Blognya Anak Kuliahan

Showing posts with label Bahan Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Bahan Kuliah. Show all posts

Wednesday, July 17, 2013

Hubungan Antara Hukum Dengan Politik

July 17, 2013 0
Artikel ini mengkaji beberapa karakteristik dasar dari hubungan antara hukum nasional, hukum internasional dan politik. Dalam kaitannya dengan politik, fungsi hukum setidaknya memiliki tiga aspek dasar, yaitu sebagai tujuan, sarana, dan kendala.
  1. Pertama (sebagai tujuan), politik dapat menentukan nilai-nilai dominan hukum tertentu atau lembaga sebagai tujuannya. Dalam hal ini pemahaman politik dari nilai-nilai atau lembaga menjadi hampir identik dengan pemahaman hukum otentik dari nilai yang sama atau lembaga.
  2. Kedua (sebagai sarana), politik dapat memahami hukum sekadar sebagai alat untuk pemenuhan kepentingan politik tertentu. Dalam hal ini politik netral dalam sikapnya terhadap hukum.
  3. Ketiga (sebagai kendala), politik dapat menafsirkan hukum sebagai hambatan dalam perjalanan menuju realisasi tujuan-tujuan politik tertentu. Dalam situasi ini, politik dapat saja menang atas hukum, atau sebaliknya.

Dalam politik kasus pertama, mengorbankan aturan hukum adalah salah satu solusi. Sedangkan dalam kasus kedua otonomi hukum yang diawetkan melalui keputusan pengadilan tertinggi atau dengan tindakan lain yang diambil oleh negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), pengacara, intelektual, asosiasi, organisasi, dan masyarakat untuk menghentikan tindakan ilegal aktor politik. Hukum dan politik membuat gambar sendiri khusus dari realitas.

Terkadang dengan deskripsi yang tumpang tindih, politik dan hukum berada pada posisi yang kontradiktif. Akan tetapi, seharusnya hukum tidak boleh dimasukkan dalam lingkup diferensiasi musuh menurut kriteria murni politik. Hal ini menyebabkan pemisahan yang tegas antara "kami" dan "milikmu", dalam ekspresi yang paling radikal, untuk pemisahan yang ketat antara teman dan musuh. Bila yang terakhir terjadi, politik pasti menang atas hukum, dan mengurangi atau merusak otonomi supremasi hukum. Point ketiga inilah yang gejala dan biasnya makin terasa akhir-akhir ini di Indonesia, terbukti dengan terus menurunnya minat pemuda/i Indonesia seputar tema politik.


Berbeda dengan kemerosotan minat yang terjadi belakangan ini, kami menganggap hal tersebut merupakan langkah keliru, karena berefek pada pola hidup yang sepertinya justru mengarahkan pada hedonism. Tidakkah justru dengan ketimpangan yang telah terlihat nyata ini seharusnya kita "terwajibkan" untuk bergerak mencari solusinya.

Sumber : http://umarazmar.blogspot.com/2012/05/hubungan-antara-hukum-dan-politik.html

Perbedaan Antara Hukum Pidana Dengan Hukum Perdata

July 17, 2013 0
Sebelum kita tahu perbedaan dari Hukum Pidana dengan Hukum Perdata. Kita perlu tahu pengertian dari masing–masing hukum tersebut.

Pengertian Hukum Pidana secara umum adalah keseluruhan aturan hukum yang memuat peraturan–peraturan yang mengandung keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau larangan-larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana bagi barangsiapa yang melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan hukum dimaksud. Sedangkan sanksi yang akan diterima bagi yang melanggarnya sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud. Bersumber dari KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maka sanksi pidana pada pokoknya terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda.

Pengertian Hukum Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya. Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud. Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan.

Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu dengan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.

MISAL : A merupakan anggota kelompok simpan pinjam PPK. Pada waktu meminjam dana PPK si A terikat kontrak dengan program PPK melalui UPK. Hubungan hukum antara A dan UPK dikenai aturan hukum perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau mengembalikan uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan dikenai aturan hukum perdata. Sedang hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat (sebagi warga Negara) dengan Negara (sebagi penguasa tata tertib masyarakat).

MISAL : Ketua kelompok UEP Bunga Mawar Tidak menyerahkan setoran kelompok kepada UPK, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Tindak pidana ini masuk dalam klausul delik pidana penggelapan.

Bagaimana penerapan ke dua hukum tersebut? Pelanggaran terhadap aturan hukum perdata baru dapat diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan (disebut: penggugat). Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera diambil tindakan oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, kecuali tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan seperti perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, pencurian oleh keluarga, dll. Dalam hal terjadi tindakan diluar hukum baik pidana maupun perdata, penangannya diatur dalam Hukum Acara pidana dan Hukum Acara perdata.

Perbedaan Hukum Acara Pidana dan Perdata;
  • Perbedaan mengadili
    • Hukum acara perdata mengatur cara mengadili perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata.
    • Hukum acara pidana mengatur cara mengadili perkara pidana di muka pengadilan pidana oleh hakim pidana.
  • Perbedaan pelaksanaan
    • Pada acara perdata inisiatif beracara dari pihak berkepentingan yang dirugikan.
    • Pada acara pidana inisiatif beracara datang dari penuntut umum/ jaksa.
  • Perbedaan dalam penuntutan
    • Dalam acara perdata, yang menuntut si tergugat adalah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat, jadi tidak ada penuntut umun/ jaksa.
    • Dalam acara pidana, jaksa menjadi penuntut umum yang mewakili Negara, berhadapan dengan si terdakwa. Disini terdapat seorang jaksa.


