Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Berita. Show all posts
Showing posts with label Berita. Show all posts

Sunday, December 16, 2012

5 Gubernur dan Wakil Gubernur di Indonesia yang Berpenghasilan Tertinggi Tahun 2012

December 16, 2012 0

Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis daftar lima gubernur dan wakil gubernur seluruh Indonesia, dengan penghasilan tertinggi tahun anggaran 2012.

Koordinator Riset Seknas Fitra Maulana, Minggu (16/12/2012) mengatakan, penghasilan tertinggi yang diperoleh mereka total dari akumulasi gaji pokok, tunjangan jabatan, dan sumber dari Kementerian Keuangan.

"Termasuk tunjangan operasional, yang ditetapkan merujuk klasifikasi Pendapatan Asli Daerah, serta insentif pajak dan retribusi yang dikelompokkan merujuk realisasi penerimaan pajak dan retribusi tahunan anggaran sebelumnya," ujar Maulana.

Komponen penghasilan kepala daerah dari gaji pokok diatur Pasal 4 PP No 59 Tahun 2000, tunjangan jabatan diatur pasal 1 ayat (2) Keppres No 68 Tahun 2001, tunjangan operasional diatur pasal 9 ayat (1) dan (2) PP No 109 Tahun 2000, serta insentif pajak dan retribusi diatur pasal 7 PP No 69 Tahun 2010.

Menurutnya, Provinsi DKI Jakarta tertinggi untuk total penghasilan gubernur dan wakil gubernur, namun tidak dimasukkan, karena tata kelola Pemprov DKI beda dengan provinsi lain, yang menggabungkan provinsi dan kotamadya.

Sehingga, dari pengelolaan anggaran di wilayah tingkat I dan tingkat II di DKI menyatu, tidak dipisah. Sementara provinsi lain, APBD provinsi, APB kabupaten dan APBD kota berdiri sendiri-sendiri. Inilah alasan kenapa DKI tidak masuk dalam catatan Seknas Fitra.

Maulana memberikan gambaran, angka penghasilan Gubernur DKI sebulan Rp 1,2 miliar, per tahun Rp 15,1 miliar, Wagub DKI per bulan tidak berbeda jauh di angka Rp 1,2 miliar dan berbeda dalam juta, dan per tahun Rp 14,8 miliar.

Berikut daftar lima gubernur dan wakil gubernur dengan penghasilan tertinggi tahun anggaran 2012 :
  1. Gubernur Jawa Timur per bulan Rp 642.360.003, per tahun Rp 7.708.320.036. Wagub Jawa Timur per bulan Rp 627.240.003, dan per tahun Rp 7.526.880.036.
  2. Gubernur Jawa Barat per bulan Rp 603.422.043, per tahun Rp 7.241.064.521, Wagub Jawa Barat per bulan Rp 584.942.043, per tahun 7.019.304.521.
  3. Gubernur Jawa Tengah per bulan Rp 438.097.208, per tahun Rp 5.257.166.498, Wagub Jawa Tengah per bulan Rp 422.977.208, per tahun Rp 5.075.726.498.
  4. Gubernur Kalimantan Timur per bulan Rp 344.087.750, per tahun Rp 4.129.053.000, Wagub Kalimantan Timur per bulan Rp 328.967.750, per tahun Rp 3.947.613.000.
  5. Gubernur Sumatera Utara per bulan Rp 327.251.701, per tahun Rp 3.927.020.411, Wagub Sumatera Utara per bulan Rp 312.131.701, per tahun Rp 3.745.580.411.


Friday, December 14, 2012

KPU-DPR Bahas Kemungkinan Penggunaan E-Voting Dalam Pemilu

December 14, 2012 0

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR RI membahas kemungkinan penggunaan electronic voting (e-voting) dalam penyelenggaraan Pemilu (dan Pemilukada). Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteri Dalam Negeri, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik India, Selasa (24/5) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Komisi II DPR RI hari itu menggelar RDP dalam rangka menyampaikan laporan kunjungan kerja (kunker) ke Republik India dan Republik Rakyat China (RRC) pada awal Mei lalu. Dalam kunker tersebut, dilibatkan juga  perwakilan dari beberapa lembaga negara/pemerintahan, termasuk KPU. Salah satu hal penting yang mengemuka dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II, Chairuman Harahap (Fraksi Golkar) tersebut adalah penggunaan e-voting dalam penyelenggaraan Pemilu.

E-Voting merupakan metode pemungutan suara menggunakan teknologi informasi dengan sejumlah syarat. Negara yang dianggap paling sukses menerapkan e-voting adalah India. Dengan jumlah pemilih sebesar 700 juta jiwa, dan sistem distrik, India berhasil menyelenggarakan Pemilu (dengan e-voting) dengan baik. “Di India, KPU-nya luar biasa dipercaya oleh rakyatnya. Padahal, komisioner KPU-nya hanya tiga orang, tetapi mereka memiliki power yang sangat besar dalam memutuskan masalah-masalah kepemiluan,” tutur Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Basuki Tjahaya Purnama.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU, Prof. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA, mengatakan, penggunaan e-voting dalam Pemilu di Indonesia masih memerlukan kajian yang lebih mendalam lagi. “Penggunaan e-voting memerlukan studi kelayakan, termasuk aspek teknis, aspek ekonomis, sosialisasi, dan tenaga user-nya,”  tandasnya.

Secara teoritis, e-voting memberikan banyak kemudahan, baik dalam pemberian suara maupun dalam penghitungan hasil perolehan suara. Secara ekonomis, dari pengalaman Pemilukada di Jembrana lalu, biaya yang diperlukan untuk satu alat e-voting mencapai sebesar 20 juta. ”Itu artinya, kalau jumlah DPS (Daftar Pemilih Sementara-red) Pemilu di Indonesia sebanyak 500 ribu jiwa, dengan Pemilu serentak, biaya yang dibutuhkan sebesar 5 Trilyun.  Itu untuk alatnya saja. Padahal, di India, satu alatnya murah, hanya sekitar 2 juta-an. Inilah yang sedang dikaji oleh pihak BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” ungkap Hafiz.

“Karena telah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU sangat concern terhadap penggunaan e-voting ini. KPU juga telah membentuk tim khusus yang terdiri dari Anggota KPU Prof. Syamsulbahri, Saut H. Sirait, dan Endang Sulastri. Rencanya (e-voting) ini akan diterapkan secara bertahap, mulai dari Pemilukada, seperti pada (Pemilukada) DKI Jakarta atau daerah lain, tergantung pada regulasinya nanti,” sambung Hafiz.

"Di samping e-voting, ada wacana untuk menerapkan e-counting terlebih dahulu, seperti di Taiwan, Jepang dan Filipina. Menurut informasi, BPPT telah berhasil menciptakan mesin penghitung suara elektronik yang dijamin keakuratannya, sehingga azas jujur dan adil tetap terjaga," urai Hafiz.

