Alex Noerdin
Alex Noerdin (lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 9 September 1950; umur 61 tahun) adalah Gubernur Sumatera Selatan sejak 7 November 2008. Sebelumnya ia menjabat Bupati Musi Banyuasin selama 2 periode berturut-turut (2001-2006 dan 2007-2012). Pada tanggal 14 Juni 2008, dalam periode kedua masa jabatannya, ia mengundurkan diri terkait dengan pencalonan dirinya sebagai Gubernur Sumatera Sumatera Selatan dalam Pilkada Sumatera Selatan periode 2008-2013.
Berdasarkan riwayat pendidikannya, pria peraih dua gelar sarjana (S1) yakni masing-masing dari Universitas Triksakti (1980) dan Universitas Atmajaya (1981) ini, tergolong sebagai sosok yang sukses dalam mengenyam pendidikan. Bahkan memiliki motivasi belajar yang tinggi meski harus menimba ilmu hingga ke luar negeri.
Alex Noerdin dikenal masyarakat luas sebagai pemimpin yang memiliki kesuksesan di berbagai bidang kehidupan. Kesuksesan yang diraih meliputi bidang pendidikan, organisasi, dan kepemerintahan. Kesuksesan ini tercermin dari rekam jejak kehidupannya selama ini.
Di bidang organisasi, sejak dulu hingga sekarang, sosok yang kini tengah menjabat Ketua Forum Komunikasi Daerah Penghasil Migas / FKDPM (2006-2009) ini terkenal sebagai figur yang sangat aktif dan sukses dalam memimpin berbagai jenis organisasi. Baik organisasi kepemudaan / kemasyarakatan, organisasi keolahragaan, maupun organisasi politik.
Sementara dalam organisasi politik, sebelum diamanahi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Propinsi Sumatera Selatan (2004-2009), Alex pernah menjadi Juru Kampanye dan Pengajar Karakterdes Golkar Kodya Palembang (1982) dan Wakil Sekretaris DPD Golkar Kodya Palembang (1988).
Bahkan, karena dinilai berhasil menjalankan amanah sebagai Bupati dalam memajukan dan mensejahterahkan masyarakat Musi Banyusin, melalui Pilkada Langsung tahun 2006, Beliau kembali terpilih sebagai Bupati untuk memimpin dan melanjutkan pembangunan di Kabupaten Musi Banyuasin untuk periode tahun 2007-2012. Pada tahun 2008 Ia mengikuti pemilihan gubernur Sumatra Selatan dan meraih kemenangan.
Bukti kongkrit keberhasilan kepemimpinan sebagai Kepala Daerah terlihat dari banyaknya penghargaan dan tanda jasa yang diterima dari pemerintah pusat, lembaga independen, dan masyarakat dalam sektor pemerintahan, organisasi, sosial dan budaya.

Nono Sampono
Letnan Jenderal (Marinir) Nono Sampono, S.Pi, M.Si lahir di Bangkalan, Madura 1 Maret 1953, umur 59 tahun. Mantan Danpaspampres di era Presiden Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri ini menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak semulus jalan tol. Pasti ada kerikil-kerikil cobaan yang datang silih berganti.
Dengan bijak dia menyikapi bahwa cobaan itu datang bukan hanya di kala merasakan kesulitan dan kesusahan semata, tetapi juga di saat bergelimang kesenangan. Dia pun menyadari kalau semua itu merupakan bagian dari skenario yang datang dari sang Khalik.
Sebagian besar kerirnya dihabiskan di dunia militer. Selain menjadi jenderal berbintang tiga, sejumlah jabatan penting pun pernah dijabat ayah dari Agustini Moerdiana, Taufik Bagus Moerdianto, dan Sheila Destaria Moerdianti ini. Di antaranya Komandan Korps Marinir, Komandan Paspampres, Gubernur Akademi Angkatan Laut, Inspektur Jenderal TNI AL dan Komandan Jenderal Akademi TNI.
Visi dan misi Nono maju sebagai calon wakil gubernur Jakarta adalah membangun Ibukota menjadi lebih baik: lebih maju, lebih tertib, lebih aman, dan damai. Untuk tujuan ini Nono fokus pada persoalan pokok Jakarta yakni macet banjir, penumpukan sampah, kemiskinan warga, keamanan, dan pertahanan Jakarta sebagai kota metropolitan, serta berbagai ancaman budaya asing.

Sumber : http://mediaakarrumput.org dan http://kammijakarta.or.id