MISAL : Ketua kelompok UEP Bunga Mawar Tidak menyerahkan setoran kelompok kepada UPK, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Tindak pidana ini masuk dalam klausul delik pidana penggelapan Misal: A merupakan anggota kelompok simpan pinjam PPK. Pada waktu meminjam dana PPK si A terikat kontrak dengan program PPK melalui UPK. Hubungan hukum antara A dan UPK dikenai aturan hukum perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau mengembalikan uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan hukum perdata mengatur hak pribadi dan hukum pidana mengatur hak yang berkenaan dengan orang banyak, sehingga apabila terjadi pelanggaran, dalam hukum perdata maka pelanggaran tersebut bisa ditindaklnjuti apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan sedangkan dalam hukum pidana apabila terjadi suatu pelanggaran maka negara langsung mengambil tindakan kecuali dalam delik2 tertentu yaitu delik aduan.

Sumber : http://umarazmar.blogspot.com/2011/10/perbedaan-antara-hukum-pidana-hukum.html

Saturday, April 27, 2013

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

April 27, 2013 0
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang antara lain disebabkan oleh;

STRUKTUR ORGANISASI
Menurut Anderson (1972), struktur adalah susunan berupa kerangka yang memberikan bentuk dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. dalam organisasi pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas.

Dalam konsep yang lain dikatakan bahwa struktur organisasi juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997).

Pengertian diatas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins (1995) bahwa struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaaksi yang akan diikuti. lebih jauh robbins mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai tiga komponen, yaitu; kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. kompleksitas berarti dalam struktur orgaisasi mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. formalisasi berarti dalam struktur organisasi memuat tentang tata cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (standard operating prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan. sentralisasi berarti dalam struktur organisasi memuattentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah disentralisasi atau didesentralisasi.

Berdasarkan pengertian dan fungsi struktur organisasi tersebut menunjukkan bahwa struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi, sehingga dengan demikian struktur organisasi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.

Apabila komponen-komponen struktur organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif, struktur organisasi desentralisasi memungkinkan untuk diadakannya penyesesuaian atau fleksibel, letak pengambilan keputusan disusun dengan mempertimbangkan untuk rugi dari sistem sentralisasi dan desentralisasi, antara lain sentralisasi yang berlebihan bisa menimbulkan ketidakluwesan dan mengurangi semangat pelaksana dalam pelaksanaan kegiatan. sedangkan desentralisasi yang berlebihan bisa menyulitkan dalam kegiatan pengawasan dan koordinasi.

Dalam pengendalian pelayanan perlu prosedur yang runtut yaitu antara lain penentuan ukuran, identifikasi, pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian, penjaminan dan perlindungan (Gaspersz, 1994). Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. akan tetapi, apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.

Berkaitan dengan struktur organisasi dapat disimpulkan beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik ini adalah; (i) Tingkat pembagian tugas pokok dan fungsi; (ii) Kejelasan pelaksanaan tugas antar instansi; (iii) Tingkat hubungan antara atasan dan bawahan.


KEMAMPUAN APARAT
Aparatur pemerintah adalah kumpulan manusia yang mengabdi pada kepentingan negara dan pemerintahan dan berkedudukan sebagai pegawai negeri (Tayibnapsis, 1993), sedangkan menurut Moerdiono (1988) mengatakan aparatur pemerintah adalah seluruh jajaran pelaksana pemerintah yang memperoleh kewenangannya berdasarkan pendelegasian dari presiden republik indonesia.

Dengan kata lain aparatur negara atau aparatur adalah para pelaksana kegiatan dan proses penyelenggaraan pemerintahan negara, baik yang bekerja di dalam tiga badan eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun mereka yang sebagai tni dan pegawai negeri sipil pusat dan daerah yang ditetapkan dengan peraturan peraturan pemerintah.

Aparat negara dan atau aparatur pemerintah, diharapkan atau dituntut adanya kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini (Handayaningrat, 1986). Sementara itu, konsep lain mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Bibson, 1991), sedangkan skill atau keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas (Soetopo, 1999).

Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. untuk itu indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berikut; (i) tingkat pendidikan aparat; (ii) kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal; (iii) kemampuan melakukan kerja sama; (iv) kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi; (v) kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan; (vi) kecepatan dalam melaksanakan tugas; (vii) tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik; (viii) tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan; (ix) tingkat keikutsertaan dalam pelatihan yang berhubungan dengan bidang tugasnya.


SISTEM PELAYANAN
Definisi dari kata sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam suatu usaha atau urusan (Prajudi, 1992), bisa juga diartikan sebagai suatu kebulatan dari keseluruhan yang kompleks teroganisis, berupa suatu himpunan perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan dari keseluruhan yang utuh (Pamudji, 1981).

Kaitannya dengan sistem pelayanan yang perlu diperhatikan apakah ada pedoman pelayanan, syarat pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur, buku panduan, media informasi terpadu saling menghargai dari masing-masing unit terkait atau unit terkait dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu sendiri.

Sistem pelayanan adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian pelayann yang saling terkait, bagian atau anak cabang dari suatu sistem pelayanan terganggu maka akan menganggu pula keseluruhan palayanan itu sendiri. dalam hal ini apabila salah satu unsur pelayanan sepertinggi mahalnya biaya, kualitasnya rendah atau lamanya waktu pengurusan maka akan merusak citra pelayanan di suatu tempat.


(http://tentangpelayananpublik.blogspot.com)


Hakekat dan Paradigma Pelayanan Publik

April 27, 2013 0
Hakekat dan Paradigma Pelayanan Publik

HAKEKAT PELAYANAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 hakekat dari pelayanan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Menurut Undang-undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani.