Terkait hubungan kerja sama antara KPU RI dengan KPU India atau Election Commission of India (ECI), Ketua KPU mengatakan, selama ini telah terjalin dengan sangat baik. Hal itu terlihat dari diundangnya KPU RI dalam acara peringatan hari Ulang Tahun ke-60 ECI atau Diamond Jubilee pada 24-25 Januari 2011 lalu, berbarengan dengan International Conference on Best Electoral Practices di New Delhi, India. Konferensi itu sendiri dihadiri sekitar 130 orang peserta yang berasal dari 30 (tiga puluh) negara. “KPU RI dengan ECI juga sedang merancang jalinan kerja sama bidang kepemiluan yang akan dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU),” ungkap Hafiz Anshary.

Selain e-voting, issu lain yang dibahas dalam rapat tersebut diantaranya mengenai legislasi dan pengawasan atas kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan perbatasan, reformasi birokrasi dan penanganan pelayanan publik, dan pengelolaan sistem informasi administrasi kependudukan, termasuk penerapan E-KTP dan Single Identity Number (SID). (sumber)

Biaya E-Voting 1/20 Biaya Pilkada Konvensional

December 14, 2012 0

Berkaca dari berbagai proses pemilihan langsung, pemilihan dengan sistem e-voting cenderung lebih hemat dibandingkan dengan Pemilu yang konvensional. Kendati demikian, e-voting juga diyakini tidak akan mengurangi arti demokrasi itu sendiri.

Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Zudan Arif Fakrulloh, Kabag Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Biro Hukum Depdagri yang tampil sebagai pembicara dalam Seminar Kajian Teknis Dan Legalitas Tata Cara Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Dengan Menggunakan Sistem Teknologi Informasi (E-Voting), di Aula Jimbarwana, Kantor Bupati Jembrana, Kamis (22/10).

Menurut Zudan biaya Pemilu dengan e-voting hanya 1/20 saja dari Pemilu konvensional sehingga dirinya mendorong penuh agar Jembrana mampu menjadi pilot project untuk melaksanakan e-voting dalam Pilkada.

“Kalau contohnya sudah banyak, perubahan UU tinggal menunggu waktu saja,” tandasnya. Sementara, Dr. Andi M Asrun, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia membeberkan hitung-hitungan KPU Pusat, kalau Pemilu masih konvensional akan dibutuhkan dana 18-27 triliun sedangkan kalau dengan e-voting KPU hanya butuh 2 triliun.

Sementara Bupati Jembrana, I Gede Winasa yang juga tampil sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan jika saja Pilkada Jembrana tahun 2010 bisa menggunakan e-voting, pihaknya hanya memerlukan biaya tidak lebih dari Rp. 4 miliar saja.

Menurutnya, biaya tersebut didapatnya dari hitung-hitungan kalau di Jembrana hanya diperlukan 254 TPS dengan asumsi 1 TPS mampu menampung 800 orang.

“Kalau untuk Pilkada, hitung-hitungan saya akan membutuhkan waktu rata-rata tujuh jam saja dengan biaya satu TPS hanya 15 jutaan. Saya prediksi Pilkada di Jembrana hanya membutuhkan 254 TPS sehingga total biaya hanya mencapai sekitar empat miliar sudah termasuk pembelian perangkat. Namun kalau untuk operasional saja hanya perlu 500 juta,” terangnya.

Sedangkan berdasarkan pengalamannya menggelar e-voting dalam pemilihan kepala dusun, Winasa membeberkan kalau angka golput rata-rata hanya mencapai 10 persen. “Tidak masalah dengan penduduk yang sudah tua. Karena dari pengalaman mereka mengaku kalau e-voting ini jauh lebih mudah dibandingkan dengan sistem manual dalam Pileg lalu,” pungkasnya. (sumber)

Wednesday, December 12, 2012

12-12-12, Kabupaten Bangkalan Melangsungkan Pilkada

December 12, 2012 2

Masyarakat Bangkalan, Madura, akan memilih bupati dan wakil bupati baru pada hari ini tanggal 12 Desember 2012. KPUD setempat tetap akan menggelar coblosan sesuai dengan jadwal dan tahapan yang telah disusun.

Aksi pendudukan maupun ancaman penggagalan pilkada yang dilakukan pendukung pasangan nomor urut satu, KH Imam Buchori-Rh Zainal Alim (Imam-Zain), tidak akan mempengaruhi tahapan pilkada.

“Tetap sesuai jadwal, 12 Desember 2012,” kata Komisioner KPUD Bangkalan Abdusomad kepada wartawan, Minggu (9/12/2012).

Daftar Pemilih Tetap (DPT), kata Abdusomad, adalah 880.928. KPUD juga sudah menyiapkan 1.854 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 18 kecamatan.

Sedangkan untuk mengantisipasi surat suara yang terlanjur di cetak dengan gambar tiga pasangan calon, Abdusomad, menjelaskan nantinya gambar pasangan calon nomor urut satu akan ditutup dengan stiker yang isi tulisannya menjelaskan pasangan tersebut telah digugurkan karena adanya putusan PTUN.

Sebelumnya, memang KPUD mencoret pasangan Imam-Zain sesuai hasil putusan PTUN Surabaya pada Rabu (5/12/2012), yang menilai pengurus PPN yang mengusung Imam-Zain dinyatakan cacat hukum, dikarenakan pengangkatannya melanggar AD ART partai. Pencoretan itu berimbas aksi massa pendukung Imam-Zain yang merasa didzolimi.

“Penempelan stiker di surat suara itu saat di TPS. Setiap surat suara yang akan diserahkan ke pemilih ditempel dulu,” kata Abdusomad yang mengaku persiapan teknis stikerisasi sudah rampung.

“Semua sudah siap, termasuk stikernya,” kata dia yang menjamin langkah KPUD tersebut sesuai dengan hukum atau perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya diberitakan, pendukung Imam-Zain akan melumpuhkan Bangkalan apabila calonnya tidak diikutsertakan dalam pilkada. Mereka juga mengancam akan menggagalkan jalannya pilkada.

KPU sebelum ada putusan PTUN telah menetapkan tiga pasang calon. Nomor urut 1 adalah KH Imam Buchori-Rh Zainal Alim (Imam-Zain), nomor urut 2 pasangan Nizar Zahro-HR Zulkifli (Nikmat), dan nomor urut tiga yakni anak dari Bupati Bangkalan Fuad Amin, Makmun Ibnu Fuad-Mondir A Rofii.

Monday, November 19, 2012

Fitra: BP Migas Bubar, Negara Hemat Rp 368 Miliar

November 19, 2012 2

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, pembubaran BP Migas sebagai langkah tepat. Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan, pembubaran BP Migas akan berdampak pada penghematan anggaran negara hingga ratusan miliar rupiah.

"Syukurlah BPH Migas dibubarkan. Hal ini berarti negara pada tahun 2013 bisa menghemat alokasi anggaran sebesar Rp 368.820.000.000," ujar Uchok, Selasa (13/11/2012).

Menurutnya, selama ini, anggaran BP Migasi digunakan untuk belanja pegawai sebesar Rp 37.000.800.000, belanja barang sebesar Rp 316.451.888.000, dan belanja modal Rp 15.367.312.000.