PARADIGMA PELAYANAN
Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan pemerintahan dan dalam upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dengan ciri-ciri :
  1. Pertama : lebih menfokuskan diri kepada fungsi pengaturan, melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi yang kondusif bagi pelayanan oleh masyarakat
  2. Kedua : lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama
  3. Ketiga : menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas
  4. Keempat : terfokus pada pencapaian dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran berorientasi pada hasil (outcomes) yang sesuai dengan input yang digunakan
  5. Kelima : lebih menggutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat
  6. Keenam : pada hal tertentu, pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapatan dari pelayanan yang dilaksanakan
  7. Ketujuh : lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan
  8. Kedelapan : lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan
  9. Kesembilan : menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan

Dalam konteks Indonesia, upaya menerapkan pelayanan berkualitas dilakukan melalui konsep pelayanan prima. Konsep ini dijabarkan dalam berbagai sistem seperti pelayanan satu atap dan pelayanan satu pintu. Perubahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah juga tak lepas dari upaya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan.

Perubahan tersebut juga didasari pergeseran paradigma yang berisikan perubahan perilaku pelayanan dari yang sifatnya sentralistis ke desentralistis dalam upaya meningkatkan efisiensi, mutu dan efektifitas pelayanan. Selain itu adanya keharusan setiap unit kerja pemerintah untuk menyusun rencana strategiknya masing-masing, juga merupakan salah satu upaya untuk mendorong terwujudnya akuntabilitas pelayanan, dan terjadinya revitalisasi fungsi pelayanan aparatur pemerintah.


(http://tentangpelayananpublik.blogspot.com)


Tiga Indikator Pelayanan Publik

April 27, 2013 0
Tiga Indikator Pelayanan Publik

Acuan Pelayanan
Pelayanan publik akan mempunyai akuntabilitas yang tinggi, apabila acuan utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut selalu berorientasi kepada masyarakat pengguna jasa. Kepuasan masyarakat pengguna jasa harus mendapat perhatian yang lebih dalam setiap penyelengaraan pelayanan publik, karena masyarakat pengguna jasalah yang sebenarnya berkuasa di dalam negara ini, yang membiayai pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan ini melalui pajak yang mereka bayar. Makanya mereka berhak memperoleh pelayanan yang terbaik dari pelayannya, yaitu birokrasi. untuk itu acuan penyelenggaraan pelayanan publik yang dibuat oleh birokrasi harus memperhatikan kondisi masyarakat setempat.


Solusi Pelayanan
Berbagai keterbatasan yang ada pada masyarakat saat ini dapat menjadi hambatan bagi mereka dalam mencari pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hambatan tersebut bisa saja dalam bentuk memahami aturan-aturan yang telah ditetapkan atau prosedur pelayanan publik yang akuntabel. Penyelenggaraan pelayanan publik yang akuntabel adalah pelayanan yang memberikan solusi atau jalan keluar bagi masyarakat apabila masyarakat tersebut mengalami kesulitan dalam memahami aturan-aturan atau prosedur pelayanan yang diterapkan.

Solusi atau jalan keluar yang diberikan adalah solusi yang terbaik bagi masyarakat pengguna jasa yang dilakukan secara tulus (tanpa syarat) dan bukan sebaliknya bersyarat sehingga pelayanan menjadi sangat kompleks dan ruwet. birokrasi pada dasarnya adalah pelayan masyarakat, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi seorang pelayanan untuk melayani dan membantu tuannya dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi tuannya.


Prioritas Terhadap Kepentingan Publik
Pelayanan publik yang akuntabel adalah pelayanan yang menempatkan kepentingan masyarakat pengguna jasa sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Berbagai sumber daya yang dimiliki oleh organisasi harus digunakan dan diprioritaskan untuk memenuhi kepentingan masyarakat pengguna jasa. Dengan memberikan prioritas pada pemenuhan kepentingan masyarakat pengguna jasa di atas kepentingan yang lain berarti birokrasi telah memberikan penghargaan terhadap eksistensi masyarakat sebagai pengguna jasa.


(http://tentangpelayananpublik.blogspot.com)


Teori Konsep Kualitas Pelayanan Publik

April 27, 2013 0
Teori Konsep Kualitas Pelayanan Publik

Acuan Pelayanan
Pelayanan publik akan mempunyai akuntabilitas yang tinggi, apabila acuan utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut selalu berorientasi kepada masyarakat pengguna jasa. Kepuasan masyarakat pengguna jasa harus mendapat perhatian yang lebih dalam setiap penyelengaraan pelayanan publik, karena masyarakat pengguna jasalah yang sebenarnya berkuasa di dalam negara ini, yang membiayai pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan ini melalui pajak yang mereka bayar. Makanya mereka berhak memperoleh pelayanan yang terbaik dari pelayannya, yaitu birokrasi. untuk itu acuan penyelenggaraan pelayanan publik yang dibuat oleh birokrasi harus memperhatikan kondisi masyarakat setempat.


Solusi Pelayanan
Berbagai keterbatasan yang ada pada masyarakat saat ini dapat menjadi hambatan bagi mereka dalam mencari pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hambatan tersebut bisa saja dalam bentuk memahami aturan-aturan yang telah ditetapkan atau prosedur pelayanan publik yang akuntabel. Penyelenggaraan pelayanan publik yang akuntabel adalah pelayanan yang memberikan solusi atau jalan keluar bagi masyarakat apabila masyarakat tersebut mengalami kesulitan dalam memahami aturan-aturan atau prosedur pelayanan yang diterapkan.

Solusi atau jalan keluar yang diberikan adalah solusi yang terbaik bagi masyarakat pengguna jasa yang dilakukan secara tulus (tanpa syarat) dan bukan sebaliknya bersyarat sehingga pelayanan menjadi sangat kompleks dan ruwet. birokrasi pada dasarnya adalah pelayan masyarakat, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi seorang pelayanan untuk melayani dan membantu tuannya dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi tuannya.


Prioritas Terhadap Kepentingan Publik
Pelayanan publik yang akuntabel adalah pelayanan yang menempatkan kepentingan masyarakat pengguna jasa sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Berbagai sumber daya yang dimiliki oleh organisasi harus digunakan dan diprioritaskan untuk memenuhi kepentingan masyarakat pengguna jasa. Dengan memberikan prioritas pada pemenuhan kepentingan masyarakat pengguna jasa di atas kepentingan yang lain berarti birokrasi telah memberikan penghargaan terhadap eksistensi masyarakat sebagai pengguna jasa.


(http://tentangpelayananpublik.blogspot.com)


Jenis dan Pola Pelayanan Publik

April 27, 2013 1
Jenis dan Pola Pelayanan Publik

Kewajiban Pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang menjadi hak setiap warga negara ataupun memberikan pelayanan kepada warganegara yang memenuhi kewajibannya terhadap negara. Kewajiban pemerintah, maupun hak setiap warga negara pada umumnya disebutkan dalam konstitusi suatu negara. Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu;
  1. Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, serrtifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.
  2. Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk / jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
  3. Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan lain sebagainya.

Pola pelayanan publik dapat dibedakan dalam 5 macam pola, yaitu;
  1. Pola Pelayanan Teknis Fungsional. Adalah pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya.
  2. Pola Pelayanan Satu Pintu. Merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan.
  3. Pola Pelayanan Satu Atap. Pola pelayanan disini dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing.
  4. Pola Pelayanan Terpusat. Adalah pola pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan.
  5. Pola Pelayanan Elektronik. Adalah pola pelayanan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat on-line sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan dan kapasitas pelanggan.

Mengacu pada jenis dan pola, pelayanan juga dapat dikategorikan dalam beberapa klasifikasi;
  1. Pelayanan yang berbasis pada orang yang dibedakan menurut kecakapannya
    • Pelayanan Amatir. Pelayanan amatir dilakukan oleh tenaga yang belum memiliki keterampilan tertentu atau belum terlatih (non skill). Contoh; pengetik komputer dan operator telepon tertentu yang belum mengikuti kursus, latihan atau sudah mengikuti latihan tetapi belum terampil.
    • Pelayanan professional. Adalah memampuan menanggapi kebutuhan, menyelesaikan tugas, keluhan masalah dengan kualitas excelence. Pelayanan professional seseorang atau lebih lembaga tertentu, mendapat pengkuan dari pelanggan (masyarakat) dan legalitas atau izin dari intansi tertentu. Contoh; Pelayanan kesehatan manusia dilayani oleh paramedis, dokter (dokter umum, spesialis, ahli rontgen dan ahli gizi).
  2. Pelayanan yang berkaitan dengan kegiatan organisasi
    • Pelayanan bantuan administrastratif. Pelayanan ini berupa pemberian izin atau legalitas, pemberian rekomendasi, fasilitas tertentu. Contoh; izin menanamkan indutri tambang.
    • Pelayanan bantuan operasional. Contoh; pelayanan pengujian kelaikan teknis kendaraan bermotor, laik laut kapal, laik udara pesawat, pelayanan operasional teknologi dan jasa.
    • Pelayanan teknis operasional. Contoh; Pelayanan informasi dan data oleh operator, pelayanan operasional sarana kerja, seperti ahli operator telepon, komputer, alat elektronik dan teknologi modern.
    • Pelayanan bantuan manajemen. Misal, pelayanan bantuan sumber daya manusia berupa proses seleksi pengadaan tenaga yang tepat kualifikasi. Pelayanan bantuan manajemen keuangan dengan ahli perencanaan anggaran, akuntansi atau auditor.
  3. Pelayanan yang berkaitan dengan sarana kerja
    • Pelayanan yang membantu kesiapan operasional dan perpanjangan usia pakai (kelaikan teknis, ekonomis) sarana kerja atau benda, diberikan oleh penguji teknis, mutu, ahli pemeliharaan dan perawatan.
    • Pelayanan pengujian sarana serta pengujian kelaikan teknis kendaraan bermotor, kelaikan kapal laut, pesawat udara dan timbangan
    • Pelayanan operasional sarana oleh tenaga terampil bersertifikat seperti kapten kapal, pilot, sopir
    • Pelayanan instalasi air, lisitrik, pemadam kebakaran, alat-alat kantor yang berteknologi modern, elektronik, komputer dan lain-lain.