Putusan MK
Seperti diberitakan, pada Selasa kemarin, MK menyatakan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD saat membacakan putusan uji materi UU Migas di Jakarta, Selasa (13/11/2012).

MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.

MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.



BP Migas Resmi Dibubarkan, Ini Alasannya!

November 19, 2012 0

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membubarkan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Saat ini, pemerintah telah membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas di bawah Kementerian ESDM untuk mengganti lembaga tersebut. Namun, apa sebab BP Migas dibubarkan?

Pengamat perminyakan Kurtubi menjelaskan, langkah pembubaran BP Migas oleh MK ini dinilai sangat tepat. Sebab, BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. "Pertentangan dengan konstitusi itu disebabkan oleh tata kelola BP Migas tidak bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Itu tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33," kata Kurtubi kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (14/11/2012).

Menurut Kurtubi, Pasal 33 UUD 1945 ini sudah jelas mengatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sementara dalam UU BP Migas, semua keinginan dari Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat terpenuhi. Terlebih lagi, BP Migas dinilai lebih memihak ke asing. "Contohnya saja, hasil gas dari LNG Tangguh yang justru tidak dialokasikan ke dalam negeri. BP Migas malah menjual gas tersebut secara murah ke China," tambahnya.

Dengan dijualnya gas dari LNG Tangguh ke China, PLN pun berteriak-teriak karena tidak mendapat pasokan gas dari BP Migas. Alhasil, PLN terpaksa memakai bahan bakar minyak (BBM) sebagai pembangkit listrik. Itu yang menyebabkan PLN diduga melakukan inefisiensi sebesar Rp 37,6 triliun.

Sekadar catatan, MK melakukan pembubaran BP Migas karena ketidaksesuaian dengan undang-undang yang berlaku. MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 Ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Majelis Hakim MK Mahfud MD.

MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pengujian UU Migas ini diajukan 30 tokoh dan 12 ormas, di antaranya PP Muhammadiyah yang diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (Sojupek) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.

Selain itu, ada pula Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.


Monday, November 5, 2012

Kaltim Patut Menjadi Contoh Reformasi Birokrasi Pemda

November 05, 2012 1

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar memuji Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang sangat serius melakukan reformasi birokrasi, dan telah memberikan dampak positif terhadap terwujudnya pemerintahan yang bersih, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Hal itu dikemukakannya saat memberi arahan pada Launching dan Workshop Reformasi Birokrasi dan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Online Tingkat Pemerintah Daerah di Balikpapan, Senin (24/9). “Saya kira Kaltim patut menjadi contoh. " ujar Azwar Abubakar Dalam tiga tahun berturut-turut (2009-2011), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) Pemprov Kaltim mendapat nilai tinggi, dan tahun 2011 mendapat nilai B. Tahun ini, Kaltim juga mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK RI, dari sebelumnya disclaimer , dan tengah berupaya keras memburu opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Bukti lain keseriusan Kaltim melakukan reformasi birokrasi adalah terkait pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa yang kini sudah dilakukan melalui LPSE (layanan pengadaan secara elektronik). Hingga pertengahan September ini, Kaltim berada di urutan ketiga provinsi tertinggi dalam pagu lelang melalui LPSE, yakni Rp3,7 triliun. Urutan pertama ditempati DKI Jakarta yang mencapai Rp10 triliun dan Jawa Barat Rp3,8 triliun. Transparansi seperti ini sekaligus menjawab tuntutan masyarakat tentang keterbukaan. Kaltim sudah melakukan transparansi itu dengan sangat baik.

Menteri menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaan reformasi birokrasi cukup gencar, baik di kementerian/lembaga pusat maupun di daerah. Sayangnya, belum semua kementerian/lembaga dan daerah mau secara serius melakukan reformasi birokrasi tersebut.

Namun dengan penerapan PMPRB online, diharapkan semua kementerian, lembaga serta pemerintah daerah berlomba-lomba melaksanakan reformasi birokrasi. Dengan demikian, bukan lagi disuruh-suruh, tetapi yang tidak melaksanakan akan malu denngan sendirinya.

Acara tersebut juga dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek, Wakil Gubernur Farid Wadjdy, Pangdam VI Mulawarman Mayjen Subekti, Wakapolda Kaltim Rusli Nasution dan Walikota Balikpapan Rizal Efendi.

Menteri yang didampingi Deputi Kementerian PAN-RB Bidang Program dan Reformasi Birokrasi Ismail Mohammad menambahkan, dengan PMPRB online , para pimpinan daerah dapat mengetahui secara langsung nilai-nilai yang dikumpulkan sehingga langkah perbaikan dan pembenahan terkait IPK, Opini BPK, integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, indeks efektivitas pemerintahan dan instansi pemerintah yang akuntabel.

Selain itu, perkembangan reformasi birokrasi di daerah juga bisa diakses melalui internet kapan pun dan di mana pun. Langkah ini diharapkan dapat membantu percepatan proses reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pemda untuk tahun ini ditetapkan 33 provinsi, 33 pemerintah kabupaten dan 33 pemerintah kota ibukota provinsi. Namun pemkab dan pemkot yang non pilot project juga dapat melaksanakan reformasi birokrasi melalui PMPRB online.


sumber : www.menpan.go.id

Pemotongan Tunjangan : Upaya Reformasi Birokrasi

November 05, 2012 0

Kementerian Keuangan sebagai pelopor Reformasi Birokrasi telah banyak melakukan perubahan di setiap aspek kerjanya. Salah satunya adalah penerapan pemotongan tunjangan secara progresif yang berlaku bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.      

Hal ini dilakukan demi tercapainya penegakan disiplin, pendorong profesionalitas, dan peningkatan kinerja pegawai. Pemberian dan Pemotongan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN)di lingkungan Kementerian Keuangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin dalam Kaitannya dengan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.   

Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada pegawai yang tidak masuk bekerja, terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, mendapat peringatan tertulis, dijatuhi hukuman disiplin, dan dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan negeri. Besaran pemotongan tersebut dimulai dari 0,5% hingga 100%bergantung pada berat-ringannya perbuatan indisipliner yang dilakukan pegawai.    

Dalam penerapan disiplin, setiap pegawai Kementerian Keuangan diharuskan melakukan absen sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu sebelum masuk jam kerja dan setelah jam pulang kerja. Bagi pegawai yang terlambat datang (TL) ataupun pulang sebelum waktunya (PSW) akan dikenakan sanksi pemotongan TKPKN. Bagi pegawai yang terlambat atau pulang sebelum waktunya mulai dari 1-31 menit akan dikenakan pemotongan tunjangan sebesar 0,5%. TL atau PSW selama 31-61 menit akan dipotong sebesar 1%. Untuk pegawai yang TL atau PSW selama 61-91 menit dikenakan 1,25% dan lebih dari 91 menit dikenakan sebesar 2,5%.     Jumlah menit terlambat dan pulang sebelum waktunya akan diakumulasikan di akhir tahun dengan perhitungan satu hari kerja sama dengan 7 ½ jam. Jika jumlah akumulasi menit tersebut sebanding dengan tidak masuk bekerja selama empat hari, maka pegawai tersebut akan diberi peringatan tertulis dan dipotong tunjangannya sebesar 10% pada bulan berikutnya setelah diterbitkannya Peringatan Tertulis.     