Berdasarkan bentuk jasa layanan yang ditawarkan, ditujukan, macam jasa layanan itu dapat diklasifikasi :
  1. Jasa layanan yang ditujukan atau dibutuhkan manusia, secara umum manusia ingin mendapat layanan bantuan dalam memenuhi memuaskan berbagai keperluan, kebutuhannya antara lain;
    • Kebutuhan biologis, contoh : kemudahan mendapatkan makanan, minuman yang layak konsumsi
    • Kebutuhan keamanan, contoh : rasa aman bertempat tinggal pada suatu lingkungan
    • Kebutuhan sosial, contoh : keinginan dapat bersahabat, berinteraksi dengan rekan sekerja
    • Kebutuhan penghargaan, contoh : ingin dihormati
    • Kebutuhan aktualisasi diri, contoh : ingin menunjukkan suatu prestasi gemilang
    • Kebutuhan informasi, contoh keinginan memperoleh pengetahuan yang dapat membuat cepat mandiri.
    • Kebutuhan hiburan, rekreasi, contoh : liburan ke bali
    • Kebutuhan kesehatan, contoh : pelayanan kesehatan
    • Kebutuhan mobilitas, contoh : angkutan yang tepat sampai ke tempat yang dituju
    • Kebutuhan keadilan, contoh : ingin mendapat penilaian objektif atas prestasi kerja atau atas suatu perbuatan
    • Kebutuhan mendapat pekerjaan yang layak, contoh : ingin mendapat tugas, pekerjaan yang tepat dengan keahlian.
  2. Jasa layanan yang ditujukan atau dibutuhkan organisasi atau individu
    • Kebutuhan mendapatkan izin. Contoh : ijin mendirikan bangunan atau ijin membuka praktek.
    • Bantuan manajemen, contoh : bantuan menyeleksi calon pegawai yang tepat kualifikasi.
    • Bantuan sumber daya. Contoh : ingin mendapatkan modal kerja atau bantuan biaya pembangunan yang berbunga rendah
    • Keamanan, contoh : contoh adanya perusahaan yang bersedia menanggung resiko kebakaran.
    • Sarana angkutan, contoh : adanya jasa angkutan umum ke lokasi kantor/perusahaan.
  3. Jasa layanan yang ditujukan, dibutuhkan pada benda, hewan, dan tanaman.
    • Jasa angkutan / distribusi
    • Penyimpanan
    • Penjagaan keamanan
    • Garansi
    • Rancangan / model yang menarik


(http://tentangpelayananpublik.blogspot.com)


Sunday, March 10, 2013

Perjalanan Pemilu Indonesia dari Masa ke Masa

March 10, 2013 0

Halaman sejarah akan menelusuri perjalanan pemilu Indonesia dari waktu ke waktu, dimulai dari Pemilu 2009 lalu bergerak ke belakang sampai Pemilu 1955. Setiap sesi akan dibahas konteks sosial politik penyelenggaraan pemilu, kedudukan pemilih, penyelenggara, partai politik peserta pemilu, calon anggota legislatif  dan calon pejabat eksekutif. Pada setiap pemilu akan dipaparkan hasil singkat pemilu sebagai buah dari penerapan sistem pemilihan, yaitu penggunaan instrumen-instrumen teknis pemilu yang mengolah suara pemilih menjadi kursi buat calon terpilih.

Perjalanan Sejarah Pemilu Tidak Selalu Progresif
Demokrasi bukanlah jalan mudah. Pemilu yang sudah berulang pada pasca-Orde Baru, belum menunjukkan progresivitas kualitas. Selalu ada aktor yang mengambil manfaat di balik sedikitnya pengalaman mengelola demokrasi. Dari Pemilu 1999, ke Pemilu 2004 lalu Pemilu 2009, tampak kualitas proses maupun hasilnya menurun. Pilkada 2005-2008 malah menempatkan pemilih sebagai obyek politik uang. Namun jalan demokrasi sudah dipilih, sehingga lebih realistis untuk terus memperbaiki proses penyelenggaraan pemilu daripada menggantikankan pemilu dengan mekanisme lain.

Pemilu 2009: Buah Rendahnya Profesionalitas                                                             
Penyelenggaraan Pemilu 2009 diwarnai kontroversi atas hilangnya hak pilih jutaan warga negara.  Jelas ini tanggungjawab KPU selaku penyelenggara pemilu. Namun mereka berkilah dan balik menuding pemerintah dan pemerintah daerah sebagai sumber kesalahan. UU No. 10/2008 yang buruk juga menjadi sumber lain keribetan pemilu, sedang keputusan MK di tengah proses pemilu menjadikan hasil pemilu tidak bisa diprediksi akibat perubahan peraturan permainan di tengah pertandingan. Rendahnya profesionalitas penyelenggara di satu pihak, dan buruknya undang-undang pemilu di pihak lain, menjadi sebab banyaknya kekacauan Pemilu 2009.

Pilkada 2005-2008: Politik Uang Meluas
Dasar penyelenggaraan pilkada adalah UU No. 32/2004 dan UU No. 12/2008. Kontribusi putusan MK dalam menata pilkada sangat signifikan karena  dua undang-undang itu sering digugat ke MK. Namun sampai sejauh itu, peraturan perundang-undangan pilkada gagal menyentuh praktek politik uang yang marak setiap kali pilkada digelar. Siapa pelakunya? Banyak: pengurus partai politik melakukan jual beli surat dukungan pencalonan, pasangan calon membeli suara pemilih dan membeli petugas untuk mengubah hasil penghitungan suara, pemilih sendiri merasa tidak bersalah menerima uang dan barang yang disalurkan oleh tim sukses pasangan calon.

Pemilu 2004: Terbesar dan Terkompleks di Dunia
Perubahan Ketiga UUD 1945 oleh SU-MPR 2002 mengharuskan adanya pemilihan langsung presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota DPR dari setiap provinsi. Pemilu presiden membuat penyelenggaraan pemilu Indonesia semakin besar volumenya; sementara pemilihan anggota DPD di setiap provinsi bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, membuat pemilu Pemilu 2004 menjadi sangat kompleks. Pemilu 2004 berjalan sukses, namun berakhir tragis: beberapa anggota KPU harus masuk penjara karena terlibat korupsi.

Pemilu 1999: Antusiasme Menyambut Demokrasi
Tumbangnya Orde Baru membuat rakyat antusias memasuki alam demokrasi. Pemilu 1999 yang dipersiapkan tidak lebih dari satu tahun berjalan aman dan tertib. Kekhawatiran akan terjadinya konflik besar, tidak terbukti. Rakyat sudah memahami apa yang harus dilakukan dalam berdemokrasi. Mereka menghukum penguasa yang dinilai buruk, sekaligus memilih mereka yang dianggap baik dan memberi harapan. Golkar pun terpuruk dan PDIP menang. Tindakan Presiden Habibie yang mengambil alih urusan pemilu – setelah KPU tidak bersedia mengesahkan hasil pemilu – mendapat sokongan rakyat sehingga hasil Pemilu 1999 tetap memiliki legitimasi tinggi.

Pemilu Orde Baru: Represi dan Manipulasi Demi Golkar
Sebagai antitesis Orde Lama, pada awalnya rezim Orde Baru menawarkan ruang demokrasi. Menjelang Pemilu 1971, mereka mau menukar sistem pemilu mayoritarian yang diinginkannya dan mempertahankan sistem pemilu proporsional yang dituntut partai politik, dengan imbalan kursi gratis militer di parlemen. Sejurus kemudian kehidupan politik diredam. Orde Baru mereduksi partai politik hanya jadi dua, yaitu PPP dan PDI, plus Golkar, lalu melarang partai beroperasi sampai desa, dan memaksa PNS memilih Golkar. Pemilu berikutnya hanya bertujuan memenangkan Golkar, karena pada golongan kuning inilah legitimasi semu rezim Orde Baru disandarkan.

Pemilu 1955: Pengalaman Pertama Paling Berharga
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mencantumkan kata “pemilu” dalam naskah asli UUD 1945. Namun itu bukan berarti mereka tidak menghendaki pemilu dalam proses penyelenggaraan negara. BPKNIP yang difungsikan sebagai parlemen pun menetapkan undang-undang pemilu sebagai agenda utama. Tetapi suasana revoluasi dan gonta-ganti kabinet membuat pemilu baru terlaksana 10 tahun setelah kemerdekaan. Inilah pemilu pertama yang syarat nilai: keragaman, kejujuran, kesederhanaan, dan kedamaian. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama sekaligus terbaik, yang terus menjadi contoh penyelenggaraan pemilu-pemilu berikutnya.

Mekanisme Penetapan Jumlah Kursi dan Dapil Dalam Pemilu

March 10, 2013 0

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 8/2012) sudah menetapkan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPR RI yang tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut. Sementara penentuan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU.

Dalam menentukan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk masing-masing lembaga perwakilan agar dapat proporsional, para ahli merumuskan beberapa prinsip yang perlu diikuti dalam melakukan penghitungan alokasi kursi dan pembentukand daerah pemilihan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: kesetaraan populasi, integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, pencakupan wilayah (coterminus), kohesivitas penduduk, dan perlindungan petahana (preserving of incumbent).

Prinsip kesetaraan populasi adalah harga kursi dibanding penduduk kurang lebih sama antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain. Ini juga bagian dari pemenuhan prinsip opovov (one person, one vote, one value) dalam pemilu demokratis. Oleh karena itu prinsip ini harus ditempatkan sebagai prinsip nomor 1 sehingga bisa dihindari terjadinya diskriminasi politik, karena nilai suara/penduduk di satu daerah pemilihan lebih murah/mahal daripada nilai suara/penduduk di daerah pemilihan yang lain.

Prinsip integralitas wilayah berarti satu daerah pemilihan harus integral secara geografis, yang sejalan dengan prinsip kesinambungan wilayah, yaitu suatu daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Secara umum pembentukan wilayah administrasi juga memperhatikan masalah ini, sehingga penggunaan wilayah administrasi sebagai peta dasar pembentukan daerah pemilihan sebagaimana dikehendaki UU No. 8/2012 tidak mengganggu penerapan prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah ini.

Prinsip pencakupan wilayah atau coterminus maksudnya adalah suatu daerah pemilihan lembaga perwakilan tingkat bawah harus menjadi bagian utuh dari daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi, atau satu daerah pemilihan lembaga tingkat bawah tidak boleh berada di dua daerah atau lebih daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi. Prinsip ini untuk memudahkan penyaluran aspirasi secara berjenjang  ke lembaga perwakilan, atau sebaliknya untuk memudahkan penggalian aspirasi ke bawah. Bagi pemilu Indonesia yang penyelenggaraan pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan secara serentak penerapan prinsip ini tidak hanya memudahkan partai politik dan calon anggota legislatif dalam berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihan, tetapi juga memudahkan petugas pemilu dalam menjalankan tugasnya.

Prinsip kohesivitas penduduk berarti suatu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial budaya punduduk dan menjaga keutuhan kelompok minoritas. Kesatuan unsur sosial budaya penting untuk menyatukan kepentingan yang akan diperjuangkan oleh para wakil di parlemen. Keutuhan kelompok minoritas juga perlu dijaga agar mereka mendapatkan kepastian untuk memiliki wakil di parlemen. Prinsip kohesivitas ini tidak begitu masalah diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPR, tetapi ketika diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan lebih-lebih lagi DPRD Kabupaten/Kota, khususnya di luar Jawa, menimbulkan masalah yang kompleks. Di sinilah diperlukan kehati-hatian dan kebijakan KPU dalam menetapkan daerah pemilihan

Terakhir prinsip perlindungan petahana, maksudnya suatu daerah pemilihan harus memberi jaminan kepada petahana untuk bisa berkompetisi dan meraih kursi perwakilan yang tersedia. Ini penting karena hubungan wakil dengan penduduk yang diwakili perlu dijaga agar memudahkan penyaluran dan perjuangan kepentingan penduduk yang diwakili. Prinsip ini jarang dipraktikkan pada pemilu proporsional yang memiliki banyak kursi di daerah pemilihan, tetapi lazim diterapkan di pemilu mayoritarian yang memiliki hanya 1 kursi di daerah pemilihan.