Apabila setelah diberi peringatan tertulis, pegawai tersebut masih melakukan hal yang sama hingga memenuhi akumulasi lima hari tidak bekerja, maka pegawai tersebut akan dikenakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil.   Peraturan ini mulai berlaku sejak 1 Maret 2011. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, PMK Nomor 86/PMK.01/2010 tentangPemberian dan Pemotongan TKPKN kepada Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan dan PMK Nomor 87/PMK.01/2010 tentang Pemberian Peringatan Tertulis Kepada Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Link peraturan terkait : http://www.depkeu.go.id/ind/Data/Regulation/PMK_41.pdf

Sunday, October 14, 2012

LSN : Hanya 3 Partai Islam Bertahan di 2014

October 14, 2012 1

Lembaga Survei Nasional (LSN) mencatat bahwa dalam beberapa Pemilu sejumlah partai politik mengalami kemerosotan dukungan suara. Bahkan partai politik yang berbasis dukungan massa Islam pun juga mengalami kemerosotan yang signifikan.

Direktur Eksekutif LSN, Umar S. Bakry mengatakan, masa kejayaan partai politik berbasis dukungan massa Islam dialami pada Pemilu 1999. Hal ini terbukti dengan melejitnya PKS yang kala itu bernama Partai Keadilan dengan perolehan suara sebesar 36,2%.

"Pada Pemilu 2004 tingkat dukungan terhadap partai-partai tersebut mengalami kenaikan menjadi 38,39%," ujar Umar dalam keterangan persnya di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Selasa (26/6/2012).

Dia mengatakan, pada pemilu berikutnya yakni 2009, dukungan terhadap menurun dengan total presentasi sebesar 29,14%. Dengan fakta tersebut, LSN memprediksikan jika pada pemilu 2014 mendatang, dukungan terhadap partai berbasis massa Islam akan kembali menurun hingga 15,7%.

Lebih lanjut, Umar menambahkan, saat ini berdasarkan hasil survei LSN, beberapa partai politik berbasis massa Islam tidak menunjukkan angka yang signifikan. Seperti, PKS sebesar, 5,1 persen, PAN (3,8 persen), PPP (3,5 persen), dan PKB (3,3 persen).

Dengan angka itu bukan tidak mungkin nantinya pada Pemilu 2014 hanya akan ada tiga partai berbasis Islam yang akan bertahan. "Ya seperti PKS, PAN, PPP atau PPP digantikan oleh PKB," jelasnya

LSI : Partai Islam Terlempar Dari 5 Besar

October 14, 2012 0

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network merilis hasil survei mengenai partai politik Islam di kantornya, Jalan Pemuda 70, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (14/10/2012).

Hasilnya, hampir semua partai Islam mengalami penurunan yang sangat drastis. Bahkan, dari hasil survei juga terungkap parpol Islam tidak masuk dalam lima besar jika pemilu diselenggarakan hari ini.

“Partai Islam merosot dibawah 5%, tidak ada satupun parpol Islam yang memperoleh 5%. Partai Islam adalah yang berbasis agama, dan atau basis utamanya adalah Islam,” jelas peneliti LSI, Adjie Al Faraby.

Menurut dia, dari survei yang dilaksanakan 1-8 Oktober 2012, dari 1.200 responden yang disurvei menempatkan lima partai nasionalis sebagai pemenang jika pemilu digelar hari ini. Kelima partai nasionalis tersebut adalah Partai Golkar sebesar 21,0%, PDIP 17,2%, Partai Demokrat 14,0%, Partai Gerindra 5,2% dan Partai NasDem sebesar 5,0%.

“Lima besar parpol berbasis nasional atau kebangsaan adalah partai yang berasaskan Pancasila atau basisnya adalah nonagama,” tutur Adjie.

Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan turunnya partai Islam tersebut, pertama menyangkut keinginan masyarakat yang tidak menginginkan politik nasional beraroma agama. Penegasan ini didasarkan atas angka sebesar 67,8% pemilih Muslim yang lebih memilih partai nasionalis.

“Islam Yes, Partai Islam No, jargon ini sudah menjadi kenyataan. Bukan sekadar ide atau gagasan yang disampaikan Cak Nur (Nurcholish Madjid),” kata dia.

Kedua, menyangkut pendanaan partai nasionalis lebih kuat daripada pendanaan partai Islam. Tercatat 85,2% publik menilai partai Islam kurang memiliki banyak modal dibanging partai nasionalis. Ketiga, lanjut Adjie, yakni adanya aksi anarkhisme yang mengatasnamakan kelompok Islam. Tercatat 46,1% publik percaya merosotnya partai Islam karena anarkhisme oknum yang membawa label agama.

“Alasan keempat, karena partai nasionalis semakin mengakomodasi kepentingan dan agenda kelompok Islam. 57,8% publik percaya hal itu,” tambah Adjie.

Tuesday, October 9, 2012

Isi Pidato SBY Mengenai Kisru KPK vs POLRI

October 09, 2012 0

Sejak semalam (08/10/12) seluruh media online banyak memunculkan pemberitan yang positif terkait pidato presiden SBY dalam menanggapi polemik KPK vs POLRI. Dan sementara itu di sosial media seperti Twitter juga ikut diramaikan oleh twett yang berisi pujian yang setinggi-tingginya kepada presiden kita tersebut. Namun sangat disayangkan saya sendiri tidak sempat menyaksikan adegan yang “sangat jarang” tersebut. Tapi walaupun begitu akhirnya setelah melakukan penelusuran di google akhirnya saya menemukan isi pidato tersebut di situs www.ideceria.com. dan bagi teman-teman yang bernasib sama dengan saya jangan khawatir, karena saya melampirkan isi pidato pak Beye dibagian bawah. Dan berikut isi pidatonya :

Bismillahirrahmanirrahim.
Saudara-saudara, seluruh rakyat Indonesia di manapun saudara berada, pada malam hari ini saya ingin memberikan penjelasan yang hari-hari terakhir ini menjadi perhatian masyarakat luas. Yaitu perbedaan pandangan atau perselisihan antara pihak Polri dengan pihak KPK di dalam menjalankan tugas bersamanya, menegakkan hukum utamanya memberantas korupsi.
 
Kemudian dampaknya telah sama-sama kita rasakan. Oleh karena itu, saya pandang perlu sekali lagi untuk memberikan penjelasan pada malam hari ini. Kita masih ingat bahwa dulu pernah ada perselisihan antara KPK dengan Polri, ketika juga ada perbedaan pendapat antara Pak Susno dan Pak Bibit dan Pak Chandra. Sedangkan hari-hari ini situasnya berkembang ke arah yang tidak sehat.
 
Penjelasan ini juga saya perlukan agar ketika saya harus kembali turun tangan, rakyat bisa mengerti mengapa saya harus melakukan langkah itu. Kita mengetahui bahwa sebenarnya pihak Polri dan KPK berusaha menyelesaikan perbedaan pandangan itu merujuk pada UU dan Mou, atau nota kesepakatan. Tetapi, tidak bisa dicapai kesepakatan yang bulat. Sungguhpun demikian, saya terus terang sangat berhati-hati jika harus memasuki wilayah di mana KPK sedang bekerja. Mengapa saudara-saudara? Isunya pasti akan menjadi sensitif, dikira presiden mempengaruhi KPK.
 
Sekaligus pada kesempatan yang baik ini saya ingin meluruskan karena sejumlah SMS yang saya terima 2 hari lalu sampai hari ini ada yang beranggapan KPK itu di bawah presiden. Tidak. KPK adalah wilyah independen. Lima pimpinan KPK dipilih DPR RI, dan calon-calon kpk itu diseleksi oleh tim independen. Ini saya sampaikan agar tidak ada salah pengertian bahwa KPK-Polri di bawah presiden.
 
Kemarin Mensesneg telah berikan penjelasan. Penjelasan itu diperlukan karena saya mengikuti kegaduhan di sosial media dan SMS yang masuk ke tempat saya yang seolah-olah presiden diam saja, tidak melakukan apa-apa pada dinamika yang berakhir pada minggu ini.
 
Saya ingin jelaskan hari ini, tanggal 5 Oktober saya memanggil Kapolri untuk memberikan arahan untuk mengatasi perselisihan polri kpk itu. Pertemuan itu tentu sebelum terjadi insiden 5 Oktober malam hari di KPK. Setelah terjadinya insiden apa yang dilakukan Polri terhadap anggota polisi sebagai komisaris KPK Kompol Novel Baswedan, esoknya saya juga bekerja.
 
Waktu itu lewat Menko Polhukam saya berikan, ada Kapolri bisa bertemu pada pimpinan KPK pada hari Minggunya. Segera bertemu, agar terjadi solusi yang baik. Tapi tidak bertemu karena pimpinan KPK sedang berada di luar kota. Oleh karena itu saya setujui atas permintaan mereka karena ada sejumlah hal yang akan disampaikan kepada saya.
 
Saya tadi pagi juga setuju atas permintaan KPK agar Mensesneg memfasilitasi pertemuan Kapolri dan KPK. Dan alhamdulilah tadi siang saya sendiri telah bertemu dua pimpinan KPK, Abraham dan Bambang Widjojanto, dengan Kapolri didampingi Mensesneg. Pertemuan harus saya katakan berjalan baik dan konstruktif.
 
Saudara-saudara, penjelasan yang ingin saya sampaikan malah hari ini, saudara-saudara kami rakyat Indonesia bisa memahami duduk persoalan ini dan bisa memahami apa kebijakan, solusi dan tindakan lebih lanjut yang harapan saya bisa dijalankan bersama-sama oleh kepolisian, KPK dan kita semua. Dengan pengantar itu penjelasan ini akan saya sampaikan dalam 4 hal utama.
  1. Saya akan merespons apa yang disuarakan akhir-akhir ini, apa tuntutan masyarakat agar presiden mengambil alih persolan ini.
  2. Saya akan jelaskan dan sekaligus nanti solusi apa yang saya tempuh berkaitan masalah Polri dan KPK.
  3. Ini kesempatan yang baik untuk sampaikan posisi dan pendapat saya terhadap pemikiran untuk melakukan revisi terhadap UU KPK.
  4. Saya tutup penjelasan saya malam hari ini dengan lima kesimpulan utama yang juga merupakan solusi dan langkah ke depan yang harus dilaksanakan.
 
Pertama, kapan presiden harus ambil alih dalam penegakan hukum. Selama ini saya ambil dalam penegakan hukum. Peran presiden yang paling tepat adalah menengahi dan memediasi agar permasalahan itu bisa diatasi.
 
Saya pernah menengahi ketika ada perselisihan antara lain KPK dengan MA, itu sekitar tahun 2006, BPK dengan MA tahun 2007, KPK dan Polri tahun 2009. Tetapi Presiden tidak bisa mengintervensi apa yang dilakukan penegak hukum dalam menangani UU yang bukan kewenangan presiden.
 
Hal yang sama dalam menangani kewenangan penyidik itu juga berlaku bagi Jaksa Agung, KPK, kecuali ada kewenangan yang diatur dalam UU. Saudara tahu bahwa kewenangan yang diberikan presiden ada 4, yaitu pemberian grasi dan amnesti dan abolisi dengan mendengarkan DPR.
 
Permasalahan ini menyangkut permasalah KPK-Polri merupakan yang kedua kalinya. Saya ingat perselisihan KPK dengan lembaga yang lain dan saya ikut memediasinya. Ini yang ketiga kalinya.
 
Saya tidak pernah melakukan pembiaran atau melakukan mediasi. Tetapi harus dihindari presiden terlalu sering untuk ursusan penegakan hukum ini.
 
Lima tahun lalu saya punya inisiatif untuk pemberantasan korupsi, banyak yang kritik saya itu tidak tepat karena itu mencampuri penegakan hukum. Empat tahun lalu saya membuka antara Jaksa Agung, Polri, dan kembali saya disebut memasuki wilyah yang bukan wilayah saya.
 
Jika menyangkut sinergi dan koordinasi antara Polri dan KPK dan bahkan Kejaksaan Agung, sudah ada UU yang mengatur baik dalam KUHP, KUHAP maupun UU KPK. Juga sudah ada MoU antara KPK dan Polri dan juga Kejaksaan Agung. Jika MoU yang ada sekarang ini kurang memadai dan kurang tegas, silakan diperbaharui, utamanya mengenai penyidikan dan KPK mengambil alih dan bagaimana caranya mengambil alih itu. Semuanya harus mengarlir dalam UU KPK yang sekarang ini.
 
Saya ingin masuk dalam inti permasalahan apa yang terjadi KPK dan Polri serta solusi serperti apa yang harus dijalankan. Ada perbedaan pandangan:
  1. Pandangan siapa yang menangani persoalan simulator SIM
  2. Penanganan personel penyidik KPK dari Polri
  3. Insiden tanggal 5 Oktober seputar rencana elemen Polri untuk menegakkan hukum atas seorang perwira polri yang diduga melanggar hukum beberapa tahun lalu.
 
Tiga hal itulah yang akan saya respons dan solusi jalan keluarnya.
 
1. Kasus simulator SIM. Saya ingin jelaskan setlah ada perselisihan KPK-Polri setelah kasus simulator SIM, kepada saya dilaporkan kepada Polri setelah pertemuan Polri-KPK disepakati bahwa Irjen Djoko Susilo ditangani KPK sedangkan sisanya ditangani Polri. Ternyata sikap pada KPK kepada publik tidak seperti itu.
 
Itulah sebabnya saat berpuka puasa bersama di Polri dan saya bertemu pimpinan KPK dan Polri kepada beliau berdua, sesuai UU dan MoU bisa lakuan kerja sama yang konstruktif agar kasus simulator itu bisa dilaksanakan dengan efektif dan tuntas.
 