Tentu tidak semua prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan pemilu demokratis tersebut bisa diterapkan dalam waktu bersamaan. Kondisi geografis wilayah, jumlah penduduk, dan keragaman penduduk, menyebabkan penerapan satu prinsip bisa menegasikan prinsip yang lain. Oleh karena itu penerapan prinsip tersebut selalu diurutkan berdasarkan prioritas. Prinsip kesetaraan populasi selalu menjadi prioritas pertama guna menghindari terjadinya diskriminasi politik. Prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah menjadi prioritas kedua, lalu disusul prinsip pencakupan wilayah, dan baru kohesivitas penduduk. Dalam konteks pemilu Indonesia, prinsip perlindungan petahana, bisa diabaikan.

Demi menegakkan prinsip kesetaraan populasi, maka penghitungan alokasi kursi ke daerah pemilihan, dipergunakan metode penghitungan yang hasilnya proporsional. Dua metode proporsional yang dikenal adalah metode kuota dan metode divisor. Metode divisor, khususnya varian Webster/St Lague dikenal paling proporsional dan tidak menimbulkan paradoks. Namun metode ini belum banyak dikenal di Indonesia sehingga tidak perlu dipaksakan penggunaannya dalam penyusunan daerah pemilihan, terutama untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 8/2012, tidak semata-mata utuk menghilangkan daerah pemilihan yang berkursi lebih dari 12, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan jumlah penduduk, perubahan geografi, dan perkembangan wilayah administrasi pemerintahan. Oleh karena itu penyusunan kembali daerah pemilihan tidak bisa dilakukan hanya berpijak pada daerah pemilihan yang ada atau yang digunakan dalam pemilu terakhir. Penyusunan daerah pemilihan harus dimulai dari tahap awal, sedangkan daerah pemilihan yang ada berlaku sebagai pembanding atau kontrol untuk memastikan sesuai-tidaknya pembentukan daerah pemilihan baru itu dengan kehendak undang-undang dan prinsip pemilu pembentukan daerah pemilihan dalam pemilu demokratis.

Dengan demikian langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing provinsi sesuai ketentuan Pasal 23 UU No. 8/2012. (Khusus untuk jumlah kursi DPRD DKI Jakarta, peraturan KPU perlu membuat ketentuan khusus, bahwa penambahan ¼ kursi tidak boleh melampau batas maksimal 100 kursi setiap provinsi, demi menjaga keadilan dengan provinsi yang mempunyai penduduk lebih banyak)
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Provinsi atau BPPd Provinsi, dengan membagi jumlah penduduk provinsi dengan jumlah kursi provinsi. BPPd Provinsi berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kabupaten/kota, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota dengan BPPd Provinsi. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka di belakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kabupaten/kota berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kabupaten/kota yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kabupaten/kota yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kabupaten/kota memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.

Untuk daerah pemilihan DPRD Provinsi perlu diantisipasi kemungkinan terdapat kecamatan yang sangat banyak penduduknya, sehingga kecamatan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu ketentuan kekecualian di mana kecamatan tersebut bisa dipecah dimana satu atau berapa desa/kelurahan disatukan dengan kecamatan lain yang masih dalam satu kabupaten/kota. Pemecahan seperti ini selain tetap menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kabupaten/kota”

Sementara langkah-langkah penyusunan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
  1. Menghitung jumlah kursi masing-masing daerah sesuai ketentuan Pasal 26, UU No. 8/2012.
  2. Menghitung Bilangan Pembagi Penduduk Kabupaten/Kota atau BPPd Kabupaten/Kota, dengan membagi jumlah penduduk kabupaten/kota dengan jumlah kursi Kabupaten/Kota. BPPd kabupaten/kota berupa bilangan utuh, jika ada bilangan pecahan dibulatkan.
  3. Menghitung alokasi kursi masing-masing kecamatan, dengan cara membagi jumlah penduduk masing-masing kecamatan dengan BPPd kabupaten/kota. Perolehan kursi berupa angka, dengan dua angka di belakang koma. Jika ada banyak bilangan angka dibelakang koma, dibulatkan menjadi dua.
  4. Membentuk daerah pemilihan, dengan ketentuan: pertama, apabila ada dua atau lebih kacamatan berbatasan yang mendapat kursi kurang dari 12, bisa digabungkan menjadi satu daerah pemilihan dengan kursi maksimal 12; kedua, apabila ada kacamatan yang memiliki kursi mendekati 12, tetapi jika digabungkan dengan kecamatan yang berbatasan menjadi lebih dari 12, bisa berdiri sendiri menjadi daerah pemilihan; ketiga, apabila ada kecamatan memiliki lebih dari 12 kursi bisa dipecah menjadi dua atau lebih daerah pemilihan.

Untuk daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota perlu diantisipasi kemungkinan terdapat desa/keluarhan yang sangat banyak penduduknya, sehingga desa/keluarahan itu memiliki lebih dari 12 kursi. Oleh karena perlu kententuan kekecualian di mana desa/kelurahan tersebut bisa dipecah dimana satu atau beberapa RW/RW disatukan dengan desa/keluaran lain yang masih dalam satu kecamatan. Pemecahan seperti ini selain menjaga prinsip kesetaraan populasi, juga tidak melanggar undang-undang karena masih masuk dalam pengertian “bagian kecamatan”. (sumber)

Thursday, March 7, 2013

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)

March 07, 2013 0

Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Di Indonesian Asas-asas ini tertuang pada UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Asas-asas ini lebih dikenal dengan nama AUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik).