Pasca pertemuan itu dalam pelaksanaan penuntasan yang melibatkan KPK dan Polri dilibatkan kerja sama sebaik-baiknya termasuk saling membantu satu sama lain. Di luar itu Menko Polhukam juga terus bekerja untuk menengahi perselisihan dalam kasus itu. Dalam menjalankan roda pemerintahan itu ada sistem dan aturannya. Tentu tidak semua ditangani presiden. Ada menteri, ada lembaga kementrian, di daerah ada gubernur dan wali kota dan sebagainya. Mereka juga memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
 
Kembali pada isu ini, tampaknya koordinasi dan sinkronisasi itu tidak berjalan baik. Oleh karena itu solusi yang kita tempuh adalah penanganan korupsi kepada Djoko Susilo ditangani oleh satu lembaga yaitu KPK, karena kalau ada penuntutan pejabat yang melakukan itu akan dituntut bersama. Ini juga sesuai UU 30/2002 tentang KPK pasal 50.
 
Tetapi kalau ada kasus pengadaan barang di Polri saya dukung diselesaikan di Polri, saya katakan Polri juga akan melakukan penertiban pengadaan barang di Polri. Dalam hal ini saya ucapkan terimakasih kepada Polri yang melakukan penuh dan ini menunjukkan Polri serius menangani kasus ini.
 
2. Menyangkut perbedaan pandangan antara Polri dan KPK berkaitan dengn penugasan perwira Polri di KPK. Aturan yang berlaku adalah peraturan pemerintah pasal 5 ayat 3 bahwa masa penugasan pegawai negeri paling lama 4 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali, saya ketahui penyidik itu harus mengikuti alih penugasan, tour of duty, ini berlaku bagi setiap perwira polri apalagi mereka yang di KPK personel yang baik sehingga tumbuh menjadi pejabat-pejabat di teras Polri.
 
Di sisi lain, hal itu tidak baik karena hal itu terlau cepat sehingga menghambat tugas-tugas penyidikan. Misalnya akan melakukan alih status menjadi penyidik KPK dalam arti harus berhenti dari Polri itu ada aturannya. Peraturan alih status ini juga berlaku bagi TNI dan penugasan lain. Bahkan alih status untuk perwira tinggi perizinannya hinga tingkat presiden.
 
Solusi yang ditempuh adalah kita akan keluarkan peraturan baru, bahwa penyidik Polri ke KPK selama 4 tahun dan bisa diperpanjang asal ada persetujuan Kapolri, misalnya. Tetapi jika hal demikian tetap dianggap tetap memutus efektivitas KPK, maka anggota tersebut diberikan kesempatan untuk alih status. Tidak dibenarkan secara sepihak KPK memberhentikan penyidik itu karena mereka terikat UU dan etika kepolisian. Sebaliknya pula Polri tidak menarik penyidik tersebut tanpa persetujuan dari KPK. Oleh karena itu, dalam hal ini saya akan keluarkan peraturan pemerintah yang tepat baik untuk KPK dan baik untuk Polri berkenaan kebijakan tugas personel Polri untuk mengemban tugas bagi penyidik. Itu isu kedua bagi KPK.
 
3. Solusi penegakan hukum Polri Kombes Novel yang sekarang menjadi penyidik KPK. Insiden itu terjadi pada tanggal 5 Oktober 2012 dan hal itu sangat saya sesalkan. Saya juga menyesalkan berkembangnya berita yang simpang siur demikian sehingga muncul masalah politik yang baru.
 
Jika KPK dan Polri bisa jelaskan penjelasan yang jujur dan jelas, maka masalahnya tidak menjadi luas seperti ini. Terhadap hal ini saya telah berikan pendapat terhadap pertemuan tadi siang yang saya pimpin. Tapi saya akan sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar seluruh situasi diletakkan secara menyeluruh diletakkan dalam konteks yang benar.
 
Kalau kita merujuk pada UUD 45 semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum. Sehingga bila terbukti ada kejahatan yang terbukti oleh WNI mestilah hukum itu ditegakkan, apakah itu dia presiden, anggota Polri, anggota DPR, anggota KPK, wartawan, TNI dan siapa pun. Kesamaan kedudukannya dalam hukum dengan pemahaman konstitusi maka jika ada anggota KPK melakukan pelanggaran hukum, tidak boleh dikatakan kriminilisasi KPK.
 
Laporan yang saya terima dugaan pelanggaran hukum terhadap anggota Polri di KPK tidak terkait tugasnya sebagai penyidik KPK, tetapi terjadi 8 tahun yang lalu. Di dalam hukum semuanya harus merujuk secara baik dalam hukum dan UU yang berlaku. Jangan misalnya ada anggota Polri yang melaksanakan tugas untuk melakukan penyidikan kasus SIM tersebut, tidak boleh. Sebaliknya, ada anggota yang divonis dilihat sebagai upaya kriminilisasi KPK.
 
Menurut pandangan saya sangat tidak tepat kalau ada proses Komisari Polisi Novel Baswedan sekarang ini, timingnya tidak tepat dan pendekatan dan caranya juga tidak tepat. Itu pandangan saya, dan kira-kira solusi menyangkut tiga hal yang juga merupakan perselisihan KPK-Polri.
 
Berikut ini saya akan sampaikan pendapat saya dan pandangan saya mengenai revisi UU KPK. Saya berpendapat peraturan untuk merevisi UU harus dilandasi niat baik. Jika DPR memiliki pemikiran revisi ini, mesti dijelaskan apa dan mengapa itu harus direvisi.
 
Terhadap masyarakat dan aktivis, sebaiknya juga bersedia mendengarkan itu jangan itu divonis seolah-olah memperlemah KPK. Setelah mendengarkan DPR, masyarakat luas, dan aktivis bisa menyampaikan pandanganya bisa setuju atau tidak setuju. Namun perlu diketahui bahwa konstitusi diperlukan untuk menyusun UU jika setelah UU itu diterbitkan masih terbuka masyarakat luas menyatakan ketidaksetujuannya, terhadap MK untuk apakah UU itu bertentangan UUD. MK juga tunduk pada aturan lain, bahwa UU itu diuji apakah bertentangan dengan UUD.
 
Sehubungan dengan itu semua, pandangan saya terhadap DPR untuk revisi UU KPK sebagai berikut, prinsip dasar saya tetap sama pada tahun 2009, saat waktu itu ada wacana peranan KPK. Saya tidak setuju dan menolak setiap upaya untuk memperlemah KPK. Sampai saat ini saya tidak tahu konsep seperti apa DPR mau merevisi UU KPK itu.
 
Jika revisi itu untuk memperkuat KPK tentu saya sesuai ketentuan UU dalam posisi yang siap untuk membahasnya. Di tengah realitas sulitnya memberantas korupsi saat ini, adalah kita harus tingkatkan intensitas pemberantasan korupsi dan bukan mengendorkannya.
 
Di satu sisi kita berharap pada KPK untuk menjadi motor KPK dalam pemeberantasan korupsi. Di sisi lain kita juga berharap pada Polri dan kejaksaan. Terhadap rakyat menyangkut pengadilan pemberantasan korupsi ini saya berharap untuk dijadikan cambuk dan semangat untuk penyelesaian pemberantasan korupsi di lembaga masing-masing. Saya mendukung seluruh upaya KPK dan menolak untuk melemahkan KPK. Harus dikatakan bahwa penyelesaian KPK saat ini kurang tepat ketimbang bekerja sama di dalam. Menurut saya kritik itu perlu didengar, dan jika didengar itu akan meningkatkan kerja KPK yang sudah baik saat ini.
 
Sebagaimana saya sampaikan pada pidato saya 16 agustus lalu saya sampaikan lagi terima kasih pada KPK dan harapan saya agar seluruh penegak hukum untuk bekerja baik dan tidak bekerja tidak sehat untuk selesaikan kasus korupsi, bukan menghambat dan menutupinya. Banyak yang telah kita capai selama ini, marilah momentum sejarah ini tidak kita sia-siakan. Dan aset negara jangan sampai bocor. Kembali kepada revisi UU KPK atas situasi yang terjadi di Tanah Air, menurut pendapat saya lebih baik kita menggiatkan pemberantasan korupsi dan meningkatkan sinergi lagi agar lebih berhasil lagi upaya kita memberantas korupsi daripada perhatian energi kita terkuras untuk melakukan untuk revisi UU KPK.
 
Saudara-saudara, dengan penjelasan yang telah saya sampaikan tadi, saya akan akhiri dengan kesimpulan utama yang tentunya juga berupa solusi dan langkah-langkah yang mesti kita laksanakan ke depan.
  1. Penanganan hukum dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Djoko Susilo agar ditangani KPK dan tidak pecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.
  2. Keingingan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap Kombes Novel Baswedan saya pandang tidak tepat baik dari segi timing maupun caranya.
  3. Perselisihan yang menyangkut waktu penugasan penyidik Polri yang bertugas di KPK perlu diatur kembali dan akan saya tuangkan dalam peraturan pemerintah, saya berharap nantinya teknis pelaksanaan juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri.
  4. Rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi saya pandang kurang tepat untuk dilakukan sekarang ini. Lebih baik kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi.
  5. Saya berharap agar KPK dan Polri dapat memperbarui MoU-nya dan kemudian dipatuhi dan dijalankan serta dilakukan sinergi sehingga peristiwa seperti ini tidak terus berulang di masa depan. Saya mencatat banyak peristiwa di mas lalu yang baik antara Polri dan KPK. Contohnya kerja sama mencari dan menemukan tersangka korupsi yang kabur ke luar negeri berhasil dengan baik sinerginya dan dan kerja samanya.
 
Sementara Polri juga mencatat prestasi di sejumlah bidang misalnya pemberantasan terorisme, kejatan narkotika dan kejahatan jalanan. Juga prestasi pengamanan dan pengaturan kegiatan nasional mudik Lebaran dan peringatan hari-hari besar yang lain. Semangat, energi dan kinerja seperti ini saya yakini dapat dijadikan modal untuk bersinergi dengan KPK untuk melaksanakan tugas memberantas korupsi.
 
Ini akan menjadi keputsusan saya dan akan menjadi solusi dalam pertemuan siang tadi. Demikian

Itulah isi Pidato SBY mengenai kisruh KPK VS Polri, semoga bermanfaat… J

Monday, October 8, 2012

RUU KAMNAS Berpihak Pada Kepentingan Asing

October 08, 2012 0

RUU Kamnas (Keamanan Nasional) kembali mengundang polemik. RUU Kamnas banyak menuai protes dari berbagai kalangan. RUU Kamnas yang beberapa tahun lalu pernah diusulkan belum juga disahkan DPR akan dibahas lagi oleh DPR bersamaan dengan diajukannya RUU Anggaran BNPT. Masih banyaknya pasal karet dan penentangan yang dilakukan oleh masyarakat bukti bahwa RUU Kamnas ini bermasalah. Penolakan dilakukan oleh LSM HAM, Pakar Tata Negara, Ormas Islam, dan berbagai elemen masyarakat dan pergerakan lainnya. RUU Kamnas disinyalir merupakan penjelmaan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) 13 tahun lalu. RUU Kamnas pun dinilai akan memunculkan kembali rezim militer dan otoriter gaya baru. Selain itu, akan melindungi status quo yang koruptif dan berpihak kepada asing. Dan menjadi legitimasi formal untuk menzalimi rakyat.

Sebagai pihak yang menginginkan keberadaan RUU Kamnas adalah pemerintah. Hal ini direpresentasikan oleh Departemen Pertahanan (Dephan). Dephan kemudian mengusulkan RUU Kamnas ke DPR sebagai legitimasi. Sesungghunya semangat RUU Kamnas sejalan dengan reformasi Tap MPR RI No. VI Tahun 2000 mengenai Pemisahan TNI-Polri dan Tap MPR RI No. VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri mengandung konsekuensi perubahan cukup signifikan dalam penataan sistem pertahanan dan keamanan di Indonesia. RUU Kamnas merupakan penjabaran dari pasal 30 UUD 1945. RUU Kamnas bagi pemerintah begitu esensial dan penting. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya muncul upaya disintegrasi, separatisme, terorisme, ancaman luar negeri, dan lainnya. RUU Kamnas diharapkan mampu untuk segera menindak pelaku yang mengancam negeri ini.

Untung vs Buntung RUU Kamnas
Konsekuensi logis dari pemerintahan yang mengambil demokrasi adalah banyaknya UU yang akan dibuat. DPR yang ada semenjak berdiri sudah mulai memprioritaskan RUU yang akan disahkan. RUU yang ada selanjutnya masuk ke program legislasi nasional (prolegnas). UU yang disahkan pun sering bertentangan satu sama lainnya. Tumpang tindih tak beraturan. Ada juga UU yang digugat oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dampak negatif yang dihasilkan. Sering juga UU yang dihasilkan tidak bermutu dan tidak pro rakyat. Cenderung menghamburkan uang hanya untuk sidang yang panjang.

Prof. PH. Kooijmans menilai bahwa pembangunan hukum di Indonesia tidak taat azas dan tidak taat prosedur dan ini merupakan sebuah kemunduran (sit back). Menurut  pakar hukum dari Universitas Leiden Belanda itu juga menyoroti mengenai mekanisme pembuatan RUU yang banyak terdapat undang–undang baru saat ini yang bertentangan dengan produk undang-undang induk, yang semestinya dijadikan sebagai acuan.