AUPB di ndonesia
  1. Asas kepastian hukum
  2. Asas keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai.
  3. Asas kesamaan
  4. Asas bertindak cermat
  5. Asas motivasi
  6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan.
  7. Asas permainan yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.
  8. Asas keadilan atau kewajaran.
  9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar.
  10. Asas meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada kerugian, maka pihak yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan rehabilitasi.
  11. Asas perlindungan pandangan hidup pribadi: setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup pribadinya dengan batas Pancasila
  12. Asas kebijaksanaan: Pemerintah berhak untuk membuat kebijaksanaan demi kepentingan umum.
  13. Asas pelaksanaan kepentingan umum


Menurut Peraturan Perundang-undangan
Dengan diundangkannya UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan sebagai Asas umum Perpenyelenggaraan negara adalah sebagai berikut;

Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam rangka negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara.

Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.

Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.

Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.

Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sunday, November 11, 2012

Daftar Komisi Yang Ada DPR Periode 2009-2014

November 11, 2012 0

Komisi adalah salah satu alat kelengkapan DPR yang menjadi unit kerja utama didalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan didalam komisi.

Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi. Dan tugas pokok yang dijalankan oleh komisi DPR adalah Anggaran dan Pengawasan.

Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas, yaitu :


KOMISI I
  • Ruang Lingkup : Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi.
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Pertahanan
    2. Kementerian Luar Negeri
    3. Panglima TNI (Mabes TNI AD, AL dan AU)
    4. Kementerian Komunikasi dan Informatika
    5. Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
    6. Badan Intelijen Negara (BIN)
    7. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
    8. Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA
    9. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
    10. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
    11. Televisi Republik Indonesia (TVRI)
    12. Radio Republik Indonesia (RRI)
    13. Dewan Pers
    14. Perum Antara


KOMISI II
  • Ruang Lingkup : Pemerintahan Dalam Negeri & Otonomi Daerah, Aparatur, Negara & Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, dan Pertanahan & Reforma Agraria.
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Dalam Negeri
    2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
    3. Menteri Sekretaris Negara
    4. Sekretaris Kabinet
    5. Lembaga Administrasi Negara (LAN)
    6. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
    7. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
    8. Arsip Nasional RI (ANRI)
    9. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
    10. Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
    11. Ombudsman Republik Indonesia
    12. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)


KOMISI III
  • Ruang Lingkup : Hukum, HAM, dan Keamanan
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
    2. Kejaksaan Agung
    3. Kepolisian Negara Republik Indonesia
    4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
    5. Komisi Hukum Nasional
    6. Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM)
    7. Setjen Mahkamah Agung
    8. Setjen Mahkamah Konstitusi
    9. Setjen MPR
    10. Setjen DPD
    11. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
    12. Komisi Yudisial
    13. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
    14. Badan Narkotika Nasional (BNN)


KOMISI IV
  • Ruang Lingkup : Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Pertanian
    2. Departemen Kehutanan
    3. Departemen Kelautan dan Perikanan
    4. Badan Urusan Logistik
    5. Dewan Maritim Nasional


KOMISI V
  • Ruang Lingkup : Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan & Kawasan Tertinggal, dan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Pekerjaan Umum
    2. Kementerian Perhubungan
    3. Kementerian Perumahan Rakyat
    4. Kementerian Pembangunan Daerah Teringgal
    5. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
    6. Badan SAR Nasional
    7. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)


KOMISI VI
  • Ruang Lingkup : Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM & BUMN, dan Standarisasi Nasional
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Perindustrian
    2. Departemen Perdagangan
    3. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
    4. Menteri Negara BUMN
    5. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
    6. Badan Standarisasi Nasional (BSN)
    7. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
    8. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


KOMISI VII
  • Ruang Lingkup : Energi Sumber Daya Mineral, Riset & Teknologi, dan Lingkungan Hidup
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
    2. Menteri Negara Lingkungan Hidup
    3. Menteri Negara Riset dan Teknologi
    4. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
    5. Dewan Riset Nasional
    6. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
    7. Badan Tenaga Nuklir (BATAN)
    8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN)
    9. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
    10. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
    11. Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas
    12. Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas
    13. PP IPTEK
    14. Lembaga EIKJMEN


KOMISI VIII
  • Ruang Lingkup : Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian  Agama
    2. Kementerian  Sosia RIl
    3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
    4. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
    5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
    6. Badan Amil Zakat Nasional


KOMISI IX
  • Ruang Lingkup : Tenaga Kerja & Transmigrasi, Kependudukan, dan Kesehatan.
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Kesehatan
    2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
    3. badan Kkoordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
    4. Badan Pengawas Obat dan Makanan
    5. BNP2TKI
    6. PT Askes ( Persero)
    7. PT. Jamsostek( Persero)


KOMISI X
  • Ruang Lingkup : Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian, dan Kebudayaan
  • Pasangan Kerja :
    1. Departemen Pendidikan Nasional
    2. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
    3. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
    4. Perpustakaan Nasional


KOMISI XI
  • Ruang Lingkup : Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
  • Pasangan Kerja :
    1. Kementerian Keuangan RI
    2. Menteri Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS
    3. Bank Indonesia
    4. Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
    5. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
    6. Badan Pusat Statistik (BPS)
    7. Setjen BPK RI
    8. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
    9. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)