Terkait RUU Kamnas, di antara keuntungannya ternyata banyak kerugiannya. Jika maksud RUU Kamnas ini baik untuk menjaga keutuhan NKRI, menjaga keamanan dalam negeri, dan menghukum siapa pun yang mengancam keamanan nasional. Lantas, kenapa banyak ditolak? Hal ini mengindikasikan bahwa RUU Kamnas dan lainnya kehilangan arah. Cenderung menyakiti dan mendzalimi rakyat. Ada beberapa bukti kerugian dari efek pengesahan ruu kamnas :

  1. Tidak jelasnya definisi yang jelas terait ancaman nasional. Hal ini akan berakibat represifnya pemerintah kepada siapa pun yang dianggap mengancam keamanan dan kepentingan negara. Hal ini sebagaimana terjadi pada masa orde baru. Rakyat dibuat takut dengan teror.
  2. Berpotensi menimbulkan ancaman bagi rakyat yang mayoritas beragama Islam. Akibat tidak jelasnya basis ideologi negeri ini. RUU ini bisa secara serampangan menyasar siapa saja yang dianggap melawan penguasa dengan dalih mengancam keamanan nasional. Dengan kata lain, RUU ini berpotensi digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan privasi rakyat, sementara sesuatu yang semestinya harus dianggap sebagai ancaman justru luput dari sorotan. Misalnya, berbagai kasus kesalahan penangkapan dan penembakan oleh BNPT dan Densus 88 atas yang diduga melakukan tindak terorisme dari kalangan aktivis Islam (dari kalangan Muslim) tanpa melalui proses pengadilan (extra judicial killing). Di lain pihak kasus berbagai pengeboman oleh OPM di Papua yang jelas-jelas mengancam keamanan nasional belum satupun terdapat pernyataan resmi melalui Mabes Polri bahwa ini termasuk terorisme. Ini jelas-jelas standart ganda yang sangat membahayakan rakyat karena siapa yang mengancam keamanan nasional tidak jelas rumusannya dan lebih sarat dengan kepentingan penguasa.
  3. Pasal 17 tentang Jenis dan Bentuk Ancaman dan Pasal 54 tentang Penyadapan, Pemeriksaan dan Penangkapan. Kedua pasal itu membuka kesempatan dalam keterlibatan militer lewat definisi ancaman yang tidak jelas.
  4. Banyak rumusan norma yang harus ditata ulang. Sebuah norma haruslah jelas dan tegas. Penataan tidak hanya terhadap rumusan norma tetapi juga struktur norma (Pasal 36, 37, 38, 39, 40) Masih banyak terdapat pengulangan norma yang tidak dikelompokkan menjadi satu bagian, sehingga terkesan ada upaya “penyelundupan” norma. Misalnya, tentang Dewan Keamanan Nasional dicantumkan dalam Pasal 36 tetapi penjabaran lebih lanjut dalam Pasal 41. Sedangkan Pasal 37 dan seterusnya membicarakan tentang posisi Presiden. Contoh lainnya adalah Pasal 54 dan Pasal 64. Dalam Pasal 54, dinyatakan bahwa TNI wajib memberikan bantuan. Tetapi dalam Pasal 64, posisi TNI menjadi pemeran utama. Hal inilah yang akan menimbulkan kekacauan dalam memahami makna norma.
  5. Misi utamanya untuk mengamankan seluruh pembangunan nasional dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan, demi mengundang investasi. RUU Kamnas sangat berpihak kepada asing. Sebagaimana pasal 20 poin 3 RUU Kamnas, sangat cenderung melindungi investasi asing di berbagai daerah di Indonesia, khususnya perlindungan hak pengelolaan lahan tanah oleh investor asing. RUU Kamnas ini menjadi Cap Stempel untuk melanggengkan kepentingan Asing melalui penjajahan.
  6. Adanya Dewan Keamanan Nasioanal yang melibatkan banyak komponen. Hal ini mengindikasikan jika RUU Kamnas sarat akan kepentingan kekuasaan. Rakyat kembali dibuat bingung dengan berbagai pengaturan dan regulasi UU yang tidak jelas.
  7. Terindikasi jika RUU Kamnas hampir mirip dengan RUU Intelijen. Dan semakin mengukuhkan legal of frame untuk menghabisi rakyat yang notabene mayoritas muslim.

Kesalahan Mendasar
Sistem demokrasi yang dianut negeri ini menjadikan setiap hukum ada di tangan rakyat. Undang-undang dibuat berdasarkan kesepakatan anggota parlemen. Jual beli pasal pun sering terindikasi di tiap RUU yang dibahas. Ketidakjelasan ideologi dan sikap pragmatisme anggota parlemen sering melahirkan kebijakan tidak pro rakyat. UU yang dihasilkan pun liberal dan cenderung berpihak kepada asing. Sebagai contoh UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal Asing, UU Kelistrikan, dan lainnya. Atas nama rakyat mereka membuat UU yang justru menindas rakyat.

RUU Kamnas pun demikian. RUU ini cenderung mengekor kepada kepentingan barat terutama Amerika Serikat. Sebut saja National Security Council di Amerika Serikat (AS). Depertemen tersebut baru dibentuk setelah keruntuhan gedung WTC. Pemerintah AS menggunakannya sebagai payung hukum untuk menangkap siapapun terduga “teroris” dari kalangan Muslim. Baik perorangan, kelompok, maupun negara. Demikian juga di Indonesia. RUU Kamnas akan digunakan pemerintah dan aparat keamanan sebagai payung hukum. Selama ini aparat keamanan merasa tidak mempunyai payung hukum menindak pelaku teror dan separatisme. RUU Kamnas ini  akan disandingkan dengan RUU Intelijen dan UU Anti Teror.

Hal mendasar yang perlu dikoreksi adalah negara gagal memberikan rasa aman. Indonesia sebagai wilayah yang berpulau-pulau dengan wilayah yang luas tidaklah aman. Indonesia siap-siap dirong-rong dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri ditunjukan makin banyaknya aksi separatisme di beberapa wilayah (Aceh, Maluku, dan Papua). Rasa aman bagi individu pun hilang. Orang tidak lagi takut untuk membunuh, merampok, menjarah, bahkan tawuran antarwarga, antar pelajar dll. Apalagi sikap aparat keamanan sekarang yang dinilai buruk dalam kinerja. Sikap represif yang dilakukan oleh Densus 88 secara membabi buta serta tuduhan BNPT secara berlebihan terhadap kesadaran Islam yang tumbuh melalui Rohis. Mereka tidak lagi mengayomi dan melindungi masyarakat. Justru mereka menjadi contoh buruk dalam pelaksanaan hukum. Kasus terbaru simulator SIM dan lainnya. Pungli dan suap pun kerap terjadi. Sehingga masyarakat tidak lagi mempercayai lembaga penegak hukum tersebut.

Ancaman dari luar negeri kerap tidak disadari oleh pemerintah. Ancaman berupa penjajahan ekonomi, politik, dan budaya begitu kental. Pemerintah pun gagal menjaga pulau-pulau terluar. Bahkan rakyatnya pun cenderung diabaikan. Pulau Ambalat dan Ligitan bisa jadi contoh. TNI kerap digunakan pemerintah untuk menjaga kepentingan pengusaha. Peran mereka dikebiri. Kalaupun mendapat tugas perdamaian itupun sifatnya membantu PBB. Perlengkapan dan persenjataan perang pun minim. Jika demikian adanya, lantas berharap kepada siapa dalam menjaga keamanan nasional negeri ini ?